Pengkhianat - @Zabilla
Pengkhianat by zabilla
1 Januari 2017
Aku melihatmu menatap langit malam yang berhiaskan kembang api cantik dengan mata berbinar. Kudengar suara permohonan di dalam hatimu yang sukses membuatku tertegun. Suaramu tidak hanya terdengar memohon, tetapi juga terdengar merintih.
"2017, jangan biarkan aku kehilangan siapa pun di tahun ini."
Ah, perihal itu. Aku sudah mendengar kabarmu yang kehilangan sosok tantemu oleh 2016. 2016 mengatakan bahwa kamu cukup sulit melupakan sosok tantemu yang begitu berperan penting dalam kehidupanmu.
2016 mengatakan kalau tangisanmu tidak bisa berhenti selama tiga hari karena terus-terusan mengingat sosok berharga itu. Dan, malam ini, aku melihatmu menatap langit malam dengan mata penuh pengharapan yang aku takut merusaknya.
Aku takut merusak harapanmu yang terlambung tinggi padaku. Aku tidak bisa berjanji apa pun padamu, dan aku takut itu akan menyakitimu.
20 Mei 2017
Aku sungguh-sungguh meminta maaf padamu. Di pagi hari tadi, kulihat wajah terkejutmu begitu mendengar kabar perihal pamanmu yang meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Kamu bahkan tak sempat mengucapkan kalimat yang seharusnya diucapkan kala mendengar kabar meninggal dunianya seseorang sesuai syariat agamamu pagi tadi.
Wajahmu terlihat tak berekspresi dan tatapanmu sangat kosong. Di perjalanan menuju sekolah untuk melaksakan ujian kenaikan kelas, tangisanmu tercipta dalam diam. Dan, aku, dengan pengecutnya, hanya melihatmu tanpa suara.
Maafkan aku. Sungguh, maafkan aku. Aku tak bisa mengabulkan harapanmu dan aku justru mengambil sosok penting dari hidupmu. Pamanmu yang sempat mencarimu sebelum jatuh koma, akhirnya dipanggil juga oleh Yang Maha Kuasa.
Sungguh, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti alur takdir yang diciptakan-Nya. Oleh karena itu, maafkan aku atas tangisan penuh kesedihanmu dari siang hingga malam setelah hari pemakaman pamanmu. Maafkan aku atas tangisan selama lima hari yang kamu ciptakan karena mengingat kenangan manismu bersama pamanmu.
Aku menyesal tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghalau kesedihan yang menghantuimu. Aku menyesal tidak dapat menyelamatkan nyawa pamanmu yang begitu penting dalam masa pertumbuhanmu dari bayi hingga remaja seperti sekarang.
Aku tahu beliau begitu penting untukmu, dan . . . aku justru merebutnya darimu.
4 September 2017
Maafkan aku. Lagi.
Aku benar-benar menyesal.
Kali ini, aku mengambil kakekmu. Aku tahu kamu masih belum begitu dekat dengan kakekmu, dan aku justru mengambil beliau sebelum kamu sempat menciptakan kenangan manis dengannya.
Aku minta maaf karena mengambil sosok yang penting bagimu lagi. Beliau orang yang begitu tegar dan kuat. Dan jika saja aku tidak mengambilnya, aku yakin, di lain kesempatan, saat tahun lain mengambilnya darimu, itu akan menciptakan luka yang sangat besar untukmu.
Maafkan keegoisanku yang mengambil beliau hanya karena aku tidak mau mendengar kabar kesedihanmu karena ditinggal olehnya. Aku berjanji padamu, ini yang terakhir kalinya.
Camkan janjiku itu di benakmu.
27 November 2017
Aku ingin memaki pada diriku sendiri. Aku ingin mengumpat tanpa henti. Aku kecewa besar pada diri sendiri. Aku begitu menyesal pada diriku yang hina ini.
Maafkan aku, janji yang kubuat sebelumnya justru kuingkari. Aku sudah berjanji dengan sepenuh hati bahwa kejadian sebelumnya adalah hal menyedihkan yang terjadi untuk terakhir kalinya. Namun, Dia tidak bisa membiarkanku bertidak sewenang-wenang atas takdir yang telah tercipta.
Aku tidak bisa mempermainkan takdir, mengubah jalannya, dan merusak masa depanmu. Aku takut jika aku melakukan itu, masa depanmu terancam. Jadi, biarkan kali ini kamu terluka untuk kesekian kalinya.
Meski aku tahu, dia yang kurenggut kali ini begitu berharga bagimu. Dia adalah sosok sahabat yang berperan penting dalam mengontrol kepribadianmu. Dialah yang membuatmu menjadi sosok yang sopan pada siapa pun, dia juga yang membuatmu menjadi sosok yang ramah dan menjadi enggan berkata pedas pada orang-orang.
Harusnya aku tidak membiarkan hal ini terjadi. Namun aku lagi-lagi tidak bisa melakukan apa pun. Bahkan saat kamu menangis selama seminggu karena mengingat sahabatmu, aku hanya mematung dalam keheningan. Saat kamu menangis beberapa kali tiap bulan, aku hanya diam tanpa suara.
Aku rasa, aku sudah cocok dicap sebagai pengkhianat yang mengkhianati dan mengingkari janjiku padamu. Aku egois. Aku tahu. Namun aku melakukan itu untuk menyelamatkan masa depanmu.
Aku sudah pernah mengatakan sebelumnya, bahwa aku takut kalau aku membiarkanmu menciptakan banyak kenangan manis dengan orang-orang penting di hidupmu. Aku tak mau jika tahun lain merebut orang-orang itu darimu, kamu mungkin tidak hanya sekadar menangis terus-terusan seperti sekarang. Namun bisa saja menjadi depresi dan kehilangan kontrol jiwa.
Biarkan aku menjadi sosok yang menciptakan luka paling lebar di hatimu. Itu adalah 'tanda' keegoisanku dalam melindungimu dari kesedihan berkepanjangan untuk kedepannya.
Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku.
Meski aku tahu kata maaf pun tak dapat menyembuhkan apa-apa. Meski aku tahu kata maaf pun tak dapat menarik tiga orang penting yang kurenggut kembali padamu. Meski aku tahu tetap saja aku menjadi seorang pengkhianat.
31 Desember 2017
Sebelum jam menunjuk pukul tengah malam, aku melihatmu berada di teras rumah dengan mata yang memandang pada langit malam. Kesedihan masih ada di hatimu karena mengingat tiga orang penting yang kurenggut tidak akan merasakan pergantian jabatan antara aku dan 2018.
Matamu kali ini sendu. Tidak berbinar seperti sebelumnya ketika kamu berharap padaku untuk tidak membuatmu kehilangan siapa pun di kehidupanmu; yang pada akhirnya, kuhancur-remukkan harapan itu.
"2017, kamu . . . ," suaramu terdengar ragu, dan aku mendengarnya dengan perasaan tak keruan. "Aku susah mendeskripsikannya. Hanya saja, kamu . . . terlalu banyak menciptakan luka. Itu semua keterlaluan."
Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membuatmu mengerti bahwa hal-hal jahat yang kulakukan padamu adalah hal-hal baik; yang memang susah untuk diterima. Aku biarkan kamu mengerti dengan sendirinya nantinya, karena aku tahu, kamu pasti bisa melihat hikmah baik di balik hal-hal buruk yang kamu alami.
Dan, untuk melindungimu dari hal-hal buruk lainnya. Kutatap kamu untuk terakhir kalinya, sebelum pergantian jabatanku akan disahkan dengan meriahnya kembang api tahun baru.
Kulengkungkan senyum terakhirku padamu, kemudian kutepuk pundak 2018. Kukatakan padanya, dengan nada serius yang tidak pernah kugunakan sebelumnya.
"2018, jangan sekali pun kamu sakiti dia. Kalau kamu menciptakan hujan di matanya; kamu sungguh-sungguh berhadapan dengan saya."
Kemudian, aku—si pengkhianat—menghilang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro