Bab 20: Broke Up
ARGA DAN Ran tiba di depan kafe lima menit kemudian. Masih kafe yang sama saat Arga dan Ran membicarakan soal rencana mendekati Rachel beberapa minggu lalu.
Ran mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Perlahan meluruskan kakinya. Kemudian memijitnya.
Beruntung Ran adalah gadis yang juga membaca buku soal pijat-memijat. Kegilaannya pada buku memang sangat bermanfaat baginya.
Sementara itu, Arga memperhatikan Ran yang sedang memijat betisnya.
"Lo perfect, Ran. Bisa nglakuin banyak hal," komentar Arga di sela-sela keramaian oleh pengunjung kafe.
Ran terkekeh. Heran kenapa Arga menggunakan kalimatnya soal kesempurnaan.
"Itu bukan perfect namanya, multi talenta," balas Ran dengan penekanan di akhir ucapannya.
Arga mengangkat bahu. "Ya, terserah. Lo mau minum?"
Ran mengangguk. "Iced Cappuchino aja."
Setelah beberapa saat, Arga kembali dengan membawa dua gelas minuman. Menyodorkan salah satunya pada Ran.
Gadis berkacamata itu segera menyesap minumannya.
"Gimana, udah sembuh?" Arga mengangkat salah satu alisnya.
Ran mengangguk. "Udah, nih, udah bisa digerakin," jawabnya sambil mengangkat kakinya sedikit menjauh dari lantai.
Arga mengangguk. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "A-nu ... Ran."
Ran mendongak. "Ya?"
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Arga sedikit serius.
Mendengar itu, Ran teringat sesuatu. Ia buru-buru mengangkat tangannya. "Gue dulu," sahut Ran tidak sabaran.
Arga mengangguk. "Oh, oke."
Ran memperbaiki posisi duduk. "Gue udah pacaran sama Nathan. Tapi, perlu lo tahu, itu cuma bohongan," ujar Ran dalam satu tarikan napas.
Arga membulatkan matanya. "Maksud lo?"
Ran mulai menjelaskan kebenarannya soal hubungannya dengan Nathan. Arga mendengarkan penjelasan itu dengan seksama. Sesekali memotongnya.
Ran memperbaiki posisi kacamatanya. "Jadi, gue butuh kerjasama lo," ucap Ran setelah mengakhiri ceritanya.
"Lo nyuruh gue buat segera nembak Rachel saat Nathan masih pacaran sama lo?" Arga mulai mengerti maksud perempuan di depannya.
Ran mengangguk antusias. "Bener! Waktunya tinggal lima hari lagi. Lo harus gunain kesempatan ini," sahut Ran penuh semangat. Sebentar lagi ia akan menyelesaikan misinya.
Arga terdiam. Mulutnya tertutup seketika saat melihat sosok pria berdiri tepat di belakang Ran.
"Nathan?" gumam Arga. Heran kenapa lelaki itu tiba-tiba muncul.
Ran yang menyadari tatapan mata Arga beralih ke atasnya sesegera berbalik. Sontak ia terkejut.
"N-Nathan?" Ran menciut di kursinya. Rasanya, ia seperti maling yang ketahuan mencuri oleh sang pemilik rumah.
Nathan menatap Ran dingin. Wajahnya tampak menahan emosi. "Jadi lo manfaatin gue?" tanyanya dingin.
Ran menelan ludah dengan susah payah. "I-itu, gue bisa jelasin!" Ran beranjak berdiri. Takut Nathan mengatakan sesuatu yang tidak diharapkannya.
"Kita putus!" ucap Nathan tepat di depan Ran. Membuat para pengunjung kafe memerhatikan ketiga remaja itu. Satu dua ada yang berbisik.
Mata Ran terbelalak. "Apa?!"
Nathan berbalik. Melangkah pergi. "NATHAN! GUE BISA JELASIN!" teriak Ran kemudian menyusul pemuda itu tanpa pikir panjang.
Arga sebenarnya ingin ikut mengejar. Tapi Ran lebih dulu memberinya kode agar tidak mengikutinya. Membuat lelaki berambut hitam itu hanya bisa menghela napas panjang. "Padahal ada yang mau gue omongin," batin Arga.
Ran berlarian di sepanjang trotoar. Mencari-cari sosok Nathan yang entah kenapa menghilang dengan cepat.
Gadis itu mencoba menghubungi Rachel. Siapa tahu Nathan mau mengungkapkan perasaan pada gadis itu untuk kesekian kalinya.
Sialnya, ponsel milik Ran tertinggal di dalam tas. Dan benda itu sekarang ada di kafe.
Ran mengacak rambutnya frustasi. Tidak ada pilihan lain, ia hari segera menuju tempat Rachel.
"Rachel!" teriak Ran ketika tiba di depan rumah Rachel.
Gadis cantik pemilik rumah itu keluar. "Ran? Lo nggak papa?" Rachel buru-buru menghampiri gadis berkacamata itu. Melihat kondisi Ran yang berantakan.
"Gue nggak papa, Nathan tadi kesini?" tanya Ran kalap.
Rachel menggeleng. "Ng-"
"Gue pergi dulu!" Ran berlari meninggalkan rumah Rachel. Membuat sang Tokoh Utama mengerjapkan matanya bekali-kali.
_●°●°●_
Ran tiba di depan rumah Nathan dengan napas tak beraturan. Matanya tak sengaja menemukan sosok Bi Yun di dekat pagar. Gadis itu segera menghampiri wanita paruh baya tersebut.
Ran mengucap salam. "Nathan-nya ada, Bi?" tanya Ran dengan napas menderu.
"Den Nathan-nya baruu aja keluar," ujar Bi Yun.
Ran membulatkan matanya. "Keluar? Ke mana, Bi?" Gadis berkacamata itu menggoyang-menggoyangkan lengan Bi Yun tak sabar.
Bi Yun terkekeh. "Biasa, Non. Ke lapangan kampung. Kalo sore gini biasanya main bola. Tahu nggak, Non, hari ini ada latih tanding sama komplek sebelah, sebenarnya saya juga pingin nonton, Non. Tapi sayangnya banyak kerjaan," jelas Bi Yun panjang lebar.
Ran mengangguk cepat. Segera berlari menuju lapangan yang dimaksud Bi Yun. Beruntung Ran pernah melewatinya dulu saat gadis itu sedang mencari event kebersihan.
Ran berhenti sebentar. Membungkukkan badannya. Mengatur napasnya. Ia tak bisa membiarkan Nathan memutuskan hubungan seenaknya. Dan sekarang, lelaki itu malah bermain bola?!
Ran mengumpat kesal. "Nathan bego!" desisnya. Kembali memaksakan kakinya agar terus melangkah.
Lupakan soal takut akan Nathan yang menuntut karena gadis itu memanfaatkannya. Sekarang yang terpenting adalah menemui Nathan. Kenapa pemuda itu justru malah bermain sepak bola bukannya frustasi atau hal hal lainnya?
Ran sampai di lapangan beberapa menit kemudian. Terlihat para penonton yang bersorak sorai mendukung tim jagoannya.
Gadis itu menyipitkan matanya. Dilihatnya Nathan sedang berebut bola dengan seorang pemuda bertubuh gelap.
Karena emosi Ran sudah pada puncaknya, ia nekat berteriak. "NATHAAAN!"
Seluruh gerakan mendadak terhenti karena teriakan Ran yang cukup keras tersebut.
Nathan yang menyadari hal itu melirik Ran sekilas. Kemudian melanjutkan permainannya. Semuanya kembali pada kesibukan masing-masing. Tidak terlalu mempedulikan gadis cupu yang berteriak heboh.
Berpikir mungkin hanya sekedar fans berat Nathan.
Merasa dihiraukan, emosi Ran meledak. Ia berjalan cepat menuju tengah lapangan. Mendatangi lelaki itu.
Nathan masih fokus mengejar bola. Tidak ada yang menyadari gadis itu sama sekali.
Dengan gerakan cepat, Ran menarik telinga Nathan hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.
Mendadak, permainan berhenti untuk kedua kalinya.
Semua mata terarah pada dua remaja di tengah lapangan. Yang tak lain adalah Ran dan Nathan.
Ran masih belum puas menjewer telinga Nathan. Ia menariknya gemas; yang dibalas dengan Nathan yang menghempaskan tangan Ran kasar.
BUK!
Tubuh ringkih gadis itu seketika bedebam jatuh. Mendarat dengan siku yang lebih dulu menyentuh tanah.
Mata Ran melebar. Baru sedetik yang lalu gadis itu menyadari kalau dirinya baru saja jatuh akibat hempasan kasar Nathan. Ran mendongak. Matanya sedikit berkaca-kaca menatap sosok Nathan yang terlihat lebih tinggi dengan posisi Ran sekarang.
Lengang.
Tidak ada siapapun yang berani bersuara. Bahkan para penonton yang tadinya berseru-seru terdiam demi melihat adegan tersebut.
Nathan ikut terdiam. Ia barusan menyadari kalau hempasan kasarnya berhasil membuat gadis itu jatuh terduduk di tanah. Dan anehnya, gadis itu bahkan menatapnya horor sekarang.
Pupil mata Ran bergetar. Sekelebat, ia tersadar. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, gadis itu berusaha berdiri.
Nathan yang melihat hal itu tidak tahu harus berbuat apa.
Setelah berhasil menegakkan tubuhnya, Ran berbalik. Berlarian pergi meninggalkan lapangan saat itu juga.
Gadis itu berlari. Berlari secepat kakinya bisa membawa. Matanya mulai berkaca-kaca.
Tidak! Ia harus menahan air mata itu agar tidak jatuh. Bahkan gadis itu tidak tahu alasan apa yang membuat matanya seperti itu.
Ran berlarian tak tentu arah. Hingga gadis itu terhenti di tepi sungai. Ran mencengkeram pagar besi penghalang. Air matanya jatuh tanpa aba-aba.
Gadis itu mulai menarik napasnya dalam-dalam. Menghadap sang mentari yang mulai terbenam menciptakan semburat jingga.
"NATHAN BEGOOOOO! DASAR COWOK NGGAK PUNYA HATIII! PANTES AJA RACHEL NGGAK MAU SAMA LOOOO! COWOK KASAR! ANEH! GILAAAAA!" teriak gadis itu. Kacamata miliknya sudah jatuh entah kemana. Menampakkan sepasang mata yang sudah basah oleh air mata.
Ran terdiam sebentar. Tanpa sadar, gadis itu mulai terisak. Menunduk dalam. Menyesali idenya soal membuat Nathan menyukainya. Gila, lo terlalu bego, Ran. Batin gadis itu penuh penyesalan.
Ran mengangkat wajahnya.
Kusut. Itulah kata yang tepat jika kau melihatnya sekarang. Tapi peduli apa Ran? Sekarang ia malah berteriak kembali. "COWOK GILAA! NGGAK PUNYA HATIII! BEGO! BEGO! BEGOOO! NATHAN BEGOOO!"
Ran menghembuskan napas lelah. Berteriak membuat tenggorokannya perih. Ia tersenyum. Kelegaan memenuhi diri gadis itu.
Ran berbalik.
BUK!
Gadis itu sontak terkejut. Baru saja ia menabrak seseorang. Ran mendongak, ingin melihat siapa orang yang baru saja ia tabrak.
"Na-Nathan?" ucap Ran terbata. Matanya kemudian melebar seketika, teringat teriakannya soal Nathan barusan.
Nathan menatap datar gadis di depannya. "Nat, g-gue bi-bisa jelasin," Ran mengangkat kedua tangannya. Rasanya ia seperti kelinci yang akan diterkam oleh serigala. Gadis itu menciut.
Nathan mengangkat tangannya. Membuat Ran reflek menutup mata. Bersiap mendapatkan tamparan dari pemuda itu.
Tapi bukan itu yang terjadi. Nathan justru menggenggam lengan Ran. Membuat luka lebar di siku gadis itu terlihat jelas. Darah segar terlihat mengalir.
Ran membuka matanya. Ikut melihat luka miliknya. Matanya membulat, gadis itu sama sekali tidak menyadarinya.
_●°●°●_
..To Be Continue..
.
(1382 kata)
#Ran
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro