Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Two

"Yuzuru ingin menculikmu."

"Aku sering melihat dia membawa seorang gadis ke rumahnya."

"Gadis yang ia bawa tidak akan pernah pulang dengan selamat."

"Aku yakin dia menjual gadis itu ke pasar gelap."

Kata-kata Norie masih saja terngiang-ngiang di telingaku. Dua Minggu lamanya aku tinggal di Mikatsu dan tidak ada hal aneh yang terjadi padaku.

Aku meragukan perkataan Norie.

Yuzuru sering bersikap manis padaku. Dia sering menawariku untuk pergi ke kantin bersama ataupun membawakanku makan siang saat aku tidak sempat mengerjakan PR.

Kurasa Yuzuru adalah orang yang baik. Mengapa Norie berpikiran jahat seperti itu kepada Yuzuru?

Yah, walaupun lelaki itu agak sedikit menyebalkan.

"Kau lupa mengerjakan PR Matematika lagi?" Yuzuru meletakan sepotong sandwich di atas mejaku, "Dasar pemalas."

Aku hanya diam, fokus pada buku PR Naomi yang tengah kucontek ini.

"Kau memang tidak disiplin." Yuzuru berdecak kesal, "Sia-sia aku memasukan siswi pemalas sepertimu ke sekolah ini."

Lagi-lagi aku tidak menghiraukan perkataannya. Dia pasti akan berceramah serta mengeluarkan sabda-sabda anak teladan. Aku sudah kenyang mendengar ceramahnya.

"V sama dengan S per T." gumamku mencoba menulikan telingaku terhadap kultum Yuzuru.

"Aya, jangan acuhkan aku! Kau ini benar-benar ..."

Dan Yuzuru kembali mengoceh tidak jelas serta mengataiku pemalas berulang kali. Cih, bawel sekali dia. Aku yang tidak mengerjakan PR, mengapa dia yang repot?

Kurasa dia lebih pantas menyandang status ibu ketimbang ayah. Ibu Yuzuru. Sangat cocok, bukan?

"Makan sandwichmu! Tanganmu tidak pegal menulis selama satu jam begitu?" Yuzuru melemparkan sandwich ke depan pulpenku. Aku mendengus, kuletakan pulpenku di atas meja lalu mengambil sepotong sandwich itu tanpa berucap.

Aku membuka bungkus plastiknya, melemparkan sampah itu ke wajah Yuzuru.

Pluk

Eh, tepat sasaran. Mampus kau Ayana. Seberusaha mungkin aku mempertahankan wajah datarku sembari menyantap sandwich. Sialnya, Yuzuru melempar plastik itu saat aku tengah membuka mulutku. Alhasil, plastik itu mendarat ke dalam mulutku.

"Blweh!" Aku memuntahkan sampah plastik itu. Benar-benar menjijikkan! Bagaimana bisa lemparannya tepat begitu?!

"Hahaha!" Yuzuru tertawa bahagia melihat penderitaanku, "Makan tuh karma."

Aku mendengus sebal, "Nggak adil."

"Kau yang nggak adil. Sudah berbaik hati aku membawakan cemilan makan siangmu tapi kau malah mendiamkanku begitu." Yuzuru berdecak pinggang, "Dasar tidak tau terimakasih."

Aku merasa deja vu mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Yuzuru. Bodo amat, memangnya aku peduli? Toh, bukan aku yang menyuruhnya untuk mengambil jatah makan siangku.

Yuzuru menyentil bibirku, "Jangan sok bisu."

"Aw!" Aku meringis. Sungguh, itu sakit. Apalagi tenaganya itu tenaga laki-laki, ugh ... bisa pecah bibirku.

Spontan tanganku memegang bibirku, perih. Kurasakan cairan hangat mengalir dari bibirku. Aku sempat mengira itu adalah air liur. Bukan, bukan air liur. Warnanya merah pekat, apa ini adalah ...

"AYA! BIBIRMU BERDARAH!"

•••
 
Setelah insiden itu, aku menjadi enggan bertatap muka dengan Yuzuru. Kurasa aku mulai meyakini argumen Norie pasal lelaki itu. Norie juga semakin mempengaruhiku agar tidak dekat-dekat dengan Yuzuru lagi, ah bukan, menjauhi Yuzuru lebih tepatnya.

Hampir tiga hari lebih aku mengacuhkan keberadaan Yuzuru. Tiga hari pula Yuzuru bersikap sangat manis kepadaku. Sangat-sangat manis hingga timbul rasa curiga dibenak ku.

Dia bahkan tidak marah ketika aku menamparnya di depan umum dua hari yang lalu. Aku juga memakinya ketika ia tak sengaja menubruk semangkuk mie kuahku di kantin kemarin.

Mungkin kalian akan menganggapku keterlaluan karena Yuzuru-lah yang membuatku bisa bersekolah di sekolah gratis itu. Tapi tetap saja, sikap manisnya membuatku muak! Dia juga sering menawariku untuk berkunjung ke rumahnya sebagai permintaan maaf.

Aku benar-benar her—

Bruk!

Hey, siapa yang meletakan tiang disini? Mengganggu saja!

Aku meringis sembari mengusap-usap jidatku, sakit. Akhir-akhir ini aku seringkali kena sial. Apa ini gara-gara aku tidak sengaja menginjak ekor anjing yang tiduran di jalanan?

Ah, tidak mungkin. Mana ada anjing pembawa sial. Ada-ada saja aku ini.

Sekarang aku tengah berjalan ke minimarket, aku ingin membantu Bibi Li memasak hari ini. Tapi sayang sekali Bibi Li lupa membeli garam, jadi aku yang harus turun tangan membelinya.

Karena sibuk melamun, aku menyadari bahwa aku baru berjalan dua meter dari rumah. Bahkan siput yang sempat kulihat berjalan dari rumah kini sudah berada di sebelahku. Apa aku selamban itu?

Merasa memakan banyak waktu, aku memutuskan untuk berlari. Ada jalan pintas untuk menuju minimarket, berjalan melewati gang sempit yang sepi. Banyak orang bilang gang itu angker, ada juga yang bilang gang itu menjadi markas para preman desa.

Persetan! Bibi Li pasti tengah menungguku sekarang. Aku mempercepat laju lariku ketika aku masuk ke dalam gang itu.

Seperti kata netizen, gang ini memang sepi. Aku melihat dua orang preman bersiap menghadangku di depan sana. Sial, bagaimana ini? Preman-preman itu malah berjalan mendekat kearahku.

Aku mengerem langkahku. Memutar balik tubuhku lalu berlari dari preman-preman itu. Astaga, preman-preman itu benar-benar mengejarku! Bahkan laju larinya lebih cepat dariku.

Salah satu dari preman itu berhasil mencekal tangan kiriku. Aku memberontak namun preman itu malah menarik tubuhku hingga aku jatuh tersungkur ke tanah. Aw, sakit sekali. Benar-benar hari yang sial memang.

Kedua preman itu menyeringai kearahku, spontan membuatku menyeret tubuhku mundur ke belakang. Perasaan takut menyelimutiku ketika menyadari preman-preman itu memiliki tubuh kekar.

Jujur saja, aku tidak bisa berkelahi! Kemungkinan yang bisa aku lakukan hanya menendang kemaluan mereka lalu lari secepat mungkin.

Tapi jika aku menendang, pasti mereka akan mencekal kakiku lalu membanting tubuhku. Membayangkannya saja membuatku meringis.

"Aku tidak menginginkan hartamu, bocah."

Salah satu preman ini berbicara, membuatku meneguk ludahku. Jika bukan harta, maka apa yang akan mereka ambil? Pakaianku?

"Jika kau mau ikut kami sebentar, maka kau akan bebas."

Mereka pikir aku bodoh hingga tergiur dengan tawaran seperti itu? Para preman itu licik, aku tau itu!

"Tapi jika kau menolak ..." Preman lainnya menjeda ucapannya, "Kami akan membawamu secara paksa."

Berteriaklah Aya! Ingat, pita suaramu masih bekerja! Berteriaklah agar warga-warga disini menyelamatkanmu!

Suara hatiku berbicara demikian. Benar juga, mengapa tidak terpikirkan dari tadi?

"TOLONG!!!" Aku bangkit dari posisi duduk ku, "TOLONG!!!"

Sebelum aku berhasil berdiri dengan sempurna, preman itu membekap mulutku menggunakan sapu tangan. Aku memberontak, mendorong tangannya dari mulutku tetapi tenagaku cukup lemah untuk melakukan itu.

Pandanganku mulai memburam seiring pergerakanku yang melemah. Rasa pening sekaligus mengantuk merasuki pikiranku. Pandanganku gelap secara sempurna, bersamaan dengan melemasnya seluruh anggota tubuhku.

Bruk!!!

★★★

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro