Epilog
"ELO NYADAR GAK SIH CABE?!"
Suaraku menggelegar. Suara ramai di sekitarku mendadak senyap.
Memang sudah menjadi salah satu kebiasaan di kampus. Kalau ada yang memancing emosiku, akan berakhir seperti cewek yang ada di depanku ini.
Salahkan saja aku yang memang jijik berhadapan dengan cewek macam cabe kaya Ita.
Iya namanya Ita. Tapi selalu kupanggil taik.
Dia salah satu cewek genit. Bisa-bisanya dia centil sama pacarku. Memangnya cowok di bumi itu cuma ada satu?
"Ma-maaf, Al."
"Elo gampang banget ya bilang maaf. Elo mikir gak-"
Suaraku kontan terhenti karena dehaman dari belakangku. Aku menjilat bibirku gugup. Kemudian memutar haluan.
Aku menyengir lebar. Sosok pacarku sudah berdiri menjulang di depanku. Dengan tangan yang terlipat dan tatapan nyalang ke arahku.
"Siapa yang janjinya jadi cewek lembut?"
Ya. Dia Altra. Cowok idiot yang dulunya jadi bahan bully di SMA, sekarang menjadi cowok ganteng di kampus.
Terapi yang dilakukan Altra setiap hari membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Sekarang Altra dapat berjalan dan berpikir layaknya remaja normal. Dibantu olehku yang terus mengajarkannya hal-hal berbau remaja.
Sebagian dari dalam diriku sebenarnya menyesal. Tahu Altra akan terkenal, aku takkan membuatnya sembuh.
"Ya abis dianya genit sama kamu, Al."
Jadi begini hasilnya. Aku benar-benar takluk oleh Altra. Altra sudah menjadi pawang atas kelakukanku.
"Kamu sengaja ya bikin aku marah?"
"Enggak kok enggak." Aku semakin kelimpungan. Aku takut Altra akan mendiamkan aku seperti minggu kemarin. Dimana Altra puasa bicara denganku gara-gara aku membuat onar seluruh kampus karena membuat salah satu mahasiswa masuk ruang kesehatan.
"Udahlah! Basi tau gak?"
Altra meninggalkanku.
Aku dibuat gelagapan dan akhirnya menyusul langkah Altra yang lebar. Meski aku harus beberapa kali terseok, aku harus bisa mendapat maaf dari Altra. Soalnya kalau Altra udah marah, serem banget.
Ohiya, mengenai kenapa kami bisa pacaran kembali, sebenarnya selama ini Altra salah paham padaku.
Pernah, Altra cerita kalau ingatannya kembali ketika sehari sesudah pacaran. Altra berpikir kalau aku mencintai adiknya, Alka. Dan Altra terpaksa menjalani hubungan kami selama seminggu.
Sejak memahami kejujuran Altra walau aku tahu dari Rahma, aku gencar mendekati Altra. Meyakinkan dirinya kalau aku hanya mencintainya. Bukan adiknya.
Hingga akhirnya beginilah hubungan kami. Altra yang terkadang marah padaku karena sikap bebalku. Atau kadang juga aku meneriakinya karena dia begitu mudah ditipu orang.
Semuanya mendapat kebahagiaan masing-masing. Karena untuk mendapatkan bahagia, haruslah berjuang. Ketika ingin kebahagiaan yang banyak, maka perjuangannya pun akan semakin berat.
Tapi, ini bukan akhir dari kisahku. Meski saat ini aku bahagia, masih ada rintangan yang harus kulewati. Dan ada kebahagiaan yang mesti kuperjuangkan.
**
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro