Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

✎៚┆Satu

Matahari nampak menyala terang pada langit biru cerah bulan Agustus. Hawa panas yang menyeruak dalam balik kimono, nyanyian burung yang begitu menentramkan, aroma lembut tanah basah, jangkrik dan capung.

Semua hal yang menyangkut musim panas adalah favoritnya.

Libur sekolah, festival kembang api, event-event sekolah, dan yang terpenting adalah,

Hari ini, dimana upacara janji sucinya akan dilaksanakan.

"Kau cocok mengenakan kimono itu." Itadori tersenyum cerah setelah sekian lama mematung menatap gadisnya. Terpesona. Kala atensinya menangkap visual malaikat berbalut kain kimono tradisional.

Begitu anggun. Dan, cantik, jelas!

Tersipu. Itadori menggaruk tengkuknya untuk beberapa saat. Bingung. Apa yang sebaiknya ia lakukan setelah ini?

Apa langsung cium saja?

Itadori menggeleng keras. Memejamkan mata. Merutuk. Bisa-bisanya. Lantas berusaha menampik jauh-jauh pikiran negatif yang tiba-tiba singgah di pikirannya.

"Yuji kun?"

Itadori terkesiap, melotot kala mendengar begitu lembut suara gadisnya memanggil, dengan surfiks '-kun' pula. Dan tentu saja suara itu berhasil merangsangnya penuh.

'Astaga! Akan kuterkam [name] malam ini.'

Itadori berbalik, membawa dirinya berlabuh jauh pada hangat mata sang gadis menatapnya. Seakan menyelami indahnya langit cerah Agustus dari pantulan lensa cantiknya.

Tersenyum.

Kemudian mengulurkan tangan, meminta sang gadis untuk berjalan bergandengan dengannya. Seperti masa pacaran dahulu, dimana mereka saling menyalurkan hangat lewat dekap dan genggaman tangan.

Tapi mungkin sekarang rasanya akan jauh berbeda.

Kembali tersenyum manis. Setelah dirinya merasakan hangat tangan sang gadis merangkul lengannya.

"Kau gugup?" sang gadis bertanya polos.

"Tentu saja! Aku--aku akan menjadi ayah," sebuah cubitan mendarat mulus pada pipinya, memerah, tapi kalah merah dengan rona tersipu di wajahnya.

"Jangan macam-macam." ancam sang gadis. Tekanan pada setiap katanya membuat Itadori berdesir, memalingkan muka, bertekad tak akan menggoda gadisnya lagi.

Pintu gereja terbuka perlahan, membiarkan cahaya terang mentari mengusap lembut wajahnya, menampilkan pula wajah-wajah antusias yang menanti kedatangan mereka.

"YUUJI!! [NAME]!!!"

Perhatian Itadori terpecah kala menatap kedua rekan setimnya sedang berdiri di samping altar. Mengenakan gaun putih dan Toxedo putih yang mereka sewa bersama pekan lalu.

Dengan senyum sumringah Itadori menyapa. Begitu pula kedua sahabatnya, tersenyum tak kalah cerah dari kurva di wajahnya.

Degup jantung sang gadis semakin tak karuan. Kala menatap Itadori berdiri menatapnya lembut, tersenyum tipis seraya menggenggam kedua tangannya.

Suara pendeta yang membacakan janji seakan tak ada apa-apanya dibanding desir pada hatinya, kalah kencang dari degup jantungnya.

Fushiguro menyadari [Name] tengah kacau dalam angannya, terlihat jelas dari raut muka bimbangnya, terbaca dari maniknya yang menatap kosong karpet merah. Aduh! padahal janji suci miliknya sudah dibacakan setengah.

Mulutnya terbuka tipis, berniat untuk berbisik memanggil namanya, berusaha menarik paksa gadis itu dari lamunannya.

Namun niatnya terurung.

Kala maniknya menatap tangan Itadori terangkat untuk mengusap lembut pipi gadisnya, tersenyum, dan mulai membisikkan sesuatu pada telinganya,

"Hei, jangan acuhkan aku sayang."

[Name] merona hebat dalam jarak yang begitu dekat antara dia dan Itadori. Semakin berdegup. Menyadari betapa sayang dan berharga Itadori dalam hidupnya.

"Apa kau bersedia [Fullname]?"

Hati berdesir. Menanti kata terakhir dari mulut gadisnya. Tanpa sadar Itadori berulang kali membisikkan kalimat "Iya bersedia" dalam hati kecilnya.

Waktu yang berjalan seakan menghujamnya dalam detik-detik yang tak kunjung berakhir. Menanti. Ia menanti jawaban hatinya.

"Ya, aku bersedia."

Hati Itadori seakan meledak mendengarnya, bahagia, melontarkan senyum cerah se cerah-cerahnya. Bahkan ia berani sombong jika senyumannya tak kalah cerah dengan mentari pagi ini.

"Silahkan berciuman." pendeta mundur beberapa langkah, mempersilahkan pangantin baru itu untuk mengambil hak mereka setelah janji suci dibacakan.

[Name] terkesiap, kemudian menatap cemas Itadori yang kegirangan. Menepuk jidat dalam angan, heran, mengapa Itadori bisa berubah dari pemuda dewasa menjadi pemuda kekanak-kanakan dalam waktu singkat.

Fushiguro diam-diam memungut kerikil di kakinya. Membidik. Sejenak. Lantas menyentil sekuat tenaga kerikil itu pada kepala Itadori.

Itadori mengaduh dalam diam.

Kemudian atensinya tertimbuk pada raut kesal gadis dihadapannya.

Menyadari sesuatu. Buru-buru saja ia menegakkan punggung, membuang jauh sifat kekanakannya barusan.

Kugisaki terkikik hebat di tempatnya. Kembang kempis menahan tawa, menyadari betapa bodoh rekannya pada hari sepenting ini.

Atensi [Name] teralihkan, kala diri merasakan tangan Itadori mengusap hangat pipinya, tersenyum sejenak dengan rona di pipinya sebelum akhirnya tangan itu beralih menarik tengkuknya.

Mendekatkan mereka.

Bibir tipis kemerahan mengunci manik [Name]. Dalam sepersekian detik Itadori mampu menyalurkan penuh rasa pada hatinya. Terpejam. Gadis itu ikut memejamkan mata.

Lembut bibir ranum Itadori terasa untuk detik berikutnya. Begitu menentramkan. Begitu nyaman. Seakan Itadori menyalurkan lebih besar rasa dari biasanya.

Menyatukan dahi, Itadori tak kuasa lagi menahan tangis bahagianya.

"Kau milikku, dari hari ini dan seterusnya. Tetaplah jadi gadisku," Itadori [Name]. "

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro