Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(6) 1. Jadi Orang Baik Memang Hal Baik 6

Tubuh Voni berasa nggak tau bentuk. Saat bangun, dia pegal-pegal. Oh, bukan cuma itu. Perutnya juga keroncongan.

"Ah."

Voni merintih seraya berguling di kasur. Turun dari tempat tidur dengan hati-hati, dia sampai berpegang pada dinding.

Kaki Voni rasanya gemetaran. Dia berusaha keluar dari kamar dengan sisa tenaga yang nggak seberapa.

Voni menuju dapur. Berniat untuk menemukan makanan secepat mungkin, dia nyaris terlonjak saat Ciko muncul mendadak tepat di depan mata.

"Kak Voni!"

Mata Voni terpejam. Dia memegang dada. Mengumpat dalam hati.

"Sudah bangun?"

Voni meringis. Ingin menjawab, tapi cowok yang baru berusia 19 tahun itu sudah keburu berlari ke arah dapur. Tepatnya menuju ruang makan dan berseru.

"Pa! Kak Voni sudah bangun!"

Nggak perlu ditebak, suasana langsung heboh. Bukan cuma suara Giri yang terdengar. Melainkan ada pula suara Jordi dan ....

Voni mengerutkan dahi. Mencoba menajamkan indra pendengarannya.

"Astaga. Mana? Mana kakak kamu itu, Ko?"

"Akhirnya bangun juga itu Voni. Aku baru saja mau panggil Tante Lani. Kirain dia pingsan atau sakit."

Ada suara tawa renyah terdengar di udara. Agaknya Voni nggak akan salah menebak.

"Dia capek, Di. Wajarlah kalau kesiangan."

Tuh kan. Itu pasti Ugo.

Voni sih nggak heran kalau pagi-pagi Ugo sudah ada di rumah. Di meja makan lagi. Dia bisa nebak. Pasti malam tadi Ugo nginap.

Berbicara soal nginap, Voni malah bertanya-tanya. Kok dia bisa bangun di tempat tidur ya?

Ehm kayaknya Voni sedikit mengalami amnesia. Dia cuma ingat dijemput Ugo. Terus mereka jalan. Udah itu, hitam. Ingatannya berhenti sampai di sana.

Sudahlah. Voni memutuskan untuk nggak berusaha mengingat. Melainkan dia mencoba untuk sampai di meja makan sebelum benar-benar jatuh lemas nggak bertenaga.

Adalah Giri yang pertama kali menyambut Voni. Dia menyodorkan segelas air hangat pada Voni.

"Makasih, Pa."

Voni menyambut gelas tersebut dan segera minum sementara Giri meraba dahinya. Memastikan kalau Voni nggak sakit.

Giri membuang napas lega. "Kamu sehat."

"Aku memang sehat, Pa," ujar Voni nggak enak. "Maaf karena buat Papa khawatir."

Nyatanya bukan cuma Giri yang khawatir. Melainkan Jordi dan Ciko pula. Jadi nggak heran sih kalau dari tadi Ciko tuh bolak-balik ngecek ke kamar Voni. Bahkan Jordi pun memang sudah siap-siap mau pergi ke rumah tetangga mereka—Lanita Afriyani. Dia itu bidan yang memang sering jadi tempat pertolongan pertama bagi keluarga Giri kalau sakit.

Untungnya semua kekhawatiran sudah lenyap. Saat Voni duduk bergabung di meja makan, mereka kompak merasa lega.

Jordi menghampiri Voni. Memberi sepiring nasi goreng tanpa lupa mengusap kepalanya. Dia bilang.

"Makan yang banyak."

Voni cuma angguk-angguk saja. Apalagi karena setelahnya Ciko ikut-ikutan ngasih dia segelas susu hangat.

"Biar nggak lemas, Kak."

"Ah," ringis Voni. "Makasih."

Voni memulai sarapannya dengan menyesap susu hangat buatan Ciko. Belum berniat untuk menyantap nasi goreng—yang pasti adalah masakan Jordi, dia memutuskan untuk makan sepotong pepaya terlebih dahulu. Kalau melihat dari potongannya sih dia nggak akan salah menebak. Pasti Giri yang menyiapkannya.

Lima menit berlalu. Beberapa kali kunyahan dan tegukan langsung memberikan dampak nyata pada Voni. Lihat saja. Wajahnya yang tadi kelihatan lesu sekarang sudah berubah lebih bercahaya.

Voni meraih sendok. Sekarang waktunya untuk menyantap nasi goreng masakan Jordi yang rasanya nggak pernah gagal. Heran, tapi sang kakak yang berpenampilan sangar itu akrab sekali dengan rempah dan alat-alat dapur.

Mata Voni memejam. Indra pencecapnya kegirangan karena rasa lezat. Dia bersenandung samar seraya mengunyah tanpa tau kalau sedari tadi dirinya jadi pusat perhatian semua orang.

Sekarang barulah Giri, Jordi, dan Ciko benar-benar merasa tenang. Sikap Voni menjadi bukti nyata kalau dia baik-baik saja. Akhirnya semua aktivitas sarapan pun berlanjut seperti sedia kala.

Pada saat itu Voni tersadar. Sendok berhenti di depan mulut dan dia melirik sekeliling. Merasa sedikit aneh, tapi semua orang tampak menikmati sarapan dengan gembira.

"Ehm."

Voni nggak sengaja lihat Ugo. Cowok itu kelihatan segar dengan rambut yang lembab. Tanda nyata kalau dia udah mandi dan kelihatannya nyaman dengan kaus Jordi yang sedikit kebesaran untuknya.

Ups! Voni cuma senyum salah tingkah. Beda sekali dengan dirinya yang bahkan nggak pake cuci muka dan langsung duduk di meja makan.

Bukan masalah malu sih. Ugo memang sering nginap dan kayaknya dia sudah lihat segala bentuk rupa Voni selama di rumah. Cuma masalahnya adalah Voni belum sempat mengucapkan makasih untuk jemputannya malam tadi. Kalau nggak ada Ugo, entah deh. Voni nggak tau harus balik gimana.

Kunyahan Voni melambat. Gara-gara itu dia jadi kepikiran lagi. Gimana ya dia bisa sampai di tempat tidur? Serius deh, tapi dia beneran nggak ingat apa-apa.

Ehm ... apa aku ketiduran ya?

Voni sendiri nggak yakin, tapi itu satu-satunya penyebab paling masuk akal. Bisa saja dia ketiduran dan ....

Tubuh Voni membeku. Jangan bilang kalau Ugo yang membawanya ke kamar.

Voni meneguk ludah dan kembali melihat Ugo. Cowok itu tampak santai saat melahap sepotong tahu isi dalam satu suapan.

Nggak mungkin kan?

Tentu saja jawabannya nggak. Voni nggak tau saja, tapi sungguh bukan Ugo yang mengangkatnya malam tadi ke tempat tidur. Melainkan Jordi.

Jadi rasanya nggak aneh kalau sekarang Jordi melihat Voni dengan penuh arti. Dia sempat khawatir dengan keadaan sang adik, tapi Voni menunjukkan tanda-tanda sehat.

"Ni."

Voni refleks beralih pada Jordi. Sang kakak menatapnya dengan sorot yang nggak dimengerti Voni.

"Gimana?" tanya Jordi dengan tatapan yang makin lekat. "Sudah segar lagi?"

Senyum mengembang di wajah Voni. Dia mengangguk. "Iya, Kak. Nasi goreng Kakak memang paling mantap."

Jordi nggak peduli dengan pujian Voni. Harusnya Voni sadar itu. Apalagi karena ekspresi Jordi pun pelan-pelan berubah.

Malam tadi Jordi pulang di waktu yang tepat. Pas banget ketika Ugo kebingungan dengan Voni yang tertidur di motor.

Nggak pake babibubebo. Jordi langsung mengangkat Voni pelan-pelan dan membawanya ke kamar. Setelah itu langsung dong dia nanya ke Ugo.

"Kok kamu yang antar Voni balik?"

"Terus harusnya siapa? Dia chat aku."

Gitu deh. Jadi wajar kan kalau sekarang kepala Jordi penuh dengan beragam tanda tanya? Kenapa Voni nggak balik bareng Ellys? Kenapa Voni mendadak lemburan dan nggak kabarin dia atau yang lainnya? Kenapa? Kenapa?

Jordi beneran nggak kebayang. Kalau Ugo nggak ada, terus gimana Voni balik? Naik ojol dan berakhir ketiduran di motor ojol? Kalau Voni diculik gimana?

Astaga. Jordi buru-buru menandaskan segelas air putih. Dia butuh sedikit kesejukan sebelum bertanya.

"Ngomong-ngomong kenapa malam tadi kamu balik diantar Ugo?"

Cuma satu pertanyaan, tapi percayalah. Pertanyaan itu sukses membuat Voni melepas sendok di tangan.

"Kakak."

"Kenapa kamu balik diantar Ugo?" ulang Jordi bertanya. "Kenapa nggak sama Ellys?"

O oh. Mampuslah Voni.

Please. Jangan sampe Kak Jordi nelepon Ellys. Please!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro