Pamit - Anonim
Masalahnya sederhana. Kami, para tahun, tak punya sistem komunikasi canggih seperti milik manusia. Alih-alih berkumpul bersama dan mendiskusikan alur hidupnya di sebuah ruang rapat besar, kami datang bergantian bak satpam perumahan. Sehingga tatkala petasan akhir Desember menandakan kedatangan 2018, aku hanya bisa menghela napas tanpa pernah punya kesempatan untuk pamit—dia sudah tidur jam delapan malam. Lagipula, memang sudah menjadi kodrat waktu untuk pergi dan berlalu begitu saja. Jadi, untuk menghabiskan menit-menit terakhirku, ada baiknya untuk mengenang kembali apa saja yang sudah dia lalui bersamaku.
Januari mengawali masa bertugasku dengan siulan angin yang amat tipis, nyaris tenggelam dengan sisa pesta perpisahan manusia untuk 2016. Saat aku menengok ke rumahnya, dia sedang menghapus beberapa baris kata dari entah apa yang sedang ia kerjakan. Yang jelas, kedatanganku tak pernah disambut dengan sukacita ataupun kembang api olehnya. Dia bahkan tak membuat resolusi apa pun. Katanya, tahun baru tak serta-merta mengubah segala sesuatu menjadi baru lagi—hidupnya akan tetap sama saja. Wah, benar-benar sulit dipercaya! Aku bahkan masih ingat bagaimana aroma kamarnya saat itu, penuh dengan... Tunggu. Kenapa aroma ini kembali memenuhi kamarnya, sih?
Pokoknya, begitulah caranya melalui waktu bersamaku. Sebagian besar waktunya habis untuk mencemaskan berbagai hal, sebagian yang lain dipakai untuk mempertanyakan berbagai hal—mengapa dia tak pernah merasa seceria dulu, misalnya. Rabu menjadi hari yang paling istimewa bagi kami, karena kami akan selalu menghabiskan satu sesi konseling seusai kelas. Ini mungkin agak kurang menyenangkan baginya, tapi aku bersyukur karena dia tetap datang sesuai jadwal. Aku sudah bisa melihat hari-hari positif di masa depan, di mana dia akan bisa hidup dengan kecemasannya dan mengurangi porsi menangis setiap minggunya. Aku juga berharap dia akan lebih melihat ke arahku, menikmati waktunya di 2017, daripada terus-terusan meraba 2050 atau marah-marah pada 1998.
Sungguh, dia hanya buang-buang tenaga melakukan itu. Kalau para tahun punya cara untuk berkomunikasi, tanpa diminta pun akan kusampaikan saran dari 2016 serta tahun-tahun sebelumku. Kalau kami bisa berkumpul di ruang rapat besar dan diperbolehkan Tuhan untuk memberikan bocoran, kami akan tunjukkan kalau hidupnya akan terus bergejolak dan dia akan tetap baik-baik saja. Oh, manusia ini hanya benar-benar kurang piknik!
Lagipula, dia punya teman-teman yang baik. Serius. Oktober kemarin, dia tak akan kekenyangan kue kalau pikirannya soal tak punya teman lagi terbukti benar. Laki-laki gondrong dari kelasnya tak akan melibatkannya dalam pembicaraan kalau dia benar-benar tak dianggap ada. Hari ini, 31 Desember 2017, tak akan ada yang mengirimkan pesan hangat kalau dia benar-benar tak menjalankan fungsi manusianya dengan baik.
Singkat cerita, aku bisa bilang dia sudah berusaha keras untuk bisa sampai hidup-hidup ke penghujung tahunku. Ada banyak sekali hal yang sudah dilaluinya. Aku tak punya cukup waktu untuk mengenangnya satu per satu. Yang jelas, semoga dia kembali berani untuk berharap dan lebih yakin lagi dalam meyakini kemungkinan-kemungkinan baik yang hadir mewarnai perjalanannya.
Sial. Aku benar-benar berada di ujung Desember dan harus pergi sekarang. Satu pesanku untuk 2018: selamat datang di dunianya!
yle='teԛ!j
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro