Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(37) 7. Ups! Tanda-Tanda! 3

Voni celingak-celinguk pas dengar riuh di depan. Ternyata berasal dari Jordi yang baru balik. Di belakangnya ada Gyo yang lagi tergelak sambil menepuk sang kakak. Entah deh apa yang baru saja mereka bicarakan.

Ehm. Kak Ugo nggak ikutan?

Sempat mikir kalau Jordi bakal ngumpul sama teman-temannya, ternyata nggak. Voni kirim pesan ke Ugo dan ternyata cowok itu malah belum balik kerja, lembur.

Voni mencibir melihat foto yang dikirim Ugo. Bisa-bisanya nyaris tengah malam gitu, eh dia malah pamer makan sate? Nggak termaafkan.

Kak Ugooo:
Lain kali deh aku ajak.
Satenya enak.

Voni:
Kalau gitu, kita kenalan ulang.
Halo, Kak 🤭
Nama aku Voni 🥰

Kak Ugooo:
Hahaha.
Tidur sana.
Sudah malam.

Kebetulan sih Voni udah nguap. Dia pun bersiap tidur setelah percakapan via pesan itu berakhir. Nggak melewatkan rutinitas perawatan wajah di malam hari, dia pun merebahkan tubuh beberapa saat kemudian. Mata terpejam dan ekspresi wajahnya terlihat tenang.

Voni kelihatan damai. Tidurnya nyenyak dan bangun dengan suasana hati yang bagus. Kayaknya istirahat yang cukup memang sangat diperlukan untuk menciptakan energi positif.

Sayangnya energi positif itu kayak kabur pas Voni sampe di GALAXY. Entah kenapa, tapi pas matanya ketemua sama Tora eh dia langsung buang napas.

"Udah datang, Ni?"

Voni ngangguk acuh nggak acuh. Dia langsung lewat aja dan menuju meja, duduk. Di luar perkiraannya, ternyata Tora nyusul.

Mata Voni terpejam dramatis. Dia lagi nggak mau ngomong sama Tora. Nggak tau deh. Cuma bawaannya kayak malas gitu.

"Kamu masih marah ya sama kejadian kemaren?"

Voni melirik. "Nggak tau."

"Astaga."

Bola mata Tora berputar malas. Dia buang napas dan buru-buru duduk di sebelah Voni.

"Mau sampe kapan kamu marah gini? Ya ampun, Ni. Cuma perkara naik ojol aja bisa buat kamu begini? Ck. Childish banget sih."

"Childish?"

Satu kata itu mengalun penuh irama dari bibir Voni. Matanya membesar dan melihat Tora nggak percaya.

"Bisa-bisanya kamu ngomong aku childish? Kamu tinggalin aku gitu aja di parkiran, Tor. Kamu pergi aja kayak nggak peduli. Bahkan kamu nggak ada nanya kabar aku gimana. Aku udah sampe atau belum, kamu nggak tanyain."

"Cuma perkara begitu saja? Kamu udah gede, Ni. Ya harusnya kamu bisa jaga diri."

"Seenggaknya kamu kan bisa tanyain keadaan aku, Tor. Kalau kamu beneran sayang aku, seharusnya kamu kepikiran. Apa aku beneran udah sampe rumah atau paling nggak nih. Apa aku udah dapat ojol? Kenyataannya nggak."

Kalau diingat-ingat lagi, kok rasanya agak nyelekit gitu ya? Bukannya apa, tapi lagi-lagi pesan dan omongan Ugo mutar-mutar di kepala.

"Kamu nggak ada peduli-pedulinya sama aku sementara orang lain lebih khawatir sama keadaan aku."

"Ni, aku bukannya nggak peduli. Kamu kan tau aku buru-buru mau ngajar jam tujuh."

"Habis itu? Bahkan sampe besok paginya pun kamu nggak ada nanyain, Tor. Apa kamu nggak kepikiran kalau bisa saja aku kenapa-napa di jalan?"

Tora gelagapan dengan tudingan Voni. Dikit banyak buat dia merasa aneh juga sih.

"Kamu kenapa sih, Ni? Cuma perkara begini saja bisa sampe panjang."

Voni mengusap kasar wajah. Sejujurnya dia pun bingung. Nggak tau kenapa sih perkara ditinggal di parkiran buat dia begini?

"Aku merasa mungkin kamu sebenarnya nggak sayang sama aku."

Bukan cuma Tora yang syok, melainkan Voni pun tertegun dengan apa yang diucapkannya. Sampe-sampe dia nanya ke diri sendiri.

Astaga. Aku ngomong apa?

Lidah Voni kayak gerak sendiri. Seolah dia punya otak dan pemikiran sendiri.

"S-serius kamu ngomong begitu, Ni?" tanya Tora nggak percaya. "Kamu meragukan perasaan aku setelah dua tahun kita pacaran?"

Voni narik napas dalam-dalam. "Udah, Tor. Kita nggak usah ngomong ini lagi. Aku mau siap-siap ngajar bentar lagi."

Tuntas ngomong gitu, Voni langsung mengambil modul. Dia bangkit dan meninggalkan ruang guru walau sebenarnya masih ada 15 menit lagi sebelum kelas pertama dimulai.

Tora ditinggal lagi. Ini udah kejadian untuk yang kedua kali. Jadi buat dia makin bertanya-tanya.

"Kenapa sih sama Voni? Nggak biasanya dia gini. Lagian ini bukan pertama kalinya aku tinggalin dia buat naik ojol."

Keanehan itu sampe buat Tora menggaruk kepala sekilas. Wajahnya kelihat kusut. Bukannya apa, tapi Voni nggak pernah ngambek selama ini. Apalagi kalau dia ingat perkara kopi kemaren.

Biasanya dia selalu luluh kalau aku bujuk, tapi kok sekarang malah gini?

Ribut dan ngambek selama pacaran memang hal lumrah. Sebenarnya Voni juga sering kok kayak merajuk gitu. Cuma biasanya dia bakal baikan lagi setelah dibujuk. Lah ini? Abis dibujuk bukannya baikan, eh sebaliknya.

Dia malah ngegas.

Situasi itu benar-benar nggak menguntungkan buat Tora. Voni yang ngambek buat dia pusing. Semua rencana dan jadwalnya terancam berantakan.

Tora melihat kalender duduk di meja Voni. Dia ada acara Sabtu besok. Seharian lagi. Cuma gimana dia bakal gabung kalau Voni masih ngambek gini?

Ah! Pesta kemaren aku udah nggak ikut. Masa acara Sabtu besok juga nggak?

Sementara Tora hal itu, Voni lain lagi. Dia yang mulanya berencana buat langsung ke kelas jadi putar haluan.

Nggak tau kenapa, tapi dada Voni berasa rada panas. Nggak nyaman gitu. Dia butuh segelas air dan menenangkan diri sejenak.

Voni duduk di pantri. Gelas telah kosong dan perasaannya sedikit lebih tenang. Cuma bukan berarti semua sudah hilang gitu saja dari pikiran.

Bisa-bisanya, Tor. Cowok lain aja lebih peduli sama aku.

Anehnya, satu pemikiran itu bisa banget buat narik pemikiran-pemikiran lain. Sumpah loh. Voni nggak niat sama sekali, tapi namanya manusia kan? Ada sifat alamiah yang nggak bisa disingkirkan.

Oh, Voni nggak bakal bandingkan Tora sama keluarganya. Itu jelas beda jauh dan terkesan rancu. Cuma tetap aja ada hal-hal lain yang langsung muncul buat unjuk gigi. Sekadar membandingkan bahwa seharusnya Tora itu bisa bersikap peduli.

Aku seharian bantu acara arisan keluarganya, tapi dia nggak ada sekadar nanya aku capek atau nggak. Sementara Ellys?

Datang-datang ke rumah, Ellys langsung buatin Voni sarapan. Apa pun yang dia mau, dibuatin nggak pake babibubebo.

Bukan cuma Ellys. Bahkan Ugo yang dulu sempat Voni pikir dingin justru bisa bersikap hangat.

Kak Ugo aja balas nanya keadaan aku walau chat-nya udah telat banget. Sementara kamu, Tor?

Voni buang napas panjang. Dia ambil ponsel sekadar untuk buat status Whatsapp. Satu emoticon muncul demi menggambarkan perasaannya kala itu.

Ponsel mendarat di meja. Voni kembali ngisi gelas dan pas dia balik, ada dua pesan yang masuk. Ada dua cowok yang membalas statusnya. Sesuatu yang nggak dia duga.

Sayang Toraaa:
Udah, Ni.
Jangan ngambek lagi.
Aku minta maaf.

Voni nahan napas di dada. Dia keluar dari percakapan Tora tanpa membalas sama sekali.

Kak Ugooo:
Jangan bilang lagi bad mood gara-gara nggak dapat sate.

Sate? Astaga. Bisa-bisanya Ugo bahas sate. Juga bisa-bisanya Voni refleks tertawa samar karenanya.

Voni:
Memang.
Aku bad mood gara-gara nggak dapat sate.

Kak Ugooo:
Hahaha.
Ya sudah.
Tahan-tahanin saja bad mood-nya.
Sabtu besok makan es krim yang banyak biar nggak bad mood lagi.

Voni:
Aaah!
Nggak sabar!
🥺

Ingat soal es krim itu, duh! Buat Voni jadi nggak sabar. Bayang menyenangkan mutar-mutar di kepala. Tanpa sadar buat dia senyum-senyum.

"Astaga, Ni!" ujar Voni seraya menepuk dahi dan bangkit. "Ngajar. Sekarang waktunya buat ngajar. Bukan malah mikirin es krim."

Sayangnya cuma es krim mungkin yang secara tanpa sadar jadi pembangkit semangat Voni. Ditambah Sabtu besok adalah waktu berkumpul yang udah lama nggak dia nikmati. Jadi kebayang dong gimana senangnya dia?

Pas Jumat datang, semangat Voni semakin menggebu-gebu. Dia senang banget. Saking senangnya jadi buat dia bersenandung gitu pas beres-beres.

Jam lima lewat sepuluh menit. Ojol udah nunggu di depan. Voni udah siap-siap buat balik, tapi satu pemandangan buat langkahnya terhenti.

Tora duduk di meja dengan wajah tertekuk. Agak kusut gitu. Kayak dia lagi punya banyak masalah.

Voni tertegun. Melihat Tora gitu buat rasa kasihannya muncul. Terus dia ingat deh kalau sudah beberapa hari ini sikapnya ke Tora bisa dibilang cuek gitu.

Aku memang kesal sih, tapi—

Lihat Tora gitu buat Voni merasa nggak enak. Apa ini rasa bersalah? Apa mungkin dia udah keterlaluan?

Voni narik napas. Mereka udah pada dewasa dan seharusnya nggak begini kalau ada masalah. Benar kan?

Sepertinya Voni punya ide. Dia capek juga sih lama-lama ngambek gini. Jadi dia putuskan buat menghampiri Tora, alih-alih langsung pulang. Ojolnya bisa nunggu bentar.

"Tora."

Tora yang kelihatan banget lagi memikirkan sesuatu kala itu refleks berpaling. "Apa?"

Suara dan wajah mengindikasikan dengan jelas kalau Tora lagi dalam suasana hati yang buruk. Dia beneran kelihatan lagi suntuk.

"Sabtu besok kamu ada acara?"

Bola mata Tora membesar. Suntuk terjeda dan sesuatu berpijar di dalam kepala. Sesuatu yang berkaitan dengan kebiasaan dan pemikiran positif—nggak tau diri.

Voni pasti tau kalau aku biasanya ada acara di hari Sabtu. Apa mungkin dia mau ngisi kelas aku biar aku bisa weekend?

Kayaknya masuk akal. Apa lagi karena sejurus kemudian Voni ngomong gini.

"Aku minta maaf. Mungkin sifat aku belakangan ini agak keterlaluan."

Lampu pijar di benak Tora makin terang benderang. Entah deh itu lampu berapa watt. Yang pasti sangat menyilaukan.

Wajah suntuk Tora berangsur menghilang. "Oh, nggak jadi masalah."

"Aku minta maaf dan sebagai permintaan maaf aku, Sabtu ini mungkin kamu mau jalan?"

Senyum Tora mekar seketika. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kayaknya dugaan Tora memang benar. Jadi dia langsung ngangguk nggak pake basa-basi lagi.

"Iya. Rencananya memang gitu. Kebetulan banget."

"Jam tiga sore, Tor."

Tora mengerjap. "J-jam tiga sore?"

"Iya. Di D'Ingin. Kamu tau kan tempatnya?" tanya Voni langsung. "Aku kepikiran mungkin kita bisa jalan. Sekalian ..."

Voni gigit bibir bawanya sekilas. Dia narik napas dalam-dalam dan mengumpulkan semua keberanian. Harapannya udah berkumpul. Semoga saja dari ribut kemaren dan maaf-maafan sekarang bisa jadi titik balik hubungan mereka. Masuk akal kan?

"... aku mau kenalin kamu sama keluarga aku."

Sial!

Senyum senang di wajah Tora langsung membeku. Dia baru sadar. Voni bukannya mau nawarin jasa gratis ngisi kelas dia, melainkan sebaliknya.

Voni memang pengen Tora bisa menikmati akhir pekan. Cuma bukan seperti yang dipikirkan Tora.

Ya ampun. Bisa-bisanya dia mau ngajak aku weekend sama keluarga dia?

"Gimana? Kamu mau kan?"

Tora membuang napas dan mata terpejam dramatis. Satu tangan naik demi memijat pangkal hidung.

"Sabtu besok aku ngajar, Ni."

Gila saja! Tora nggak mungkin mau gabung ber-weekend ria sama keluarga Voni.

"Ini jam tiga, Tor. Kelas kamu pagi."

Tora menggeleng. "Kayaknya nggak bisa deh. Aku pasti capek habis ngajar."

Boro-boro berharap Voni ngisi kelasnya Sabtu besok, eh Tora malah mendapati kenyataan paling nggak enak. Ketemu sama keluarga Voni? Yang benar saja.

"Segitunya, Tor?"

Voni tertegun. Sekelumit harapan yang sempat tumbuh sontak gugur.

"Kamu pikir pas aku ngisi kelas kamu Sabtu kemaren dan langsung belanja buah, itu nggak capek? Belum lagi pas aku bantu-bantu di rumah kamu, kamu pikir itu nggak capek?"

Bola mata Tora membesar. "Loh kok kamu malah ungkit-ungkit soal itu? Kamu nggak ikhlas atau gimana?"

Voni memejam sejenak. Dia nggak bisa lanjutkan pembicaraan itu. Sinyal nggak enak udah kecium ke mana-mana. Apalagi saat itu posisi mereka lagi di ruang guru.

Denting halus terdengar. Voni langsung buka ponsel.

Driver:
Mbak, maaf.
Masih lama ya?

Voni:
Maaf, Mas.
Bentar lagi saya keluar.

"Udahlah," desah Voni seraya tersenyum penuh arti. "Percuma banget aku berharap kamu mau ketemu sama keluarga aku. Mau sampe kapan, Tor?"

Tora udah buka mulut, tapi Voni keburu beranjak dari sana. Dia pergi gitu saja dan meninggalkan Tora yang kembali suntuk.

"Ah! Kenapa sih Voni? Buat bete aja!"

Gitu juga dengan Voni. Dia sempat mikir kalau Tora muuungkin saja akan memanfaatkan itu sebagai peluang. Kesempatan berharga buat memperbaiki hubungan, berkenalan dengan keluarga, dan meyakinkan Voni akan perasaannya.

Sayangnya Voni kecele. Bukannya keadaan membaik, sekarang malah semakin menjadi-jadi.

Voni menggigit bibir bawah. Sepanjang perjalanan pulang, perasaannya benar-benar nggak nyaman.

Pada saat itu, nggak tau deh apa yang ada di pikiran Voni. Kayak kosong dan tangannya bergerak sendiri. Dia ambil ponsel dan ngetik pesan.

Voni:
Kak 😭

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro