Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 21: Maaf (?)

MATAHARI mulai tenggelam di ufuk barat. Menciptakan semburat jingga yang mempesona.

Ran duduk diam di tepi sungai. Menatap langit barat dengan wajah sendu sekaligus lelah. Kepalanya dipenuhi banyak hal sekarang.

Suara langkah kaki berhasil membuat lamunannya buyar. Ia berbalik, didapatinya Nathan baru saja kembali dari apotek; membeli obat merah dan benda lainnya.

Lelaki itu memposisikan dirinya duduk di samping Ran, segera mengobati siku gadis itu.

Ran tertegun. Ia tak ada niatan untuk menolak. Yang ia pikirkan sekarang adalah permintaan maaf yang tepat.

Lihatlah, bahkan pemuda di sampingnya kini lebih memedulikan lukanya daripada amarahnya pada gadis itu. Ran tahu Nathan memang orang yang baik--walau tidak sebaik Arga. Dan ia menyadari hal itu. Sayangnya, Ran sudah telanjur membencinya. Membuat Ran lupa kalau tidak seharusnya ia memperlakukan Nathan seperti itu.

Ran semakin merasa bersalah saat Nathan menyelesaikan kegiatannya mengobati lukanya. Tidak ada raut kebencian pun pada wajah Nathan. Yang ada, kekhawatiran.

Nathan menekuk lututnya. Diam. Ikut menatap matahari terbenam.

Ran melirik sekilas pemuda itu. Kemudian menunduk dalam.

Hening. Tindakan ada siapapun yang ingin mengawali pembicaraan.

Ran akhirnya mengembuskan napas pelan. "Maaf," ucapnya lirih, membuat Nathan menoleh.

"Gue ... salah. Nggak seharusnya gue ngomongin lo," lanjut gadis itu masih menunduk. Tak ingin Nathan menyadari kalau air matanya baru saja jatuh.

Nathan berdehem. "Harusnya gue yang minta maaf udah buat lo jatuh tadi," tukas pemuda itu.

Ran mengangkat kepalanya. Menggeleng keras. "Bukan salah lo! Salah gue pake jewer telinga lo tadi. Gue tahu lo nggak sengaja," sergah Ran.

"Oke, berarti salah lo." Nathan kembali menatap senja di ufuk barat.

Pipi Ran menggelembung. "Kenapa jadi salah gue? Ini semua salah lo! Kesalahan lo lebih banyak dari gue! Kenapa lo putusin gue gitu aja hah?! Kenapa lo malah main bola pas gue lari-lari keliling komplek nyariin lo?!" sergah gadis itu kesal.

Nathan terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa.

Ran kembali mengembuskan napas panjang. "Gue ... nggak tahu harus gimana lagi. Gu-"

"Gue suka sama lo," potong Nathan tiba-tiba. Berhasil membuat Ran melebarkan matanya.

Ran menoleh pada Nathan. "L-lo bilang apa tadi?" Ia mengangkat kedua alisnya. Berpikir mungkin telinganya sempat tuli.

Nathan balas menatap Ran. "Gue suka sama lo, Ran," ulang pemuda itu; kali ini dengan menyebut nama. Sebuah keajaiban dunia mungkin, seorang Nathan baru saja menyebut namanya setelah sekian lama gadis itu berada di dunia novel ini.

Mata Ran mengerjap. Jemarinya tanpa sadar mencubit pipinya.

"Aw!" Gadis itu mengusap pipinya. "Gue nggak mimpi!" pekik gadis itu.

Ran bangkit berdiri. Ia melompat-lompat seperti seorang anak kecil yang dapat mainan baru.

"Nathan suka sama gue! Yippiieey!" Seru gadis itu senang.

Wajah Nathan semakin merah dibuatnya.

"Lo segitu sukanya ya, sama gue?" gumam Nathan.

Gerakkan Ran terhenti. "Eh?" Ia terlihat bingung harus menjawab apa.

Sebenarnya, Ran bersorak senang bukan karena ia juga suka Nathan. Melainkan senang karena pemuda itu sudah berhenti mengejar Rachel.

"Emang kalo sikap gue kayak gini bisa dibilang kelihatan suka ya? Padahal gue aja cuma seneng akhirnya misi gue berhasil," batin Ran dalam hati.

Gadis itu meneguk ludah. "I ... tu, gue mau jujur sama lo," ujar Ran sambil memposisikan dirinya duduk di samping Nathan.

Menatap Nathan lekat. "Jujur ... gue ... nggak suka sama lo," Ran menutup matanya cepat. Takut benar Nathan akan marah mendengar ucapannya.

Wajah Nathan terlipat. Tak disangka gadis yang selama ini membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya mengatakan hal itu. Padahal ia sudah percaya dengan pengakuan Ran yang mengatakan kalau gadis itu menyukainya. Dan itu terjadi berkali-kali.

Awalnya, Nathan pikir itu hanya gurauan. Tapi lama kelamaan, gadis itu semakin terlihat serius dengan perkataannya. Dan seharusnya, Nathan menyadari kalau Ran hanya melakukan itu untuk Rachel. Tapi sayang, cinta datang tanpa memberitahu lebih dulu. Jadilah Nathan terjebak oleh perasaannya sendiri.

"Lo ... bercanda kan?" tanya pemuda itu datar.

Ran menggeleng. "Gue serius. Sorry, gue udah bohongin elo." Ia semakin merasa bersalah saja saat melihat raut muka Nathan yang terlihat kecewa. Persis seperti saat dirinya di kafe tadi.

Nathan mengangguk paham. Berusaha mengerti. "Lo ngelakuin ini karena Rachel apa Arga?"

"Dua-duanya," jawab Ran tanpa keraguan. Nathan di sampingnya sangat terpukul. Bagaimanapun, ia tidak bisa membenci gadis di sampingnya.

"Setelah lo dapet kepastian kalo gue suka sama lo," Nathan terdiam sebentar, "lo ... masih mau jadi pacar gue?"

Ran tercekat. Ingatannya soal ia masih berada di dunia novel sangat kuat. Itulah kenapa Ran tidak ingin menyukai satupun tokoh di dalam novel ini. Karena Ran tahu, itu hanya akan menyakiti sang tokoh. Itulah kenapa gadis itu tidak terlalu bersikap serius soal rencana C. Bahkan ia pun tak yakin kalau Nathan akan menyukainya.

"Padahal lo yang mutusin gue," ujar Ran setelah lengang sejenak.

Nathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue tahu, gue tadi kelewat emosi. Gue minta maaf soal itu. Jadi ... lo mau kan, jadi pacar gue?" tanya Nathan dengan wajah memerah.

Ran semakin merasa bersalah, seharusnya tidak begini.

"Gue nggak bisa. Gue bakal pergi, Nat. Sejauh-jauhnya dan nggak bakal kembali," Ran kembali tercekat karena ucapannya sendiri.

Sementara itu, sang mentari sudah terlelap. Menampakkan sang bulan yang hampir hilang separuh.

"Luar negeri?"

Ran menggeleng. "Luar angkasa."

Nathan terkekeh. "Kalo gitu, gue bakal nyusul lo di manapun itu. Gue janji." Ia mengacak rambut Ran.

Gadis itu malah balas menatapnya nanar. "Lo ... gila," gumam Ran.

Nathan menghentikan gerakkan tangannya mengacak rambut Ran. Tersenyum miring. Kemudian mendekatkan wajahnya pada Ran. "Gue emang gila," ucapnya.

Ran terbelalak. Jantungnya berdebar. Bukan. Bukan karena Ran menyukai Nathan atau sejenisnya, melainkan karena ia benar-benar takut kalau Nathan benar-benar gila. Apalagi soal janji akan menemukan gadis itu di manapun. Mustahil.

"Arga!" pekik Ran tiba-tiba. Benar benar momen ynag tidak tepat. Ia teringat pemuda itu, dengan tas miliknya yang tertinggal di kafe.

"Nat, anterin gue ke kafe tadi. Tas gue ketinggalan. Gawat! Udah malem!" Ran segera menarik lengan Nathan. Memaksanya mengantar.

_●°●°●_

"Arga!? Lo masih di sini?" Ran berjalan mendekat. Diiringi Nathan di sampingnya.

Arga yang menyadari kehadiran gadis itu tersenyum kecut. "Gue nungguin lo dari tadi," jawabnya sarkas.

Lagi, Ran merasa bersalah. Ia segera meminta maaf berkali-kali pada pemuda itu. Yang hanya diangguki oleh Arga.

"Ran, ada yang mau gue omongin berdua sama lo," Arga melirik Nathan. Seperti mengatakan kalau pemuda itu harus pergi.

Ran yang memahami maksud Arga memberi kode pada Nathan agar sedikit menjauh.

Nathan mendengus. Berbalik menuju salah satu meja di sudut kafe.

Bersamaan dnegan Ran yang duduk di kursi yang sebelumnya ia tempati.

"Soal apa?"

"Rachel," jawab Arga cepat.

"Tunggu, gue ada berita bagus buat lo," potong Ran.

"Apa?"

"Nathan suka sama gue!" seru gadis itu tertahan. "Lo bisa nembak Rachel sekarang," lanjutnya sambil tersenyum lega.

Arga tersenyum. "Selamat, gue nggak nyangka Nathan bakal suka sama lo. Dan soal Rachel," Arga sengaja menggantung kalimatnya.

Ran memberi tatapan menunggu.

"Gue nggak bisa deketin dia lagi," lanjut Arga dengan senyum getir.

"Loh? Kenapa?" Ran mengangkat salah satu alisnya.

"Karena gue suka sama lo," jawab Arga. Tersenyum tipis.

Ran mematung seketika. Pupil matanya bergetar. Ia tercekat untuk ketiga kalinya. Seketika, semua hal yang dibangunnya di dunia novel hancur seketika. Bahkan, gadis itu kini seolah bisa mendengar suara hancurnya harapan itu menjadi berkeping-keping.

"Nggak! Seharusnya nggak gini!" seru gadis itu membuat para pengunjung kafe menoleh padanya. Bisik bisik pun menjalar.

"Gue juga nggak tahu, gue sekarang nganggep Rachel itu adik gue," ucap Arga dengan percaya dirinya menurut Ran.

Gadis itu berdiri. "Lo gila," desis Ran. Ia berlalu mendatangi Nathan. Meninggalkan Arga yang masih duduk terpaku di kursinya.

"Nat, anter gue pulang!" perintah Ran dengan wajah sendu. Berhasil membuat Nathan khawatir

"Lo kenapa?"

"Anter gue pulang, sekarang!" Ran berbalik. Keluar dari kafe menuju mobil putih milik Nathan.

Sang pemilik mobil yang terlanjur jatuh cinta pada gadis itu mau tak mau menuruti kemauan pujaan hatinya.

_●°●°●_

Tersisa 10 hari lagi. Ran tahu itu. Tapi semua itu akan sia sia saja.

Malam ini, saat bulan baru saja tertutup awan, bintang-bintang hilang entah kemana; seperti harapan gadis itu yang hilang.
Ran tenggelam dalam penyesalan.

Gadis itu meringkuk di atas kasur dengan mata sembap.

Tidak ingin menyambut hari esok di dunia novel ini.

_●°●°●_

..To Be Continue..
.
.
(1321 kata)
#Ran

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro