1. English club
HAPPY READING!
"Nam, gue ketemu suatu penemuan yang mantap," ujar seseorang dengan seragam sekolah yang sama dengan yang digunakan oleh anak yang dipanggil "Nam" tersebut. Perempuan itu menatap temannya dengan malas, dirinya sudah tertekan dengan satu persoalan matematika yang daritadi tidak kunjung ketemu jawabannya. Bahkan sekarang sudah istirahat, persetan dengan matematika akhirnya perempuan itu menutup bukunya dan menatap ke arah temannya yang katanya menemukan suatu penemuan.
"Apa ?" tanyanya dengan penasaran.
"Kakak kelas yang mau lo gebet, dia ikut English club," ujarnya dengan semangat sementara Namira terdiam, mencerna kalimat temannya barusan.
"Kakak kelas yang mana ? Gue enggak gebet siapa-siapa, woi !" Namira memprotes sementara temannya mencembikkan bibirnya.
"Kakak kelas yang satu ekstrakurikuler sama kita di KIR. Waktu itu lo ajak ngobrol." Temannya menjawab sembari membenarkan roknya yang sedikit terlipat karena kakinya bertingkah, bergerak ke sana kemari.
"Kak Rastha maksud lo ?" tanya Namira seketika ingat dengan satu nama. Temannya itu mengangguk dengan semangat.
"Gue enggak gebet dia, kali. Cuma gemes aja kakak kelas kok diem aja. Istilahnya gue rosting tau," ujar Namira melakukan pembelaan sementara temannya memutar bola matanya dengan kesal.
Mereka saling adu mulut, di sisi lain temannya berkata bahwa Namira ingin melakukan pendekatan dengan Kak Rastha sementara sisi sebelahnya menyangkal kalau dirinya hanya merosting kakak kelasnya tersebut.
Pikiran Namira juga akhirnya terlempar di saat mereka mengobrol pertama kalinya. KIR atau ekstrakurikuler dengan kepanjangan karya ilmiah remaja tersebut mereka berdua ikuti karena sama-sama menyukai sesuatu yang bersifat "coba-coba". Saat pertemuan perdana anggota KIR yang baru. Namira hanya iseng saja, mengamati semuanya dan secara refleks memberikan tanggapan ke kakak kelasnya yang pendiam itu. Di saat semuanya berbicara dan mengobrol, kakak kelasnya itu hanya diam dan menunduk lebih condong ke memainkan ponselnya saja.
Namira memang cerewet dirinya gatal sendiri dan akhirnya memberikan pertanyaan ke orang pendiam tersebut. "Kak, kok diem aja daritadi ?" Oke, sekarang orang yang diajak bicara jadi salah tingkah sendiri. Dirinya segera meletakkan ponselnya dan wajahnya jadi memerah, mungkin malu sendiri.
"Nam, gimana ?"
"NAM !" Namira terkejut dengan dorongan keras dari temannya, untung kelasnya sepi dan dirinya bisa menahan diri dengan baik, jadinya dirinya tidak terjungkal ke belakang. Namira menatap temannya dengan jengkel.
"Apa sih ? Kalau gue jatuh nanti gimana ?" Namira mulai mengomel sementara temannya hanya mengangkat bahunya, tidak peduli.
"Daritadi gue panggil lo yang enggak denger." Temannya memberikan pembelaan sementara Namira berdecak sebal kemudian memfokuskan dirinya ke teman yang ada di depannya tersebut.
"Apa ?" tanya Namira masih agak kesal karena tadi dirinya di dorong oleh temannya tersebut.
"Ikut English club." Temannya tidak ingin mengulangi perkataannya dirinya hanya mengatakan sepatah dua kata saja.
Alis Namira menyatu, sembari menatap temannya tidak percaya bahkan manusia itu tau kalau nilai inggisnya saat SMP adalah nilai paling jelek di rapotnya.
"Lo gila ? Nilai gue aja ancur lebur waktu SMP kalau gue ikut kayak gitu yang ada satu kelas ngetawain gue," ujar Namira menolak mentah- mentah.
"Gue juga enggak bisa asal lo tau. Mama gue minta gue buat ikut biar bisa bahasa inggris dikit-dikit. Temenin gue, dong," rayu temannya dengan wajah yang membuat Namira akhirnya berdecak sebab. Temannya memang tukang rayu.
"Es teh ?" tanya Namira memberi kode, temannya langsung mengerti dan mengeluarkan uang dua ribu dari saku bajunya.
"Deal ! Gue ikut," ujar Namira tersenyum senang sembari mengambil uang dua ribu yang ada di tangan temannya tersebut dan mereka segera keluar dari kelas. Temannya hanya menghela napas, emang anak yang satu ini sangat ajaib.
Namira sudah mengantri di kantin yang penuh sesak, sembari menunggu mata Namira menyeleksi satu persatu orang yang ada di sana. "Eh, Ci kak Rhasta enggak pernah kelihatan di kantin, ya ?"
Gracia atau bisa dipanggil Raci oleh Namira ikut mencari sosok laki-laki yang dimaksud oleh temannya, seketika saja dirinya tersadar, " Katanya enggak suka sama Kakaknya itu, ngapain nyariin, hayo !" Raci menggodanya sementara Namira mengubah air mukanya kesal, dirinya juga hanya ingin tau saja karena tadi mereka membahas laki-laki tersebut, malah jadi menimbulkan berita miring.
"Beli apa, Nam ?" tanya ibu kantin ketika sudah di giliran Namira, perempuan tersebut langsung sumringah dan menunjuk ke gelas-gelas yang berjajar rapi di atas meja.
"Berapa?" tanya ibunya mulai mengambil gelas dan menatap Namira menunggu jawaban.
"Satu aja, bu," ujar Namira dengan semangat, es teh berembun namanya itu julukan yang diberikan oleh Namira dan Raci. Mereka setiap hari membeli es teh paling tidak sekali dalam seharinya, karena es teh yang menyublim tersebut membentuk embun, mereka jadi menyebutnya es teh berembun.
Segera saja setelah es tehnya selesai dibuatkan, Namira menyodorkan uang dua ribunya dan segera pergi bersama Raci untuk mencari tempat duduk. Sembari mengobrol tentang banyak hal, Namira menatap ke sekitar lagi-lagi mencari sosok jangkung yang akhir-akhir ini menghantui pikirannya.
"Ci, ada temennya Kak Rashta. Temennya doang, sih kakaknya enggak ada." Namira mendengus kecewa dirinya cemberut sembari tangannya mengaduk es teh tersebut dengan kesal, entah hatinya jadi kesal sendiri setelah mengetahui bahwa kak Rashta tidak ada di kantin yang sama dengannya.
"Nolep, sih kata gue. Kakaknya paling di kelas," ujar Raci meneguk es teh yang tadi mereka beli. Hanya satu saja mereka tadi membeli es teh tersebut, Namira mendelik ketika melihat Raci meneguk es teh yang seharusnya sudah menjadi hak miliknya.
"Es teh gue, diembat juga malahan," ujar Namira berdecih dengan nada bercanda. Namira tidak masalah kalau es tehnya diembat ataupun ditegak hingga kandas.
"Haus gue, biasanya juga bagi dua." Komentar Raci sembari memegang gelas es tehnya dengan kedua tangannya menikmati dinginnya dinding gelas tersebut.
Raci berbisik ketika melihat ada kakak kelas yang menunjukkan wajah songongnya bersama dengan kedua temannya. Penampilan acak-acakan membuat Namira menaikkan alisnya ke atas satu.
"Nathanael yang anak IPS itu ?" Namira ikut berbisik dan Raci mengangguk dengan yakin.
"Ganteng, ya tapi makanya sok-sok an begitu. Belagu," ujar Namira memberikan komentar yang realistis. Namira merebut gelas es teh yang masih tersisa setengah dan menegaknya hingga habis.
"Eh, anjir. Kakaknya malah lihat ke sini ngapain coba," ujar Raci dengan panik. Dirinya kaget takut kalau orang tersebut mendengar pembicaraan mereka bisa-bisa mereka dilabrak.
"Muka lo santai aja, gue yakin dia enggak denger," ujar Namira sembari menatap ke depan, tidak melihat ke arah laki-laki itu sama sekali.
"NAM ! Orangnya ke sini !" Raci sudah tidak bisa santai lagi, dirinya sudah panik setengah mati. Namira juga hampir tersedak karena Raci menyenggolnya.
***
Next?
1 Februari 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro