1. Perjodohan
Bruk!
Dengan satu kali tendangan, pintu ini berhasil terbuka lebar. Sontak membuat para penghuni kamar terperanjat kaget. Dangan napas tersengal-sengal, tampak kerutan veritikal pada kedua alisnya hampir menyatu. Matanya membesar, api kemarahan terus berkobar dalam dirinya. Belum puas, ia menjatuhkan semua botol minuman bekas di atas meja dengan kasar bahkan ada beberapa botol yang pecah.
Prang!
Mengerikan, melihat Alma mengamuk seperti itu mereka yakin ada permasalahan yang serius. Fara dan Wahyu, kedua pasangan itu diam-diam melarikan diri, meninggalkan Alma bersama Kevin. Pria yang masih santai bermain game, seakan menutup mata dan telinga tak menghiraukan kekasihnya.
"Sebenarnya kamu itu cinta gak sama aku?!" teriaknya mendekat pada Kevin.
"Cintalah," jawabnya acuh masih fokus dengan game.
Tak sesuai dengan harapan. Bukannya peduli, Kevin malah membuatnya semakin emosi. Alma merampas handhpone Kevin dan melemparnya ke lantai.
"Alma!" Kevin menatapnya sinis.
"Apa? Kamu mau aku dijodohkan orang tuaku dengan laki-laki lain?!" pekiknya.
Kevin terdiam sejenak. Matanya terbelalak, kaget. Ia mendekat pada kekasihnya, meletakkan kedua tangannya di bahu Alma. "Kamu bercanda?"
"Buat apa aku bercanda!"
"Aku mau dijodohin sama Ustadz yang bahkan sama sekali gak aku kenal."
"Ayo kita pergi." Alma menarik lengan Kevin, ingin membawanya keluar dari sini. Namun, Kevin menolak.
"Mau pergi ke mana?"
"Satupun lamaran kerjaku belum ada yang diterima, hanya rumah susun ini satu-satunya tempat tinggalku sekarang," ucapnya.
"Aku ada uang, ayo kita pergi!"
Kevin lagi-lagi menolaknya, ia melepaskan tangan Alma.
"Ma, tolong. Jangan buat aku semakin malu, aku ini laki-laki. Di mana-mana laki-laki itu bertanggung jawab dan memberikan nafkah pada istrinya bukan malah sebaliknya, aku tahu kamu kaya. Kamu punya segalanya, tapi aku mohon. Berikan aku waktu."
"Oh, jadi kamu mau aku nikah dengan Ustadz gadungan itu?!"
"Bukan gitu, maksudnya..."
Kevin meremas rambutnya, frustasi. Hidup merantau sangat sulit. Andai terlahir dari keluarga kaya raya pasti sudah lama dia menikahi Alma, pikirnya. Kevin tak bisa meneruskan perkataannya, mata Alma berkaca-kaca. Kevin menghela napas, air mata Alma adalah kelemahannya. Ia mendekap badan mungil Alma, lebih baik Kevin tak melihatnya menangis. Membiarkan bajunya basah akan air mata kekasihnya.
Bukan hanya kali ini, tapi sudah berkali-kali sampai tak terhitung lagi. Alma meminta Kevin untuk membawanya kawin lari. Karena rumah adalah neraka bagi Alma, ia benci diatur. Hidupnya adalah miliknya, menyukai kebebasan dan bersenang-senang. Bukan karena Abinya seorang Kyai ia harus menjadi Ustadzah. Jalan hidupnya berbeda, pikirannya sering kali tak sejalan dengan orang tuanya.
Bertahun-tahun sekolah di pesantren milik Abinya, bagai burung keluar dari sangkar kehidupannya berubah sejak masuk kuliah. Ia memutuskan tak lagi berhijab dan pakaiannya pun terbuka. Semua karena pergaulan, larangan adalah perintah untuknya. Sebab itulah ia sering bertengkar dengan kedua orang tuanya.
Kevin mengelus kepala Alma, mencoba menenangkannya. Ia tahu Alma sangat mencintainya, begitu pula dengannya. Kevin sangat mengenal Alma, hampir lima tahun mereka menjalin hubungan. Uang jajan Alma saja sepantar dengan uang satu bulan biaya hidup Kevin di sini, lalu bagaimana ia akan menafkahi Alma nanti, dari selesai kuliah hingga sekarang Kevin masih pengangguran. Maka dari itu Kevin belum siap menikahi Alma.
"Aku gak mau nikah sama orang lain selain kamu," ucap Alma terisak dalam tangisnya.
Kevin mengerti, ia mencium ubun-ubun Alma. Memikirkan suatu rencana, meski nanti Alma akan menikah dengan seorang Ustadz. Hubungan mereka akan tetap berjalan. Kevin berjanji suatu saat pujaan hatinya akan kembali padanya.
***
Setelah sekian lama, kini Alma kembali berhijab dan berpakaian syar'i. Ia memoles bibirnya dengan lipstik warna peach, lalu tersenyum lebar. Sangat cantik, dengan make up natural wajahnya tampak segar menutupi rencananya. Ia menerima perjodohan. Mulai hari ini, Alma memakai topeng berpura-pura baik dan bersikap manis pada kedua orang tuanya dan keluarga calon suaminya.
Laki-laki itu memang cerdas, Alma merasa sangat beruntung mempunyai pacar sepertinya. Kevin setuju Alma menikah dengan Ustadz tersebut, karena dengan menikahnya mereka, menjauhkan Alma dari orang tuanya. Hingga nanti Kevin akan lebih mudah membawa kekasihnya itu pergi. Sungguh indah permainan ini, membayangkannya saja hati Alma menjerit kesenangan. Ia tak sabar menunggu hari itu tiba.
"Alma."
Alma tersadar dari lamunan, ia berdiri dan mengandeng tangan Uminya.
"Apa mereka udah sampai?" tanya Alma.
"Iya, kamu sangat cantik," balas wanita paruh baya itu dan tersenyum tipis. Begitulah cinta seorang Ibu pada anak,tak pernah curiga sekalipun dengan rencana licik anaknya. Meski hati sering terluka karenanya, Elena tetap menyayangi putri semata wayangnya ini.
Alma langsung membawa Uminya keluar dari kamar, dengan penuh semangat menuju ruang tamu. Langkahnya tiba-tiba terhenti, setelah melihat laki-laki tampan berkopiah dan jubah putih sekilas. Ia menyembunyikan diri dibalik tembok.
"Ada apa?" desis Uminya, yang juga ikut bersembunyi.
"Um, yang mana Ustadz?" tanyanya.
"Yang pake peci dan jubah putih," balas Elena.
"Umi gak bohong?"
"Buat apa bohong, udah ayo."
Elena membawa putrinya mendekat pada mereka semua. Alma menjatuhkan pantat, duduk di samping seorang pria yang dilihatnya tadi dengan jarak cukup jauh. Sorot matanya tak lepas menatapnya. Alma tampak heran, ternyata ada Ustadz setampan dia. Dilihat dari biodatanya, biasa-biasa saja tak ada yang menarik.
Alma mengalihkan pandangannya pada kedua calon martuanya yang duduk tepat di hadapannya, ia tersenyum pada keduanya dan dibalas dengan senyuman hangat. Dalam pertemuan ini, kedua orang tua Faris menyampaikan tak ada tujuan lain atas kedatangan mereka selain khitbah. Sebelum itu, kedua calon pengantin ini memperkenalkan diri.
"Faris Miqdad Nazeeh Abbasy, panggil Faris."
Singkat, padat dan jelas. Pria itu tak banyak bicara. Menjaga pandangannya selalu melihat ke bawah. Sedikit pun tak melirik Alma di sampingnya.
"Tcih, sombong banget. Dikiranya keren kali!" umpat Alma dalam hati.
"Almahyra Batari, perempuan yang paling cantik di muka bumi." Dengan percaya diri ia memperkenalkan diri dan menoleh Faris sambil tersenyum-senyum.
Hening sesaat. Elena melototi putrinya, memberi isyarat agar Alma menjaga sikapnya dan segera meminta maaf. Namun, perempuan itu malah menyeruput minum dengan wajah tanpa dosa.
"Iya, kamu cantik banget," balas wanita paruh baya itu, mencairkan suasana. Khaira Abbasy, Ibu Faris.
Faris tak menunjukkan reaksi apapun, wajahnya tanpa ekspresi. Ia memakluminya saja, calon pengantinnya memang begitu. Buya Abqari pernah mengatakan semua tentang putrinya pada Faris. Buya meminta Faris berjanji untuk membimbing putrinya ke jalan yang benar setelah menikah nanti, Faris setuju dengan itu. Ia berharap tujuannya ke sini dapat berjalan dengan lancar atas izin Allah SWT.
Khitbah dilakukan secara sederhana berdasarkan syariat islam, dengan membawa hantaran sebagai bentuk keseriusan Faris dan keluarganya untuk meminang. Hanya disaksikan kedua orang tua mereka. Khitbah dimulai, Faris mengutarakan isi hatinya, seadanya.
"Bismillahirrahmanirrahim, atas ridho kedua orang tua saya. Hari ini di hadapan orang tua kita, izinkan saya menjadi bagian dari hidupmu dengan perasaan cinta dan kasih yang diberikan Allah SWT kepadaku. Karena hati diciptakan oleh Allah SWT dan hanya untuk Allah SWT, aku mencintaimu karena-Nya. Untuk itu, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?"
Tanpa basa-basi, Alma langsung menjawab.
"Insya Allah, mau."
"Al-hamdu lillahi rabbil'alamin," batinnya sambil mengusap wajah. Bersyukur kepada Allah. Kedua sudut bibirnya sedikit tertarik membentuk seulas senyum kecil beberapa detik, sayang sekali tak ada yang melihatnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro