10. Pertarungan
Jika aku tidak salah mengingat... Ratu Ardelia mengatakan...
"ia tau caranya memperlakukan cewek"
Apakah Ratu tau aku adalah cewek? Atau maksudnya pangeran Lowel bisa bersikap lembut pada pemula? Hm...
"Ada apa?" Bisik Vio di sampingku.
"Bukan apa-apa," balasku berbisik sambil tersenyum.
Aku mengangkat kepalaku dan melihat punggung Ratu Ardelia yang berjalan dengan gagahnya. Ia membuka sebuah pintu yang di dalamnya terlihat meja yang berbentuk bundar dengan beberapa kursi di sampingnya.
Aku yang bingung mau duduk di mana hanya berdiri di tempatku. Sedangkan yang lain langsung berjalan menuju kursi mereka masing-masing. Baiklah ini benar-benar awkward banget.
"Daniel, apa yang kau lakukan di sana?" Tanya Ratu Ardelia bingung.
Aku membuka mulutku, lalu menutupnya lagi dengan cepat. Apa yang harus aku katakan? Kalau dengan blak-blakan terdengar saaaangat tak sopan. Kalau dengan sopan pasti akan dipotong kata-kataku.
Vio terkekeh lalu berbicara kepada Ratu Ardelia "ia sedang kebingungan Lia," kata Vio sambil tertawa kecil.
Aku hanya menunduk kecil dengan ragu. Sungguh memalukan, rasanya ingin lari dari sini begitu saja. Mungkin berbalik dan berlari turun atau melompat dari kaca yang besar itu.
"Kemarilah Daniel," kata Ratu Ardelia sambil terkekeh dan memegang sandaran kursi kosong yang ada di sebelahnya.
Sejak kapan?
Akhirnya aku berjalan menuju kursi kosong yang ada di antara pangeran Lowel dan Ratu Ardelia. Setelah duduk aku melihat senyum pangeran Lowel itu cukup menenangkanku.
"Baiklah, sebelum rapat bagaimana kalau kita mengenalkan diri dulu?" Tanya Ratu Ardelia sambil menepuk tangannya dengan ceria. "Diputar ke kanan, dimuali dariku. Namaku Ardelia, Ratu di bagian Selatan," katanya sambil berdiri lalu duduk kembali.
Di sebelahnya ada seorang pria yang lebih tua mungkin sepuluh tahun dari pangeran Lowel berdiri, "namaku Rowley jefferson, Raja di bagian barat," katanya dengan telinga kucing yang bergerak-gerak.
Aaakh!! Pengen aku pegang!!!
Tahan Mia, tahan. Aku meremas kedua tanganku sendiri untuk mengontrol tanganku.
Di sebelahnya mirip dengan Raja Rowley, ia terlihat hampir seumuran dengan pangeran Lowel. "Namaku Rois jefferson, adik dari Rowley jefferson."
Heee, pantas sama.
TANGANKU!! UGH!! Kenapa sih telinga mereka gerak-gerak?
"Namaku Grisom Edgar, salah satu pasukan Ratu Ardelia. Yang paling aku suka adalah cewek seksi," katanya sambil melirik ke arah Vio yang langsung meliriknya kesal. "Tenang aku memang tidak mau dengamu kok," katanya dengan santai saat pangeran Lowel melihatnya dengan tajam.
Dengan tanduk iblis bukanlah hal yang mengagetkan kalau sikapnya seperti itu.
"Perkenalkan namaku adalah Richard Burton , seorang prajurit penyihir," katanya sambil tersenyum.
Senyumnya boleh juga sih, tapi entah kenapa senyumnya sudah ia fokuskan kearah seseorang.
"Namaku adalah Hendry Mofan, sama seperti Richard aku adalah prajurit penyihir."
Aku tebak ia tipikal cowok-cowok yang tebar pesona. Kalau sekilas memang tampan, tapi tampanan dia!
"Nama saya adalah Aiken Fuel, Raja di bagian Utara."
Hoo... elf ya? Mereka termasuk ras yang paling cepat dan... murni.
"Dan mereka adalah anak-anak saya, yang tertua Stayne Fuel, yang kedua Lurch Fuel dan yang ketiga Wolven Fuel," kata raja Aiken sambil memperkenalkan anak-anak nya.
Pantas mirip-mirip, hanya sedikit perbedaan rambut dan wajah.
"Namaku adalah Vionna Tracy, adik dari raja Lowel," kata Vio sambil melihat pangeran Lowel dengan jail.
Oh iya ya, dia kan Raja kenapa aku memanggilnya pangeran?
"Namaku Lowel Tracy, Raja dari Timur," katanya lalu kembali duduk.
Aku berdiri dan menatap orang-orang yangd melihatku, "namaku adalah Daniel, butler dari princess Vionna dan Raja Lowel," kataku jail sambil menunduk hormat, lalu aku duduk kembali.
Aku memilih tidak melihat kedua kakak-beradik itu karena mereka pasti melihatku dengan kesal.
"Baiklah, sekarang kita akan mulai rapatnya," kata Ratu Ardelia yang menggema di ruangan ini.
Apakah benar tidak apa-apa aku datang ke rapat ini?
"Aku yakin kalian sudah mendengar mengenai daerah pemberontakan itu. Tetapi, hari ini kita tidak membahas hal mengenai itu. Ada kabar mengenai serangan dari penghuni rawa di dekat kota Dustfy. Katanya yang melakukan serangan adalah seekor monster yang terlihat besar dari monster biasanya. Kemungkinan ia adalah mobster baru. Aku yakin kita bisa mengatasinya dalam sehari," kata Ratu Ardelia dengan senyum sinisnya.
Daerah pemberontakan? Kota Dustfy? Rawa di dekat kota? Mungkin aku harus menghafal peta sekali-kali.
"Jadi, kapan kita akan melakukannya?" Tanya Hendry sambil menopang dagunya.
"Besok," kata Ratu Ardelia dengan mantapnya.
"Apa?!"
"Baiklah aku setuju," kata pangeran Lurch sambil tersenyum ringan.
"APA?!?!" Aku melihat sekelilingku yang juga melihatku bingung. Apa mereka sudah biasa dengan ini? Rasanya ingin membiarkan kepalaku jatuh diatas meja.
"Tenang saja, dengan penambahan anggota kita bisa dengan cepat menyelesaikannya," kata Ratu Ardelia dengan senyum senangnya.
"Ugh...." bukan itu maksudku...
.
.
Esok datang begitu cepat tanpa membiarkanku bersiap untuk sejenak. Bahkan kemarin pangeran Lowel mengajakku untuk berlatih pedang lagi. Sunggu, biarkan aku menenangkan diri dulu. Aku menghembuskan nafas berat.
"Apa kau tidak apa-apa?" Tanya pangeran Lowel.
"Aku rasa tidak," kataku sambil tersenyum pasrah dan melirik ke arah lain.
"Tenang saja, aku yakin kau bisa melakukannya," kata pangeran Lowel sambil meletakkan telapak tangannya di atas kepalaku dan tersenyum.
"Aku harap begitu pangeran Lowel," kataku sedikit lebih tenang. SEDIKIT LOH YA! SE-DI-KIT!
"Ini untuk kalian," kata pangeran Rois sambil menyerahkan dua buah pasang sepatu boots ke arahku dan pangeran Lowel.
"Terimakasih," kata pangeran Lowel sedangkan aku hanya tersenyum dan menunduk kecil.
"Apa pangeran akan mengenakan jubah itu? Walaupun kita akan berjalan di lumpur?" Tanyaku setelah pangeran Rois menjauh.
"Hm? Iya, aku rasa begitu," kata pangeran Lowel ragu dengan wajahnya yang terlihat lucu membuatku terkekeh kecil.
Setelah itu kami di bagi menjadi kelompok yang terdiri dari 2 orang oleh Ratu Ardelia. Aku pasangkan dengan Vio. Entah aku merasa lega dan juga tidak. Ugh... memang apa yang membuatku berharap???
Saat melihat raut wajah Vio membuaku terkekeh kecil. "Apa kau tak ingin bersamaku?" Tanyaku jail.
"Eh ti-tidak kok!" Seru Vio cepat dengan wajah merona.
"Ah aku tau, Putri itu cocoknya dipasangkan dengan pangeran."
"Aku tidak per-"
"Penyihir juga bisa," kataku jail sambil melihat reaksi Vio yang wajahnya sudah memerah.
"Ap-apa maksudmu Mia?" Tanya Vio sambil memalingkal wajahnya.
Hehe, "maksudku, seorang laki-laki yang bisa menjagamu dengan lengannya yang penuh kasih sayang itu," kataku dengan nada jail sambil melihat telinga Vio yang memerah. Sekali-kali jailin tuan sendiri. "Itu loh maksudku....-"
"Tungg-!"
"Hendry," kataku yang dibalas tatapan terkejut yang mengandung makna kesal 0,1%. Mungkin.
"Aku tidak terlalu menyukai Hendry," kata Vio sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"Eh kenapa? Ia terlihat baik loh."
"Dia itu hampir sama dengan Grisom, tetapi tidak separah Grisom."
"Heeee, lalu anda sudah berapa lama dengan Richard?" Tanyaku yang membuat Vio langsung melihatku dengan wajah semerah delima.
"Da-da-dari mana kau tau?!"
"Aku tak sengaja melihat kalian begitu dekat saat rapat usai," kataku sambil tersenyum menahan tawaku karena melihat wajah Vio yang jarang terlihat.
"Ugh.. em..."
"Apa pangeran Lowel tau mengenai ini?"
"Entahlah, aku harap saja tidak. Ia akan marah besar jika mengetahui ini," kata Vio lemas yang membuatku tertawa pasrah. "Ngomong-ngomong kau juga bukan Mia?"
"Maksud anda?" Tanyaku bingung.
"Dengan kakakku," kata Vio dengan tatapan introgasi.
Aku berpikir sejenak apa maksudnya. Dengan pangeran Lowel? Ah, maksudnya... "suka?"
"Iya, kau suka pada kakak bukan?" Tanya Vio tersenyum puas.
"Iya, tetapi ia terus saja mengatakan sebagai tuanmu, tuan, tuan dan tuan. Rasanya seperti terbang di langit tetapi ternyata itu hanya sebatas mimpi," kataku sambil melihat semak-semak di sebelahku dengan tatapan kosong.
"Ah maaf! Tetapi aku rasa kakak juga mempunyai rasa terhadapmu," kata Vio dengan gaya berpikir.
"Rasa apa? Coklat? Stroberi? Melon? Asin? Manis? Pa-"
"Akh! Sudahlah lupakan!" Seru Vio kesal sambil berjalan terlebih dulu.
"Tetapi aku merasa cukup antara tuan dan pelayan untuk saat ini," kataku sambil tersenyum yang membuat Vio terhenti dan berbalik. "Ini sudah keajaiban."
Vio tersenyum lalu berjalan kearahku, "ya, aku tidak menyesal telah bertemu denganmu," kata Vio dengan senyum lebarnya.
Gesekan semak-semak membuatku dan Vio langsung siaga. Tiba-tiba munculah seekor kucing yang kemarin menghampiriku.
"Kucing?"
"Kenapa ia bisa sampai ke sini?" Tanyaku sambil mendekati kucing itu. Untung saja ia tidak berlari, tetapi mendekatiku dan membiarkanku memeluknya.
"Ia kucing yang ramah," kata Vio sambil mengelus kepala kucing itu yang terlihat menikmatinya.
"Ngomong-ngomong dari tadi kita belum menemukan seekor monster pun," keluhku.
"Itu benar, apa yang sebenarnya terjadi dengan rawa ini?" Tanya Vio bingung.
"Miao!"
"Dimana monster itu?" Tanyaku putus asa.
"Hei kucing, bisakah kau menunjukan jalan? Hahaha, aku hanya berc-"
"Miao," kucing itu mengangguk dan seakan-akan tersenyum.
Belum sempat aku berteriak, kucing itu lompat dari gendonganku lalu menoleh ke arahku dan Vio. Seakan-akan ia meminta kami untuk mengikutinya. Aku dan Vio bertatapan sejenak lalu memutuskan untuk mengikuti kucing itu. Pertama-tama ia hanya berjalan santai, tetapi semakin lama ia berlari membuat aku dan Vio juga ikut berlari.
Setelah beberapa menit, akhirnya kucing itu memelankan langkahnya lalu berhenti di semak-semak dan duduk di sampingnya. Aku melihat Vio yang telah berhasil menenangkan nafasnya dan juga melihatku lalu mengangguk. Kami menunduk dan menyibak sedikit semak-semak tersebut lalu terlihatlah sebuah lapangan rumput.
Yang membuatku bingung adalah... kenapa ada lapangan rumput di tengah-tengah rawa ini? Oh bahkan ada semak-semak, emezing.
Entah mengapa jantungku berdenyut cepat. Perasaanku tak nyaman, hanya karena melihat lapangan ini. Kenapa?
"Aku merasakan monster itu," bisik seseorang yang membuatku kaget. Ternyata ia adalah Ratu Ardelia dengan tatapan serius yang ada di antara aku dan Vio.
Bukan hanya Ratu, semuanya ada di belakang kami.
"Kenapa kalian ada di sini?" Bisik Vio bingung.
"Kami melihat kalian berlari ke sini, jadi kami mengikuti kalian," kata pangeran Stayne yang melihat ke arah Padang rumput itu.
Aku kembali melihat ke arah pandang rumput itu, tetapi dadaku benar-benar merasa nyeri. Tidak ada yang akan terjadi bukan? Walaupun begitu kenapa perasaanku sama sekali tidak enak.
"Ayo kita jalan," kata Ratu Ardelia sambil berdiri.
Aku hanya mengikuti Ratu Ardelia dari belakang sambil meremas seragamku di bagian dada. Tidak apa-apa. Tidak akan ada yang terjadi. Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah.
"Apa kau tidak apa-apa?" Tanya pangeran Lowel terlihat sedikit kawatir.
"Eh?"
"Wajahmu pucat, apa kau perlu istirahat?" Tanya pangeran Lowel kawatir.
Aku menarik kedua sudut bibirku, "aku tidak apa-apa, tenang saja."
"Benarkah? Kalau ada sesuatu beritahu kepadaku," kata pangeran Lowel sedikit tenang yang aku jawab dengan anggukan dan senyuman.
.
Tak berapa lama kemudian kami menemukan monster yang ukurannya.... em.. bagaimana aku mendeskripsikannya? Yang pastinya saaaaangat besar! Untung saja ia sedang tertidur. Coba saja ia tidak sedang tertidur, bisa-bisa pertarungan mulai tanpa aba-aba Start!
Saat aku sedang berbicara sendiri, Ratu Ardelia mengeluarkan senjatanya yang membuatku tersentak. Bukan karena senjatanya yang keren, tetapi APA DIA MAU MEMBANGUNKAN MONSTER ITU?! YANG BENAR SAJA?!
Ia mengayunkan senjatanya yang terlihat seperti pedang yang besar dan membuat goresan di tubuh monster itu. BETUL-BETUL DILAKUKAN!!
Monster itu mengaum keras lalu melihat ke arah Ratu Ardelia yang sedang melihatnya dengan tatapan tajam. Ah, dia bangun. Monster itu berdiri dengan kedua kakinya dan memperlihatkan tubuh gemulnya lalu sekali lagi ia mengaum, menampakkan mulutnya yang bisa menelan bulat-bulat kami sekaligus.
Semua langsung melakukan serangan, minus aku karena aku tak ada insting bertarung. Vio mengeluarkan sihir entah apa dari tangannya, sedangkan yang lainnya menyerang menggunakan senjata. Seakan-akan mendapat tontonan live beserta kerikil-kerikilnya. Rasanya tidak ingin ikut saat tau akan seperti ini.
Tiba-tiba monster itu terlihat menarik nafas sebanyak-banyaknya yang membuatku langsung curiga. Benar saja, ia mengeluarkan suara yang sangat keras dan bisa membuat telinga hancur dalam beberapa detik. Bahkan sampai tanah ikut berguncang dan mengeluarkan asap yang banyak. Masih hidup? Masih, cerita ini terlalu cepat tamat jika kami mati di sini.
Semua mulai membuka matanya dan melihat sekelilingnya. Sebuah lapisan berwarna ungu tipis dan padat melindungi mereka. Walaupun monster itu mendadak, untuk saja aku lebih cepat 0,1 detik daripadanya. Ada yang berada di udara, ada juga yang di atas tanah. Setelah menurunkan mereka yang di udara aku langsung terjatuh lemas.
"Daniel!"
Beberapa orang yang memanggilku terdengar panik. Aku hanya bisa mengangkat tangan dan menunjukan jempolku, menandakan aku baik-baik saja.
Aku tertawa puas saat merasa sudah melepaskan sedikit dari apa yang terpendam. Rasanya saaaangat menyenangkan. Seperti saat mempunyai beban berat dan dilepaskan dalam sekali teriakan.
Vio membantuku untuk berdiri, "apakah kau tidak apa-apa?" Tanyanya kawatir.
"Saaaaangat tidak baik-baik saja, bahkan rasanya kakiku sampai mati rasa," kataku ceria. Terdengar aneh memang, tetapi aku merasa sangat senang.
"Itu bukan suatu hal yang menyenangkan untuk di dengar kau tau," kata Vio dengan wajah datar yang membuatku terkekeh geli.
"Vio, Daniel, kalian tetaplah di sini," perintah Ratu Ardelia.
"Tentu saja, aku masih bisa melindungi kalian walaupun jarak jauh," kataku senang. Seperti telah meminum minuman keras, aku tak bisa mengontrol rasa senangku.
Aaaaaakh hari ini aku kenapa siiih??? Senyumku tak bisa hilang selama pertarungan berlangsung, walaupun di keadaan serius sekalipun.
.
.
Setelah pertarungan usai, aku sudah bisa merasakan dan menggerakan kakiku seperti semula. Aku melihat mereka sedikit terluka gores dan pasti mereka menolak kalau aku menawarkan diri untuk mengobati luka-luka mereka. Akhirnya aku memberikan sihir penyembuh ke mereka secara diam-diam, dengan begitu aku lebih tenang. Jadi setelah keluar dari rawa ini, luka mereka akan tertutup.
"Ardelia kemari, akan aku tutup lukamu agar tidak terinfeksi," kata pangeran Lurch setelah kami semua sampai di luar rawa.
"Ah, tidak perlu," kata Ratu Ardelia terdengar tak suka.
"Kau harus, aku tak tahan melihat wanita terluka," kata pangeran Lurch gemas.
Akhirnya Ratu Ardelia pasrah saat tangannya di tarik oleh pangeran Lurch. Aku hanya tersenyum menahan tawaku saat melihat mereka. Sungguh serasi, apakah mereka pasangan?
"Ardelia, apa regenerasi lukamu meningkat?" Tanya pangeran Lurch bingung.
"Huh? Seingatku tidak," kata Ratu Ardelia tanpa menoleh ke pangeran Lurch.
Pangeran Lurch melihat luka yang lainnya. Ia terlihat kaget dan tak percaya. Senyumku kembali kutahan, rasanya aku ingin tertawa lebar.
"Ini ulahmu?" Tanya pangeran Lowel yang tiba-tiba saja ada di sampingku.
"Maksud anda?" Tanyaku pura-pura tak tau sambil menahan tawa.
"Jangan berbohong, aku tau itu ulahmu. Aku tau karena saat itu," kata pangeran Lowel yang membuatku bingung.
Aku melihat pangeran Lowel bingung, meminta penjelasan lebih.
Ia menghela nafas pelan lalu tersenyum, "terimakasih atas bantuanmu. Tanpamu aku akan merasakan kesakitan yang lebih lagi," katanya sambil terus tersenyum dan melihat ke depan.
"Jadi... saya ketahuan?" Tanyaku sambil terus melihatnya. Bukannya membalas, ia hanya melihatku sambil terus tersenyum. Aku memalingkan wajahku, dia begitu kereeeeen!!
Akhirnya apa yang aku lakukan hanya disadari oleh pangeran Lowel saja. Aku "menumpang" di naga pangeran Lowel. Aku hanya menikmati pemandangan punggungnya yang lebar itu dan sekali-kali melihat ke bawah. Terasa menakutkan, tetapi menyenangkan.
Tak sengaja aku melihat lapangan rumput itu dan dadaku mulai merasakan nyeri seperti yang tadi. Tetapi bukan hanya dadaku, rasanya seluruh tubuhku merasa nyeri yang sangat tidak enak. Aku meremas seragamku sambil membiarkan kepalaku mengenai pungungnya.
"Ada apa Mia?" Tanya pangeran Lowel.
"Tidak apa-apa, mungkin hanya kelelahan," jawabku asal setenang mungkin.
"Kau yakin? Apakah kita perlu turun untuk beristirahat sejenak?"
"Apakah anda gila? Anda perlu menyelesaikan beberapa dokumen saat kita sudah sampai di istana, pangeran," kataku gemas.
"Tetapi kau..-"
"Tidak apa-apa, aku yakin aku pasti sudah lebih baik saat kita sampai nanti."
"Baiklah."
Aku terus meremas seragamku. Ada apa ini? Mengapa aku tidak tenang? Bukankah pertarungan sudah lewat? Lalu apa?
.
.
.
Apakah menurut kalian ini gantung?
Entahlah... hanya saja kalian jangan menunggu hal ini sampai cerita ini tamat dan di ganti book 2.
Kalau boleh jujur ini cerita dapet karena inspirasi dan... em... rada... em... ngejiplak... mungkin?
Tapi aku usahakan sebeda mungkin. Saya sungguh minta maap. Tetapi yg book 2'a beda kok.
Terakhir! Ada yang kerasa nyeri di dada nda pas si Mia ngeliatin lapangan rumput di tengah rawa? Kok saya yang ngetik perih ya? 〒▽〒 dan juga... bayangan saya antara rawa dan hutan jadi ke mix, jadi saya minta maap lagi.
Sampai jumpa lagi
-(23/01/2017)-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro