Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Depresi

            Hati siapa yang tak hancur setelah mengetahui istri berzina dengan laki-laki lain. Begitu besar dosa yang dilakukan sang istri. Faris, sosok yang paham betul hukum dalam ajaran Islam, seorang pezina setelah menikah atau melakukan perselingkuhan yang berakhir berhubungan intim maka hukuman yang diperoleh yaitu; rajam, dilempari batu atau sejenisnya sampai meninggal. Tidak ada belas kasih untuknya, bahkan Allah SWT sangat membenci perbuatan zina. Untung di negara ini hukum Islam tidak diterapkan, jika diterapkan Alma sudah pasti dieksekusi.

Faris menarik napas panjang, membiarkan angin malam menerpa wajahnya serta rambut yang berantakan. Seorang Ustadz juga manusia, memiliki perasaan yang diberikan Tuhan untuknya. Saat ini rasa sedih, kecewa, patah hati, marah, semua rasa pahit itu bercampur aduk menghunjam hati Faris. Namun, ia tetap beristigfar tak ingin setan menguasi dirinya jika ia hilang kendali.

"Di sini kau rupanya," ucap seorang laki-laki menghampiri Faris. Dari langkah kakinya Faris tahu laki-laki itu adalah Supri.

"Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Supri pura-pura tidak tahu, padahal ia tahu masalah apa yang sedang menimpa sahabatnya. Supri tak sengaja mendengar percakapan para perawat ketika ia hendak masuk ke ruang Alma dirawat. Saat itu Faris sudah tidak ada di ruangan tersebut dan para perawat memberikan tindakan pada Alma yang tak sadarkan diri.

Faris menggeleng. "Tidak apa-apa," ucapnya tidak ingin menceritakan masalah rumah tangga atau membuka aib istrinya sendiri pada orang lain.

Suara Faris terdengar serak, begitu banyak air matanya tumpah hari ini. Supri sangat prihatin pada Faris. Ia menghela napas, pura-pura tidak tahu kalau Faris sedang berbohong. "Terus ngapain lo di sini larut malam?" tanyanya.

"Ya, pengen ke sini aja," jawab Faris. Memandangi langit luas yang gelap, diteringi cahaya bulan dan bintang serta kerlap-kerlip rumah yang indah dapat dilihat dari ketinggian lantai 9 rumah sakit ini.

"Oh."

Supri tak bisa berbuat apa-apa, sahabatnya itu seakan butuh waktu sendirian. "Yaudah," sambungnya.

"Gua mau istirahat pulang, nanti kalau lo butuh apa-apa telefon aja. Bye," ucapnya lalu pergi meninggalkan Faris.

Faris mengangguk. "Fii Amanillah," lirihnya.

(Hati-hati di jalan.)

Tak lama kepergian Supri, Faris juga ikut pergi kembali ke ruang rawat istrinya meski sebenarnya ada rasa tak ingin lagi bertemu dengan wanita itu saat ini, tapi di hatinya tetap ada rasa iba. Ia tak tega meninggalkan seorang wanita sendirian yang sedang depresi lantaran hamil seumur jagung, setidaknya menunggu Alma benar-benar pulih dan setelah itu Faris akan pulangkan Alma kepada orang tuanya. Ia sudah memirkannya itu berkali-kali, berpisah adalah pilihan yang terbaik bagi Faris. Semua dilakukan untuk menghindari zalim, terlebih jika Alma tidak segera bertaubat. Faris tidak bisa membiarkan perbuatan keji ini.

"Abi, maaf. Saya orang yang ingkar. Saya tidak bisa menepati janji pada abi, saya tidak bisa mengembalikan Alma yang dulu seperti yang abi inginkan, saya suami yang gagal, saya tidak bisa membimbing Alma dengan baik."

Hati dan pikirannya terus bergelut, kini Faris sudah berada di ruang rawat istrinya. Ia mendekat pada Alma yang tengah tak sadarkan diri. Wanita secantik Alma kenapa begitu mudahnya menyerahkan harga diri pada lelaki yang bukan muhrim. Faris mengelus pucuk kepala istrinya, lalu membenarkan selimut Alma yang sedikit tersingkap. Ia akan selalu menjaga Alma, dan menemaninya hingga keadaan Alma mulai membaik. Faris tidur di samping Alma dengan posisi duduk. Tiba sepertiga malam, ia terbangun dan melaksanakan shalat tahajud.

***

Satu minggu berlalu, keadaan Alma belum juga ada perubahan. Badannya semakin kurus, hanya bisa mengandalkan infus yang mengandung vitamin untuk menjaga kesehatan tubuh Alma dan buah hatinya. Ia selalu menolak makan dan minum saja jarang. Tak pernah berbicara kecuali setiap kali datang ke psikiater. Alma mengalami gangguan mental karena suasana hati yang terus tertekan. Ia berkata selalu ingin menakhiri hidupnya, terus termenung dengan tatapan mata kosong dan sulit diartikan.

Faris tidak pernah menyerah dengan keadaan istrinya. Ia terus menjaga komunikasi dengan mengajak Alma bercerita. Selain itu menonton TV, jalan-jalan di taman rumah sakit, dan membelikan makanan kesukaan Alma seperti cokelat. Tidak, itu hanya prediksi Faris. Sejujurnya ia tidak tahu makanan kesukaan Alma, tapi rata-rata semua perempuan suka cokelat. Faris juga memberi bunga tulip pada Alma setiap waktu. 

Dokter dan para perawat tak lagi heran melihat ruang penginapan Alma dipenuhi bunga tulip warna-warni yang hidup di dalam pot berisi air. Begitu pula dengan Supri, yang mau saja direpotkan pergi ke toko bunga setiap hari dan rela berkeliling kota karena bunga tulip cukup langka dijual. Faris sangat menyukai bunga tersebut, dari semua warna bunga yang membuat hatinya tenang dan bau wanginya juga.

"Mau pulang."

Faris terkejut mendengar suara kecil itu, ia spontan berhenti membersihkan pot bunga kaca yang berisi bunga-bunga tulip kesayangannya. Ia menatap Alma lekat, memastikan apakah tadi benar-benar Alma yang bicara.

"Aku mau pulang," ucap Alma sekali lagi.

Akhirnya, Faris menghela napas legah. "Alhamdulillah," batin Faris. Ia sangat bahagia, setelah sekian lama Alma kembali bicara. Dengan senyum merekah Faris mengangguk cepat. "Iya, kita akan pulang."

Faris bergegas memanggil perawat melalui bel pasien di kamar ini, memintanya untuk membawa Dokter melakukan pemeriksaan fisik istrinya. Tak lama, mereka datang membawa alat kesehatan.

Dokter mendengar suara detak jantung Alma dengan stetoskop. "Sudah sehat ya kamu," ucap wanita paruh baya itu tersenyum tipis menatap Alma.

"Alma boleh pulang, tapi harus janji dengan Dokter," sambungnya.

Alma terdiam sejenak. "Apa?" balasnya pelan, matanya tampak sayu.

"Kamu harus banyak makan makanan yang bergizi tinggi dan asupan yang seimbang. Minum air putih 2 sampai 3 liter sehari, minum air susu pada saat malam hari sebelum tidur untuk meningkatkan penyerapan dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Jangan terlalu stres, ya sayang."

Alma menatap perutnya yang masih datar, usia kandungannya baru seumur jagung. Ia tidak tahu sampai kapan akan menjalani kehidupannya yang pahit ini, begitu berat baginya.

Melihat sang istri kembali murung dan tak kunjung membuka mulut lagi, Faris merespon perkataan Dokter tersebut. Dokter dan para perawat ini tidak ada yang tahu bahwa janin yang di dalam kandungan Alma bukan darah daging Faris.

"Baik, Dok. Terima kasih."

"120/80 mmHg, darahnya normal," ucap salah satu perawat selesai cek darah Alma.

"Alhamdulillah," ucap Faris.

Perawat bersiap-siap melepaskan infus, Faris membereskan ruang penginapan ini dan semua barang milik Alma.

Hingga beberapa lama kemudian, setelah keluar dari ruang penginapan dan menyelesaikan administrasi biaya rumah sakit serta menebus obat, Faris dan istrinya masuk ke dalam mobil. Supri sudah lama menunggu mereka.

"Semua barang udah ku masukin," ucap Supri menatap Faris sekilas di belakang.

"Termasuk bunga-bunga merepotkan itu," lanjutnya.

"Ya, terima kasih," balas Faris.

Supri mulai melajukan mobil. Perjalanan terasa hening, sedikitpun Supri tak mendengar suara kedua pasangan suami istri itu. Sama-sama duduk di pinggir pintu dengan jarak yang jauh, Faris dan Alma tampak menikmati suasana malam di balik jendela kaca mobil.

Tak peduli akan permasalahan keduanya, Supri memfokuskan diri mengendarai mobil sambil menikmati musik dari headset bluetooth miliknya. Hingga tak lama kemudian mereka sampai ke tempat tujuan. Supri membantu Faris mengeluarkan barang dari mobil.

"Kenapa gak ditinggalin aja bunga-bunga ini di rumah sakit," celoteh Supri sedikit kesal melihat bunga-bunga yang begitu banyak.

"Sayanglah, kalau dibawa pulang 'kan bisa ditanam," jawab Faris.

"Oh, baiklah."

"Udah, gak ada lagi. Semua bunga dan tas udah dikeluarin, gua pulang dulu. Bye, assalamualaikum," lanjut Supri pamit masuk ke dalam mobil.

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan. Terima kasih, Prik," balas Faris melambaikan tangan pada sahabatnya itu. Kemudian masuk ke dalam rumah, setelah Supri pergi.

Faris mengunci pintu rumah, belum sempat melangkah sorot matanya langsung tertuju pada Alma yang tiba-tiba menghampirinya.

"Ampuni aku, suamiku," ucapnya terisak menangis dan bersimpuh memeluk kedua kaki suaminya.

***

Tenang gaes, belum memasuki babak awal cerita kok :")

Tetap stay ya 😍😘









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro