Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 15: Kapan Berhenti?

"LOH, RAN? Kok lo disini?" Rachel muncul secara tiba-tiba dari arah gerbang rumah Arga. Di sampingnya, tampak Nathan yang juga terlihat heran melihat keberadaan Ran di rumah Arga.

"Dia mau ikut rapat," jawab Arga.

Ran mendongak. Tidak mengerti maksud perkataan Arga barusan. Dia bilang apa? Rapat?

Rachel ganti menatap Ran yang masih berdiri mematung di samping Arga.

Lelaki itu buru-buru menyikut lengan Ran. Memberinya isyarat agar mengangguk.

Ran mengangguk. "Y-Ya gitu deh, gue bosen aja di rumah. Terus Arga bilang klub Kebersihan mau ngadain rapat. Jadi, gue kesini deh," karang Ran. Mulai mengerti arah pembicaraan.

Rachel hanya ber-oh pelan. "Kalo masih nggak enak badan nggak usah dipaksain. Gue nggak mau lo sakit lagi. Kan bisa berabe kalo antologinya nggak ada yang ngarang." Rachel tersenyum jahil.

"Ya udah, yuk masuk." Arga melangkah lebih dulu, diikuti Rachel di belakangnya. Terakhir, Nathan yang sama sekali tidak menganggap keberadaan Ran.

_●°●°●_

Tidak terasa, rapat berakhir lebih cepat karena adanya Ran yang tanggap dalam menanggapi setiap persoalan.

Arga merenggangkan otot jemarinya. Melirik Rachel yang sepertinya sudah mengantuk.

"Mau pulang sekarang? Gue anter," tawar Arga pada Rachel di sampingnya.

Rachel urung menjawab ucapan Arga barusan saat Ran tiba-tiba membuka suara. Ia baru saja kembali dari kamar kecil.

"Chel, besok gue mau masuk sekolah. Boleh, kan?"

"Naik apa?" tanya Rachel penuh selidik.

"Sepeda?"

Rachel menggeleng tegas. "Nggak, lo nggak boleh naik sepeda buat sementara waktu ini. Jauh, Ran! Lo nanti kecapek-an," tolak Rachel.

Kedua alis Ran terangkat. "Yaa, gue naik taksi dong," ujar Ran santai.

"Taksi mahal." Rachel memutar tubuhnya menghadap Arga. "Ga, rumah lo paling deket sama tempatnya Ran, kan? Lo bisa anter dia kalo ke sekolah?"

Arga mengangguk."Gue sih, nggak masalah."

Jawaban itu membuat mata Ran melebar. Ia kesal karena Arga mau-mau saja di suruh melakukan hal itu. Apa lelaki itu tidak takut kalau-kalau Rachel cemburu?! Yeah, walau Rachel sendiri yang menyuruhnya. Tetap saja itu tidak mungkin di -iya-kan Ran.

"Nggak!" seru Ran. Semua tatapan kini sempurna terarah padanya.

Rachel mengernyit. "Loh? Kenapa?"

"G-Gue maunya di anter Nathan," jawab Ran sembarang. Ia melirik Nathan yang duduk tepat di samping Rachel. Lelaki itu terkejut bukan main. Rona kemarahan muncul di wajahnya.

Mungkin ia marah karena Ran tiba-tiba mengusulkan dirinya.

"Nathan? Rumah dia kan jauh banget dari tempat lo, Ran," tukas Rachel.

"Ya gue maunya sama Nathan aja, karena gue suka sama dia. Simpel kan?" Ran mengangkat bahu santai.

Rachel terdiam sejenak. Berusaha mencerna maksud kalimat Ran barusan.

"Lo ... suka sama Nathan?" Rachel bergantian memandangi Ran dan Nathan.

"Iya, gue suka." Ran masih memasang wajah datar. Membuat Rachel ragu apakah Ran jujur mengatakan hal itu.

Arga menahan tawa. "Lo beneran suka sama Nathan?"

Ran mengangguk. "Kalo nggak percaya, tanya aja Nathan."

Rachel dan Arga serentak menoleh pada Nathan. "Beneran, Nat? Ran suka sama lo?" Rachel lebih dulu bertanya.

"Lo nggak kaget pas Ran bilang gitu?" tambah Arga.

"Nat, lo suka sama Ran?" tanya Rachel ragu.

Nathan menggeleng. "Nggak, gue masih setia sama lo, Chel," jawabnya.

Ran terbahak. "Sumpah! Lo cowok, tapi bisa drama juga ya," ujarnya tak percaya.

Nathan tak memedulikan omongan Ran. Memilih kembali fokus pada ponselnya.

Rachel menghela napas sejenak. "Kalo gitu, Nat. Lo yang harus nganter Ran mulai besok." Gadis itu menepuk pundak Nathan dengan senyum geli.

Nathan melotot. "Kenapa gue?!"

Rachel terlihat menahan tawa "Karena cuma lo yang Ran mau," ucapnya lalu tertawa.

Sementara itu, Ran menghela napas lega. Ia tidak akan membiarkan Rachel melepas Arga begitu saja. Dan reaksi Rachel terhadap Nathan membuatnya yakin kalau Rachel sudah melepaskannya.

_●°●°●_

Mata Ran melebar tak percaya. Mendapati mobil putih Nathan sudah menantinya di depan apartemen. Tampak Nathan di dalamnya yang sibuk dengan ponselnya. Tidak menyadari kedatangan Ran.

Gadis itu segera masuk kedalam mobil. Nathan sedikit terkejut, tapi setelah itu ia mulai menyalakan mesin mobil. Tanpa basa-basi, mobil bercat putih itu melesat.

Ran tersenyum miring. Ia pikir, Nathan tidak akan menjemputnya. Tapi, nyatanya pemuda itu melakukan perintah Rachel tanpa banyak protes.

"Nat," panggil Ran lirih. Tidak ada jawaban dari lelaki di sebelahnya.

Ran memutar mata malas. Kemudian mendesah. Matanya menatap lurus kedepan. "Kapan sih, lo suka sama gue?"

"Cewek gila," desis Nathan.

Ran tersenyum remeh. "Oh, sorry, gue salah nanya. 'Kapan sih, lo berhenti suka sama Rachel?'"

Ckiit!

Mobil putih itu terhenti. Ran mengatur napasnya yang tiba-tiba berdetak cepat. Ia benar-benar terkejut.

Menoleh pada Nathan. "Lo kenapa sih?!" seru Ran.

"Turun," ucap Nathan dingin.

Kedua alis Ran terangkat. "Maksud lo?"

"Gue bilang, t-u-r-u-n."

Ran menelan ludah. Segera ia melepaskan sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Membanting pintunya kesal.

Mobil putih itu melesat, meninggalkan Ran yang berdiri mematung menatap mobil itu menjauh.

Gadis itu melongo tak percaya. "Cowok gila," gumamnya.

Ran tak mau ambil pusing soal kejadian barusan. Memutuskan menyeberang jalan.

Ia berjalan santai di sepanjang trotoar sampai sebuah sedan biru dari arah berlawanan berhenti di dekat Ran.

Jendela depan mobil itu terbuka. Kepala seorang pemuda muncul dari dalam.

"Lo temennya Rachel, kan?" tanya pemuda itu.

Ran mengangguk. Ia mulai bisa mengingat pemuda di depannya. Orang yang selalu mengantar Rachel setiap pagi.

"Kok jalan? Bentar lagi masuk lho," ujarnya heran.

Ran menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tidak mungkin ia mengatakan kalau Nathan baru saja meninggalkannya.

"Masih jauh, mau gue anter?" tawar pemuda beralis tebal itu.

Ran mengangguk. Tidak ada pilihan lain. Segera memasuki benda biru itu.

"Nama kakak siapa?" Ran menoleh setelah memasang sabuk pengaman. Ia menyadari kalau pemuda disampingnya lebih tua beberapa tahun darinya.

"Kenneth, panggil aja Ken," jawab pemuda beralis tebal itu. Matanya fokus menatap jalanan di depan. "Lo?"

"Sheeran. Panggil Ran aja." Ken mengangguk.

"Kak Ken setiap pagi nganter Rachel terus ya?" tanya gadis itu setelah lengang beberapa jenak.

Ken menyeringai. "Ya gitu, deh."

"Kak Ken kuliah?" Ran mulai penasaran dengan sosok lelaki di sampingnya.

"Kerja," jawab pemuda itu singkat.

"Kakak tinggal serumah sama Rachel?" Ran mulai membelok dari topik pembicaraan. Mungkin ia sedikit penasaran dengan kenyataan saat ia mendapati Ken berada di rumah Rachel tempo hari.

Ken mengedikkan bahu. "Ya, kita kan keluarga. Wajar kan, kalo tinggal serumah? Orangtua Rachel juga sering keluar kota. Kebetulan aja tempat kerja gue deket jadi sekalian jaga Rachel," jelasnya panjang lebar.

Ran sedikit melongo dibuatnya. Ia hanya bertanya apakah mereka berdua tinggal serumah, dan jawabannya lebih detail dari bayangannya. Mungkin pemuda itu memutuskan menjawab secara rinci agar Ran tidak banyak tanya lagi.

"Oke, udah sampai. Jangan kasih tahu Rachel kalau gue nganter lo ya," pinta Ken dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Ran mengangguk patah. Sedikit ragu. Kemudian mengucap terima kasih, lalu segera turun.

Gadis itu sedikit menunduk saat mengetuk kaca depan mobil. "Makasih ya, kak," ucapnya untuk kedua kali. Diangguki Ken dari dalam. Mobil itu kembali meluncur ke jalanan. Meninggalkan Ran yang berdiri menatap benda biru itu menjauh.

"Oi!"

Seseorang baru saja menepuk pundak Ran. Gadis itu reflek berbalik.

"Arga?"

"Tadi siapa? Kok manggilnya 'kak'? Lo punya kakak laki-laki? Atau jangan-jangan...." Arga memberi tatapan menyelidik pada gadis berambut hitam di depannya.

Ran memutar mata malas. "Lo lupa kalo itu mobil sepupunya Rachel yang suka nganter dia tiap pagi?"

Arga berpikir sebentar. Tak lama kemudian pemuda berambut lebat itu menjentikkan jarinya.

"Gue inget! Tapi...," Arga memasang wajah heran, "kenapa Rachel nggak ikut turun? Dia sakit?" tanya pemuda itu khawatir.

Ran menjitak kepala Arga. Membuat lelaki itu mengaduh kesakitan. Mengusap kepalanya sambil meringis menahan sakit.

Ran berjalan lebih dulu. Meninggalkan Arga yang masih berdiri di samping gerbang sekolah.

Arga segera menyusul Ran. Mencoba menyejajarkan langkahnya.

"Kasih tahu gue, Ran. Rachel sakit?" tanya Arga cemas.

Ran tersenyum tipis melihat kelakuan Arga. Ia senang melihat lelaki itu sangat peduli pada sang tokoh utama.

"Nggak, dia nggak sakit. Kemungkinan Rachel udah sampe di kelas dari tadi,"-wajah Ran seketika berubah kesal- "Nathan nurunin gue di jalan. Dan gue harus jalan jauh buat sampe ke sekolah. Untung kak Ken mau nganterin gue, kalo enggak, gue pasti udah dihukum sekarang," gerutu Ran kemudian.

"Nathan nurunin lo di jalan?!"

Ran mengangguk. Kini mereka berdua sudah sampai di depan pintu kelas. Bersamaan dengan Nathan yang juga baru saja masuk kedalam kelas.

Rachel tersenyum lebar mendapati ketiga kawannya datang bersamaan. Beranjak berdiri dari bangkunya.

"Gimana, lo tadi dijemput Nathan kan?" tanya Rachel berbarengan dengan Ran yang baru saja duduk di kursinya.

Ran tiba-tiba teringat pesan Ken saat di gerbang sekolah tadi. Entah apa yang membuatnya bohong hingga mempertaruhkan keburukan Nathan sebagai bukti nyata kalau dia bukan cowok baik untuk Rachel.

"I-Iya, tadi gue di anter sama Nathan."

Jawaban gadis itu membuat Arga dan Nathan terkejut.

Arga pikir, Ran akan mengatakan kalau Ken-lah yang sudah mengantarnya.

Sementara itu, Nathan mematung di kursinya. Ia tak habis pikir dengan jawaban Ran barusan. Bukankah sudah jelas, ia telah menurunkan Ran di tengah jalan. Tapi, mengapa Ran malah berbohong soal itu?

_●°●°●_

..To Be Continue..
.
.
(1455 kata)
#Ran

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro