Sepuluh
Hingga akhirnya, pengumuman mengejutkan itu terdengar ke seluruh penjuru kelas. Satu kalimat yang dapat membuat mereka tercengang. Terdiam tanpa tahu harus merasakan apa.
Rafly meninggal.
Satu kalimat itu meluncur dari bibir wanita paruh baya yang beberapa waktu lalu menjadi wali kelas mereka. Dengan wajah sedih ia mengumumkan bahwa salah satu anak didiknya telah berpulang.
Hancur, sedih, bingung, terkejut dan tak percaya, memenuhi wajah mereka. Terlebih Jono. Setetes air mata jatuh mengenai buku tulisnya. Sungguh, Jono tak percaya berita ini. Ia ingin berteriak, mengatakan bahwa Rafly temannya masih hidup. Namun tak bisa. Lidahnya kelu, rasa-rasanya tak sanggung meski hanya mengeluarkan satu patah kata.
Pun teman-teman yang lain. Mereka merasa tak percaya, sekaligus ... Menyesal. Menyesal karena pernah berperilaku tak mengenakkan pada Rafly. Pernah mengejeknya, mencacinya bahkan memaki.
Mengabaikan isak tangis yang mulai terdengar, Jono keluar. Ia sungguh ingin pergi ke rumah Rafly. Ia bertekad meski tak tahu pasti di mana rumah Rafly.
Langkah gontai dengan pandangan kosong. Akhirnya Jono tiba di rumah Rafly meski harus beberapa kali tersesat dan bertanya kepada orang-orang.
Ketidakpercayaan yang awalnya masih menduduki posisi pertama di hatinya kini berubah, menurun seiring melihat banyaknya orang yang datang ke rumah Rafly, dengan pakaian serba hitam.
Rafly ... Temannya, benar-benar berpulang.
.
311018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro