Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Khamar


Allâhummaghfirlî dzanbî, wa adzhib ghaizha qalbî, wa ajirnî minas syaithâni.

Artinya, "Tuhanku, ampunilah dosaku, redamlah murka hatiku, dan lindungilah diriku dari pengaruh setan."

~

Faris terus beristigfar dan berdoa dalam hati sambil mengelus dadanya. Memohon perlindungan kepada Allah SWT agar tak dipengaruhi setan dan tergelincir dalam kemarahan yang menyebabkan kebinasaan. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, kemudian mendekat pada istrinya.

"Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan," ucap Faris.

Alma mengangkat wajahnya, membenarkan posisi duduknya dan menatap Faris. Sungguh prihatin, wajahnya pucat dan mata sayu yang memerah pengaruh dari minuman alkohol tersebut. Alma tertawa kecil, lama-lama tawanya itu membesar. Entah apa yang membuatnya tertawa, Faris memakluminya saja.

"Lo ngapain di sini? Hahahaha," katanya. Tertawa terbahak-bahak, sampai menepuk-nepuk meja.

Tak ada pilihan lain. Faris mengangkat badan istrinya, tak sengaja mencium bau alkohol dari mulut Alma. Bau yang sangat menyengat, membuat Faris mual. Ia mempercepat langkah ingin membawa istrinya masuk ke kamar mandi.

"Lepasin!"

Alma memberontak, memukul bahu suaminya meminta dilepaskan. Namun, Faris tetap tak menghiraukannya.

"Woy!"

"Kevin, tolong!" teriaknya.

"Gue mau di perkosa sama Ustadz gadungan!"

Setelah masuk ke kamar mandi, Faris membawa Alma tepat di bawah shower. Ia menahan kedua tangan istrinya agar tak kabur, lalu menghidupkan shower. Membiarkan tubuh istrinya basah diguyur air shower yang dingin. Sorban di kepala dan jubah putihnya jadi ikut basah, karena mengunci pergerakan istrinya yang berusaha melarikan diri. Tiba-tiba Alma merasa mual, ia memuntahkan semua isi perutnya.

"Huwek."

Faris terkena muntahnya. Ia melepaskan sorban dan membersihkan mulut istrinya, lalu menjatuhkan sorban ke lantai. Alma mulai tak berdaya, kepalanya pusing. Ia menjatuhkan diri terduduk di lantai. Faris berjongkok.

"Maaf," ucap Faris.

Faris membuka kancing baju Alma satu persatu. Menyadari apa yang dilakukan Faris, Alma menepis tangannya.

"Mau ngapain?"

"Membersihkan badanmu," jawab Faris.

"Gak."

Alma merangkak ke arah pintu. Dengan cepat Faris mengambil sebotol sabun, menumpahkannya ke sponge lalu menggosokkannya ke seluruh badan istrinya. Kemudian membawa istrinya kembali ke bawah shower dan mengubah suhu air shower menjadi hangat. Alma menangis, ia terus menyebut nama kekasihnya.

"Kevin."

"Kevin."

"Tolong aku."

Faris pura-pura tak mendengar, ia harus menghilangkan bekas minuman haram itu dari badan istrinya dan akan membuatnya cepat sadar. Faris memberikan sikat gigi yang sudah diolesi pasta gigi.

"Sikat gigimu, Alma," pintanya.

"Gak!" tolak Alma.

"Kamu mau sikat sendiri atau saya yang akan melakukannya dengan paksa?" ancam Faris.

Alma terdiam sejenak, lalu mengambil sikat gigi itu dari suaminya. Ia mulai menyikati giginya. Setelah sikat gigi, Alma mengambil air yang diberikan suaminya, berkumur-kumur. Faris mematikan air shower, menatap sekeliling. Tak ada handuk atau baju mandi di sini.

"Tunggu sebentar." Faris keluar dari kamar mandi dan menutup pintu.

Sebelum ke lantai atas untuk mengambil baju mandi istrinya, ia menyadarkan punggung di di tembok dekat pintu lalu terduduk. Menenangkan diri, hatinya benar-benar hancur sekarang. Nama itu terus terngiang-ngiang telinganya. Faris mengelus-elus dadanya, beristigfar. Menepis pikiran buruk tentang istrinya. Namun, batinnya terus bertanya-tanya.

"Siapa Kevin?"

***

Tidak semua pasangan menikah atas dasar cinta. Mungkin karena terpaksa atau suatu alasan. Ada yang bahagia karena saling mencintai sejak awal pertemuan, hingga bersama-sama membangun rumah tangga dalam ridho-Nya. Ada pula yang diberikan cobaan seperti Faris, meski begitu ia sangat bersyukur dapat mengamalkan ibadah sehingga bisa merasakan cinta di hatinya karena Allah SWT. Seberat apapun cobaannya ia ikhlas menerima dan bersyukur. Faris yakin ia bisa melewati ujiannya. Allah berfirman, karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 5-6). Untuk itu, setiap ujian harus dilewati dengan melibatkan Allah SWT. Lambat laun cinta akan bersemi di hati istrinya, Faris selalu mendoakannya.

"Tadz, aku perhatiin dari naik mobil tadi melamun terus?"

"Berantem sama istri, ya?"

"Ya, ampun. Padahal pengantin baru, coba kenalin sama Abang Supri ini. Kali aja nyonya mau bepindah hati."

Faris tertawa kecil mendengar guyonannya, sopir pribadinya itu memang suka menghibur. "Jangan mengada-ngada ya kamu," balas Faris.

"Bercanda, Tadz"

"Oh, iya. Cariin aku binilah, capek tidur sendirian terus," keluhnya. Menepuk setir mobil. Hidupnya sangat miris, selalu gagal dalam percintaan. Tiap kali diputusin pacarnya dan terjadi beberapa hari yang lalu.

"Menikah itu untuk ibadah dan dalam Islam pacaran itu haram. Jadi terima saja konsekuensinya, percuma menjelaskannya padamu. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri, capek saya Prik," balas Faris diakhiri dengan hela nafas panjang.

"Astagfirulloh, Ustadz tega sekali. Aku serius, loh Ustadz."

"Sudah dua tahun saya kenal kamu, Pri."

Supri menggaruk kepala yang tak gatal. Tak pernah menang kalau berdebat dengan Faris, tapi memang benar. Dua tahun menjadi sopirnya, Supri selalu diceramahi Faris setelah ketahuan pacaran. Ia juga sering membohongi Faris, bilang pergi ke mana tahu-tahunya jalan dengan pacar. Pernah saja tertangkap basah oleh Faris. Lelaki asal Manado itu tak pernah kapok, pasrah saja diomeli Faris, tapi di hati kecilnya ia tak pernah membenci Faris yang dianggapnya seperti saudara sendiri. Ia tahu Faris menyayanginya. Namun, entah mengapa hatinya tetap tak terketuk untuk tak pacaran lagi meski sudah beribu kali mendengar pencerahan dari Faris. Mungkin perlu di ruqyah.

"Tadz, ruqyah aku dong."

***

Alma membuka mata perlahan, mengangkat setengah badannya seraya menyentuh kepala yang terasa berat. Haus, ia menatap sekeliling. Tak ada air minum di kamar ini. Alma beranjak dari tempat tidur, mengambil ikat rambut berwarna pink di meja rias. Lalu keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.

Sorot matanya tertuju pada kertas di atas meja makan, Alma mendapatkan surat lagi dari Faris. Tanpa membacanya, ia langsung meremukkan surat itu dan membuangnya ke kotak sampah seperti kemarin.

"Saya kerja."

Singkat, itu saja isi suratnya.

"Kenapa sih, tulis-tulis surat segala. Zaman udah canggih, tuh orang pantasnya hidup di hutan!" rutuknya.

Alma mengambil sebotol air minum di dalam kulkas, menumpahkannya ke gelas dan mulai minum. Namun, tiba-tiba ia menyemprotkan air yang diminumnya ke depan melihat baju tidur yang kini membaluti badannya.

"Tunggu..."

"Perasaan kemarin gue mabuk, deh."

"Terus kenapa tiba-tiba memakai baju tidur?"

"Ada yang gak beres, nih."

Ia berpikir keras, berusaha mengingat keadaan ketika ia sedang mabuk, berjalan bolak-balik seraya berkacak pinggang.

"Ya, ampun."

Alma membekap mulutnya sendiri, matanya membesar. Ia mengingat itu, Faris memandikannya dan melucuti bajunya dengan paksa. Alma sangat terkejut, mulutnya ternganga. Ia tampak tak terima dengan perlakuan suaminya.

"Beraninya dia menyentuh tanpa izinku!" teriaknya. Dadanya naik turun, terengah-engah. Tak dapat menahan marah, Alma melempar gelas ke lantai hingga pecah.

Prang!

Masih belum puas, ia ingin menemui Faris sekarang juga. Namun, ia tak tahu laki-laki itu sekarang ada di mana.

"Aku akan menelfonnya."

"Dia harus diberikan pelajaran!"

Alma kembali ke kamarnya dengan langkah lari, mencari handphone yang entah di mana keberadaannya.

"Dasar handphone sinting, di mana lo!" teriaknya semakin emosi.

Ternyata ada di atas meja depan sofa, Alma langsung mengambilnya. Segera menelfon Faris, tapi dia baru ingat jika mereka tak menyimpan nomor satu sama lain. Alma menjatuhkan pantat ke sofa, mematung.

"Terus gue harus ngapain sekarang?"

"Pesan makanan aja."

"Mau makan apa?"

"Richeese factory ajalah," jawabnya sendiri.

Alma ingin memesannya, tapi ada pemberitahuan bahwa uang di dompet digitalnya tak cukup untuk memesan makanan.

"Serius, nih?"

"Apa? tinggal 3 ribu!" pekiknya.

"Tenang, gue 'kan punya uang di m-banking."

Perempuan yang malang, padahal m-bankingnya sudah lama dinonaktifkan. Gara-gara boros ia dihukum kedua orang tuanya dan ATM-nya pun sudah kembali ke tangan pemiliknya pada saat satu hari sebelum menikah karena rekening tersebut milik uminya.

Alma baru menyadari tak ada lagi m-banking di handphonenya.

"Huwah."

Ia mulai frustasi, meringkuk memeluk dirinya sendiri. Perutnya berbunyi, lapar. Begitu menyedihkan nasibnya pagi ini.

"Kayaknya hari ini gue harus baik sama Ustadz itu."

***




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro