(19) 4. Pelan-Pelan Saja. Biar Kerasa dan Berbekas 3
Kadang sih Voni benar-benar nggak habis pikir. Kok bisa sih Ellys segitunya sama Tora? Kayaknya di mata Ellys, Tora tuh bermasalah banget. Bahkan dia bernapas aja mungkin sudah bisa buat Ellys murka.
"Kamu kenapa sih gitu banget sama Tora? Perasaan bawaannya pengen nelan dia bulat-bulat aja."
"Kalau bisa," delik Ellys seraya melanjutkan sarapan. "Aku pasti dengan senang hati nelan dia bulat-bulat."
Tuh kan. Ellys nyolot lagi. Buat Voni ketar-ketir saja.
"Cuma, Ni."
Ellys menaruh sendok. Kali ini fokusnya pindah pada emping. Penganan renyah yang terbuat dari biji melinjo itu memang kesukaannya. Mungkin karena itulah kenapa dia punya cara tersendiri untuk menikmatinya.
Pertama, Ellys bakal mencelup emping di kuah soto. Nggak terlalu lama, tapi nggak juga sebentar. Pokoknya sampai si emping itu melunak dan kriuknya sedikit hilang. Baru deh dia makan.
"Aku masih nggak habis pikir. Kenapa sih kamu mau sama si Tora? Di mata aku, dia itu nggak ada bagus-bagusnya sama sekali."
Voni mengunyah dengan penuh irama. "Dia cakep."
"Astaga. Seiring berkembangnya zaman, cowok cakep makin banyak. Percaya deh. Bahkan kang cilok pun banyak yang cakep."
"Dia pintar."
"Pintar apa?" balas Ellys serta merta. "Pintar memanfaatkan keadaan?"
Voni melongo. "Eh?"
"Dengar, Ni. Memangnya kamu nggak berasa lagi dimanfaatin sama Tora ya?"
Alarm peringatan Voni nyala. Kayaknya kalau pembincangan itu dilanjutkan akan membahayakan keselamatan semesta alam.
"Udah deh. Mending kita bahas yang lain aja."
Ellys tertegun. Ucapan Voni buat dia nggak berkutik. Rasanya jadi buat capek sendiri. Kalau itu tentang Tora, ampun deh. Voni pasti belain setengah mati.
Mungkin saran Voni memang adalah pilihan bagus. Lebih baik mereka bahas yang lain saja.
Ellys lanjut menikmati soto. "Gimana kabar keluarga kamu? Pada sehat kan?"
"Sehat dan kamu ditanyain terus gara-gara udah lama nggak ke rumah."
Senyum Ellys timbul. Ia seruput kuah soto dan rasa rempah membanjiri lidah.
"Apalagi Kak Jordi ..."
"Hukkk!"
"... deh. Sampai kapan itu dia kayak menunjukkan tanda-tanda lebih suka punya adek kayak kamu timbang aku."
Ellys buru-buru menyambar gelas dan meneguk air putih secepat mungkin. Aduh! Rasa pedas tersangkut di kerongkongan sehingga membuat matanya memanas.
"Terus si Ciko juga nanyain kamu. Katanya kangen sama suara cempreng kamu."
Wajah Ellys berubah. "Kayaknya aku berubah pikiran. Nanti kalau kita ke Puncak, nggak usah ajak Ciko."
Voni tertawa. Dia senang sekali kalau itu berkaitan soal Ellys dan Ciko. Mereka persis kayak anjing dan kucing. Sering berantem manja gitu.
Ah, Voni benar-benar kangen suasana itu. Rasanya sungguh menyenangkan. Mau nggak mau menyadarkannya kalau sebulanan ini dia persis kayak dibilang Ugo.
Lemas. Nggak mood. Suntuk.
Tawa Voni terjeda. Ellys mengerutkan dahi dan bertanya tatkala ada perubahan di wajahnya.
"Kenapa?"
"Eh?" Voni mengerjap. "Nggak apa-apa. Cuma kepikiran sesuatu. Ehm nggak penting sih. Ayo!" ujarnya seraya melirik mangkuk soto Ellys. "Habisin. Keburu dingin."
Ellys nggak menolak. Dia malah mengangguk dengan suka hati. Jelas, menghabiskan makanan adalah hal yang paling ia sukai.
*
"Ya, tapi sebenarnya aku masih nggak percaya aja sih. Selama itu buat kamu samperin aku. Saking lamanya aku pikir kita udah nggak bakal temenan lagi. Malah tadi aku nggak ngira kalau kamu bakal datang."
Di akhir episode 10 drama Through The Darkness, Ellys nggak bisa nahan rasa penasaran yang sebenarnya pengen dia tanyakan dari tadi. Untung deh. Kim Nam Gil yang kecelakaan memberinya jeda buat bertanya.
Ellys berguling di kasur seraya memeluk guling dengan penuh kasih, layaknya sang pujaan hati. Dengan mulut yang mengunyah emping, dia juga sempat bertanya-tanya. Seberapa banyak sih Voni bawa camilan itu? Kok dari tadi nggak habis-habis?
"Jawaban jujur atau bohong?"
Guling di pelukan Ellys melayang. Matanya mendelik dan Voni terkikik.
"Sebenarnya dari kapan hari aku sudah mau samperin, cuma aku bener-bener merasa bersalah."
Voni menceritakan niatnya yang mau reservasi villa. Nggak lupa tuh dengan semboyan andalannya.
"Kita sehati banget ya?"
"Terus?" tanya Ellys penasaran. "Kenapa nggak jadi?"
"Duit aku belum dibalikin sama Anna. Kemaren itu dia janji mau balikin semua utang dia pas gajian ini. Cuma ya gimana? Gaji kami juga nggak sebesar utang dia."
Ellys kembali mengambil emping dan nggak masalah sama sekali buat menikmatinya tanpa kuah soto seperti kesukaannya.
"Kan dia sendiri yang janji. Seharusnya dia nggak janji gitu. Toh dia tau berapa gaji dia."
Bener sih.
"Memang dia yang blunder."
Voni cuma angguk-angguk kepala. "Jadi gitu deh. Karena gagal reservasi, aku jadi maju mundur nggak cantik-cantik buat samperin kamu."
"Terus? Kenapa jadi?"
"Ehm," deham Voni tak yakin. "Anggap saja mata batin aku sudah kebuka."
Guling Ellys kembali melayang. Bedanya kali ini ia pun tergelak bersama Voni.
"Eh, tapi aku serius deh, Von. Kamu jangan mudah banget kasih pinjam duit ke orang. Nggak semua orang bisa dikasih kebaikan hati."
Voni membuka mulut. Mungkin ingin membantah, membela diri, atau mengatakan hal lain. Sayangnya, Ellys keburu bangkit dan lanjut bicara.
"Aku ya. Sebagai anak dari yang punya toko karpet di Tanah Abang, tau banyak sifat orang. Dari yang muter-muter Playstore demi dapatin aplikasi yang biaya transfernya cuma 2.500 rupiah. Terus ada orang yang belanja jutaan, tapi justru minta duit lima ribu ke Mama buat upah orang angkat karpet sampe ke parkiran. Terus belum lagi ada orang yang mondar-mandir lihat stok, eh taunya cuma mau beli karpet rasfur. Asli deh. Aku jadi tau banyak sifat orang gara-gara sering nemenin Mama dan Papa di toko."
Udah deh. Kalau kayak gini mungkin Om Nam Gil harus pasrah terjebak di jurang selama beberapa jam ke depan. Ini ceritanya Voni pasti kena ceramah lebih dari tujuh menit.
"Aku tau kamu tuh baik, soalnya aku juga males temenan sama orang nggak baik. Cuma kayaknya kamu harus tegas dan tega untuk sewaktu-waktu."
Ellys diam sejenak. Dia pandangi Voni dan menunggu responnya. Seperti yang ditebak, ekspresi cewek itu nggak seperti yang diharapkan.
"Nggak semua orang itu baik kayak aku dan kamu. Nggak semua orang bisa dibaikin. Kadang loh. Banyak banget orang yang dibaikin dan justru ngelunjak. You know ngelunjak? Ngelunjak is nggak tau diri. Kurang ajar."
Voni nggak mau Ellys lama-lama ceramah. Kasihan sama Om Nam Gil di jurang. Jadi dia buru-buru mengangguk.
"Iya iya iya. Kamu tenang aja. Aku nggak gitu kok."
Kayak Ellys percaya saja. Cuma ya sudah deh. Ini hari pertama mereka baikan lagi, jadi Ellys bakal kasih sedikit kelonggaran.
"Ngomong-ngomong ..."
Ellys melirik langit gelap di luar sana. Kayaknya sih bakal hujan lagi.
"... malam ini nginap gimana?"
Nah! Kalau topiknya ini, Voni nggak keberatan sama sekali. Dia buru-buru mengangguk cepat. Ah, juga langsung mengambil ponsel.
"Aku bilang ke orang rumah dulu."
Voni:
Pa, aku nggak pulang.
Malam ini nginap di rumah Ellys.
Voni:
Kak, aku nggak pulang.
Malam ini nginap di rumah Ellys.
Voni:
Dek, Kakak nggak pulang.
Malam ini nginap di rumah Ellys.
Ellys tergelak melihat pesan yang Voni kirim pada keluarganya. Sementara Voni cuma cengar-cengir saja.
"Biar semua orang tau."
Voni keluar dari kolom percakapan Ciko, tapi masih berada di aplikasi Whatsapp. Jadi nggak heran kalau mata Ellys langsung tertarik sama nama kontak tepat di bawah Papaaa.
"Kak Ugooo?" tanya Ellys seraya melirik langsung pada jam terakhir yang tertera di sana. "Wah! Kamu rajin juga chat sama Kak Ugo sampe semalam itu."
Komentar Ellys membuat Voni ingin menjelaskan. Sedikit banyak kedatangannya pagi itu ya karena Ugo, tapi Ellys keburu melihat kontak lainnya di bawah nama Ugo.
"Tora?"
Wah! Auranya nggak enak nih.
Ellys tersentil. Sekelumit pesan yang tampak di sana membuatnya mengerutkan dahi dengan rasa curiga.
"Sama ajak teman-teman aku juga?"
Nggak perlu ditanya. Ellys langsung buka pesan itu dan Voni nggak bisa mencegah sedikit pun. Bukannya apa. Voni khawatir mereka bakal ribut lagi kalau dia melarang Ellys.
Cuma masalahnya sekarang Voni jadi bertanya-tanya. Apa mungkin pilihannya tetap keliru? Soalnya mau Ellys baca atau nggak, mereka memang bakal tetap berpotensi ribut.
"Ya ampun."
Ellys syok. Dia sampe nggak bisa ngomong untuk beberapa detik. Mulutnya sih nganga, tapi lidahnya kayak kelu gitu. Dia cuma bisa natap Voni dengan tatapan terguncang.
"Serius, Ni? Cowok model begini yang kamu bilang cakep dan pintar?"
Kali ini Voni yang terdiam. Dia nggak bisa jawab pertanyaan Ellys. Apalagi ketika todongan selanjutnya muncul.
"Dia mau pake reservasi liburan kita buat ngajak teman-temannya liburan? Apa itu masuk akal?"
Masuk akal atau nggak, bukan itu yang penting. Melainkan kesimpulan Ellys sedetik kemudian yang benar-benar membuat Voni bergeming.
"Tora ini bentuk nyata dari ngelunjak."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro