Bab 3: Rencana
"RACHEL, boleh tanya sesuatu nggak?" tanya Ran dengan hati-hati.
Istirahat dimulai lima menit yang lalu. Tidak ada tanda-tanda Rachel akan ke luar kelas. Sementara itu, Arga dan Nathan yang juga satu kelas dengan Rachel sempat mengajak gadis itu ke kantin. Tapi ditolak dengan lembut oleh Rachel. Ran masih setia duduk di kursinya. Berpura-pura mencatat sesuatu di buku catatannya. Kemudian, memberanikan diri bertanya.
"Tanya apa?" Rachel menoleh. Tapi wajahnya masih menunjukan aura kecuekannya.
"Kira-kira, disini ada klub ekstra yang berhubungan dengan kebersihan nggak?" tanya gadis di sampingnya seolah antusias akan hal itu.
Wajah Rachel yang tadinya datar berubah sangat cerah mendengar pertanyaan kawan baru sebangkunya itu.
Ran tahu persis, dalam novel diceritakan, Rachel itu maniak kebersihan. Sampai-sampai dia membentuk sebuah klub khusus untuk mengawasi kebersihan sekolah. Dan masih ada dua orang lagi yang menjadi anggota klub itu. Siapa lagi kalau bukan Arga, yang juga sangat suka kebersihan. Dan Nathan, yang hanya ingin bersama Rachel.
Ran bisa menduga Nathan masuk kedalam klub kebersihan hanya untuk mendekati Rachel. Itulah mengapa Ran lebih memilih berpura-pura tertarik akan kebersihan daripada seperti Nathan.
"Kalau ada, Lo mau gabung?" Rachel memancing.
Ran memasang ekspresi serius. "Pasti! Dari dulu gue pengen banget jadi anggota pengurus kebersihan sekolah! Gue udah nggak tahan dengan kebiasaan generasi muda sekarang." Ran menyeringai lebar. Mendapati Rachel yang tampak berbinar- binar mendengarkan alasan Ran. Kemudian mengangguk mantap.
"Setuju! Gue setuju sama lo!" Rachel mengacungkan jempolnya.
"Jadi ... adakah klub kayak gitu?" tanya Ran menunggu. Memasang ekspresi seolah tidak sabar.
"Ya! Dan lo beruntung, gue ketuanya."
Mata Ran membulat. Ia bersorak senang. "Boleh gabung?!"
Inilah yang ditunggu-tunggu Ran. Bergabung dengan klub aneh itu. Secara, Ran tahu dari novel yang dibacanya, Rachel sudah sering medapat permintaan bergabung dari banyak murid. Tapi Rachel tahu, tujuan mereka bergabung bukan karena kebersihan. Tapi lebih karena ada Nathan dan Arga yang ada didalamnya.
"Tentu. Lo boleh gabung. Hari ini juga, lo diterima sebagai anggota keempat!"
Ran membulatkan matanya. "Keempat? Anggotanya cuma segitu?" tanya Ran seolah tidak tahu.
Mata Rachel berkilat senang. Mendapati anggota barunya tidak tahu soal dua laki-laki tampan yang juga bergabung dengan klub. Membuat Rachel mantap menerima Ran sepenuh hati.
"Iya, dia sekelas juga sama kita. Lo tahu, dua orang yang tadi ngajak gue ke kantin itu anggotanya," jelas Rachel.
Gadis berambut hitam itu hanya ber oh-ria sebagai jawaban. Ditilik dari ekspresinya, seolah tidak tertarik pada dua lelaki itu.
"Ruang klub ada di lantai 2 ruang 4. Lo bisa kesana sepulang sekolah. Gue masih harus piket dulu. Lo tunggu aja di sana." Rachel memberikan kunci yang diambilnya dari saku jaketnya. Menyerahkannya pada Ran dengan senang hati.
"Oke. Gue nggak sabar bahas kebersihan sekolah." Ran tersenyum lebar menerima kunci itu. Dalam hatinya, ia bersorak senang. Misinya berjalan lancar.
Untuk selanjutnya, mudah saja menjauhkan Rachel dari Nathan.
***
Ran berjalan menyusuri lorong lantai 2. Matanya awas mencari ruang nomor 4 yang dimaksud Rachel. Sesekali tangannya memperbaiki posisi tas yang digendongnya.
Ketemu!
Ia bergegas mengeluarkan kunci yang dari tadi disimpannya di saku seragamnya.
Suara pintu terbuka memenuhi lorong sepi itu. Gadis itu bergegas masuk. Matanya takjub melihat ruangan yang baru saja dimasukinya.
Berkilau. Mungkin itu kata yang tepat.
Ruangan paling bersih yang ditemui sepanjang sejarah hidup Ran.
Ia segera meletakkan tas di salah satu kursi yang mengelilingi meja besar. Ia duduk dengan santai, menunggu seseorang datang. Dan ide konyol muncul dalam otaknya.
Kalau Rachel datang lebih dulu, ia akan fokus melakukan rencana A. Dan jika Arga yang datang lebih dulu, rencana B yang akan ditekankannya. Apabila Nathan lebih dulu datang, rencana C-lah yang dipilihnya. Walau itu mustahil.
Membuat Nathan suka padanya.
Pintu yang tadinya terbuka sebagian akhirnya terbuka sempurna karena seseorang mendorongnya.
Mata Ran terbelalak mendapati sosok lelaki bertubuh tinggi dengan tatapan dinginnya masuk ke dalam ruangan tanpa ijin.
Adalah Nathan, pemuda dengan kulit pucat itu heran mendapati sosok asing di ruangan itu.
"Siapa lo?" tanyanya dingin.
Ran sigap berdiri setelah mengatur napas dalam-dalam. Setidaknya, ide tadi harus dicobanya.
"Gue anggota baru. Nama gue Ran. Kita sekelas," jawab Ran datar.
Nyatanya, gadis itu tidak bisa bersikap ramah di depan Nathan. Padahal, dia sudah berusaha bersikap riang atau apalah itu. Tapi Ran bukan aktris yang baik di depan orang yang di bencinya.
Nathan menatap siswi baru itu intens, kemudian santai menaruh tas di atas meja. Duduk berhadapan dengan gadis itu. Tenggelam dalam ponselnya. Tidak peduli.
Ran duduk teratur. Mengembuskan napas panjang. Berusaha bersikap tenang, tapi tidak bisa. Musuh terbesarnya sekarang ada di depannya.
"Sial! Kenapa harus dia, sih, yang muncul?!" gerutu Ran sebal. Dalam hati tentunya.
"Nama lo?" Ran akhirnya membuka suara setelah lengang beberapa jenak.
Nathan menatap Ran sekilas. Lalu kembali pada layar ponselnya. "Nathan," jawabnya pendek.
Hening.
Hanya suara jam dinding yang memenuhi ruangan itu.
Ran mulai tidak sabar. "Lo suka Rachel 'kan?" tanyanya tiba-tiba.
Wajah Nathan memerah. Tapi kemudian berubah dingin. Menatap Ran dengan risih. "Ngapain lo kepo urusan orang?"
Ran tersenyum mengejek. Membuat Nathan terpaksa menahan emosinya.
"Lo tahu Arga itu satu-satunya cowok yang ada di pikiran Rachel 'kan?"
Nathan bangkit dari posisinya. Menatap tajam Ran yang masih duduk tenang di kursinya. "Apa lo bilang!? "
"Bingo!" Ran menjentikkan jari. Berhasil membuat Nathan menatap aneh gadis di depannya.
"Lo baru tahu?" gadis itu menggeleng prihatin, "Ah, lo kan cuma cowok nggak berperasaan. Buktinya, sampai sekarang Rachel ragu soal lo. Kalo dia ada perasaan sama lo, dia pasti bakal jujur. Dan gue, kenal Rachel orangnya gimana. Dia bakal jujur sama orang yang di hatinya. Walau itu perasaan Rachel sendiri," ujarnya panjang lebar. Tidak takut dengan kenyataan Nathan akan berbuat apa padanya.
Mata Nathan menatap garang gadis di depannya. Sungguh. Belum satu hari dia kenal gadis ini, rasanya dia ingin mencekiknya. Tapi tidak. Nathan memang dulunya tak berperasaan, tapi semenjak bertemu Rachel, sifat itu sudah hilang entah kemana.
"Gue peringatin ke elo. Jangan sekali-kali lo bahas Arga dan Rachel di depan gue! Atau lo tahu risikonya!" Nathan menghempaskan tubuhnya ke kursi.
Ran mengangkat bahu tidak peduli. "Serah, gue orangnya blak-blakan dan jujur. Gue tahu lo udah nembak Rachel berkali-kali dan ditolak," ucapnya sarkas.
Nathan mengembuskan napas kasar. Berusaha mengendalikan emosinya. Berpikir keras.
Kemudian tersenyum licik. "Lo masuk ke klub ini pake drama? Mau lo apa? Lo suka sama gue?"
Gadis di depannya seketika terbahak mendengar kalimat itu keluar langsung dari mulut seorang Nathan.
"Apa lo bilang?" Ia mengusap ujung matanya yang berair, kemudian menunjuk diri sendiri dengan telunjuknya. "Gue? Suka sama lo?"
Nathan terlihat bingung dengan reaksi gadis di depannya.
Tampak Ran masih berusaha mengendalikan tawa gelinya.
"Ya iyalah!" seru Ran dengan ekspresi tidak sesuai dengan perkataan.
_•°•°•_
..To Be Continue..
(1093 kata)
#Ran
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro