prolog- cyber crime
A/N : Di cerita ini sama sekali tidak berhubungan dengan cerita aslinya. Mereka teracak dan tidak dalam suatu kelompok yang khusus. Ada character yang terpaksa saya jadikan seorang kriminal. (maafkan author :'))
Genre's : Action, Angst, Criminal, AU
Bakal ada OC disini(?)
Disclaimer : Haruichi Furudate
Dont't like don't read :)
....
Intelejensi of HQ adalah sebuah markas keamanan pusat dengan tingkat kerahasiaan yang terbilang tinggi. Mereka berjalan mengendap endap. Tanpa bersuara apalagi bising. Tempat orang yang bertaktik tinggi, kecerdasan, bahkan keahlian menembak yang terbilang luar biasa atau yang orang sebut sebagai sniper sejati.
Dia tahu bahwa semuanya pasti tidak akan berjalan dengan mudah. Baginya semua berlalu begitu lambat bagaikan jarum jam yang berjalan menuju jam berikutnya, membutuhkan masa dimana ia harus melewatkan sebuah detik dan menit hingga akhirnya sampai ke jam berikutnya.
Ia mengaduh pelan merasakan badannya yang terasa seperti tulang yang hampir hancur lebur itu beradu dengan kursi kantor yang lumayan keras diruangannya. Dia melamun sebentar, lalu segera menatap kembali ratusan. Bukan, bahkan ribuan kata yang berada didalam dokumen itu.
"Kageyama Tobio?" Ucapnya ketika melihat sebuah dokumen yang menunjukan sebuah ajukan penambahan anggota baru disini. Ia menatap dokumen itu dengan antusias, lalu segera mentanda tangani dokumen itu.
Tok .. tok ..
Terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya menoleh dari dokumen itu, lalu ia segera memperbolehkan seseorang yang mengetuk pintu tersebut untuk masuk dan menemuinya.
"Ada apa Asahi-san?" Tanyanya. dihadapannya terlihat seorang laki laki dengan wajah yang mungkin bisa dikatakan mengenaskan karena terlihat mengantuk. Dia memberikan sebuah dokumen yang hasinya bekerja. "Aku telah selesai dengan tugasku."
"Aku menemukan lokasi yang tepat dari ribuan kemungkinan. Seseorang peretas yang kita cari setahun belakangan ini sudah kutemukan. Satelit melihatnya sebagai rumah biasa dan aku menangkap kecurigaan karena menemukan sesuatu yang tidak mugkin berada disebuah rumah biasa. Komputer yang sangat canggih itu terdeteksi dengan kuat, malah memberikan sinyal yang menonjol dari yang lain. Aku menemukan lokasinya."
"Katakan dimana?" dia bertanya dengan wajah yang tidak sabaran. "Distrik 15."
"Kalau begitu aku akan kirim pengintai. Cepat catat kata kataku. hubungi inspektur Ennoshita karena dia sedang menjalankan tugas didekat Distrik 15, katakan bahwa aku menyuruhnya menjalankan tugas ini dengan Nishinoya dan Tanaka. Aku sarankan Pengintai sebagai Nishinoya saja. Sisanya yang mengatur dia. beritahu info detail dengan tentang kasus ini."
Laki-laki itu tampak sibuk dengan notes yang tercoret coret berbagai info tadi. Sedari tadi sang pemimpin itu menghela nafas hingga membuat laki-laki itu berhenti menulis dan beralih menatap dirinya.
"Ada apa?" Tanyanya dengan nada yang jengkel. Dia menggeleng dan kembali mencatat. "Kau mengkhawatirkan sekali sepertinya Daichi."
"Dilihat dari manapun aku memang seperti ini dari dulu." Daichi terkekeh pelan. Ia sama sekali tidak menyadari penampilannya yang sangat kusut itu. Dia meraih sebuah telepon genggam dan mengetikan sesuatu. Dia menatap layar telepon itu dengan terkejut.
"Baiklah, kalau begitu. Kau tau Sugawara-san dimana?"
"Dia sedang latihan menembak. Sepeti biasa. Memangnya ada apa?"
Sebelum dia menjawab pertanyaan tersebut, senyum aneh terukir diwajahnya yang membuat laki-laki yang sedari tadi menatapnya terkejut. "Oy, apa kau baik-baik saja?! Apa kau butuh ambulan atau semacamnya?"
"Kita akan dapat sebuah 'rare item' yang sempurna nanti."
...
Jam menunjukan pukul delapan pagi. Gedung tersebut terlihat ramai orang berlalu lalang. Bahkan ada yang terlihat sangat dikejar waktu. Kepadatan tersebut berlangsung lama, hingga datang tamu yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Mereka segera bergegas masuk kekantor yang sebelumnya tersendat oleh wartawan yang mengikutinya.
"Silahkan kelantai tiga Ennoshita-san." Ucap seorang karyawan yang menunjukan tempat yang dia tuju. Tak berapa lama mereka memasuki lift dan menuju kelantai tiga.
"Selamat datang Ennoshita-san. " sambut orang yang berada diruangan sana. Ennoshita segera menghampirinya dan menjabat tangannya. "Apa kabarmu taichou?"
Daichi membalas jabatan tangannya dengan ramah dan menyuruhnya duduk. "Aku baik-baik saja. Kalau begitu aku akan mulai rapatnya. Bisa dimulai Kiyoko, Asahi?"
"Bisa tuan." Sebuah proyektor menyala dengan data seseorang muncul disana. Mereka menatap proyektor itu degan antusias. Kiyoko berjalan menuju kearah proyek tersebut dengan menghadap kepada beberapa orang diruangan itu.
"Saya mulai. Data yang terpampang di sini merupakan data seorang cyber crime yang telah merusak data salah satu menteri dinegara belakangan ini dan kasus lainya. Asahi yang dibantu bersama para stafnya mencari data orang tersebut. Proses tersebut berjalan lambat karena info yang masih sangat sedikit tentang siapa pelaku tersebut.
"Mereka melancarkan aksi serangan ke website papan atas. Termasuk website WKS dan PHOENIX. yang sempat mengalami gangguan akibat serangan tersebut. Yang menghebohkan, mereka juga berhasil membobol website media ternama. The Eagle. Headline The Eagle mereka ganti yang mengabarkan berita hoax bahwa pemilik media tersebut telah meninggal."
Perempuan tersebut berhenti. Lalu menunjuk seorang yang sedari tadi mengangkat tangannya dengan tinggi. "Memangnya jika dia tertangkap, pasal berapa yang akan dijatuhkan terhadap cyber crime itu?"
Asahi dan Kiyoko sama sama menggeleng tidak tahu. "Aku serahkan hukumannya kepada taichou." Dia menunjuk Daichi yang sedari tadi berada dekat dengan proyek. Semua mata tertuju kearahnya.
"Aku tidak akan menjeratnya dengan kurungan penjara, denda atau apapun itu." semua terkejut mendengarnya. Seruan protes dilayangkan beberapa orang yang berada disana. Sedangkan sisanya memilih terdiam dan menunggu dirinya menjelaskan apa yang ia rencanakan.
Daichi terkekeh pelan mendengar seruan protes yanag tertuju kepadanya. Beberapa karyawan menyuruh mereka menghentikan seruannya. Ketika akhirnya semua terdiam dia akhirnya mengankat suara. "Kenapa tidak mengangkatnya sebagai bawahan. Dia punya senjata ampuh untuk menghancurkan para korupsi itu."
Daichi tanpa sadar berbicara dengan menggebu gebu dan dengan percaya diri. Semua orang yang berada diruangan tersebut menghela nafas lega dan setelah itu tersenyum.
"Intelegence analysis memang tidak bisa ditebak sama sekali bukan?"canda Daichi.
Seseorang mengacungkan tangan. Asahi mempersilahkannya untuk bicara. "Baiklah kalau itu maumu. Kau butuh dia dalam keadaan hidup berarti?" Ucap laki-laki bertubuh pendek.
Teman disampingnya menyikutnya. "Jaga kata-katamu Nishinoya."
Dia tertawa sebentar. "Aku serius tanaka." Lalu menatap temannya dengan nyalang. Perubahan mimik mukanya kini terlihat menyeramkan. Dia tersenyum mengerikan. "Kalau taichou tidak keberatan. Aku akan melakukan semauku."
"Sayangnya aku tidak mau ada kekerasan disini Nishinoya-san." dia tersenyum. "Kalau aku punya misi yang lebih ekstrem dari pada ini aku akan menugaskanmu, tenang saja."
"Tunggu dulu..." ucap tanaka dengan nafas yang tertahan. "Kau bilang apa, 'mereka'?"
Semua orang menyadari keanehan kata kata yang terlontar dari perempuan itu. Kiyoko tersenyum. "Mereka beranggota." nafas Tanaka terdengar tercekat. Dia tidak bisa berkata kata berkat ini. Dia harus berterima kasih karena 'sarapan' pagi yang terasa berat karena rapat mendadak ini.
"Berarti kita sedang berurusan dengan orang-orang yang berbahaya kali ini."
"Tidak. Kupastikan mereka hanya beberapa orang." Ennoshita membetulkan. ia menatap fokus beberapa dokumen yang berada didepannya. Melihat beberapa dokumen tentang cyber crime itu. Tanpa melihat Tanaka dia menjawab pertanyaan tersebut.
"Bersiaplah untuk hal yang buruk minggu besok."
...
Pukul 02:30 malam. Minggu daerah distrik 15.
Ennoshita berjalan pelan kearah rumah tersebut. Suasana disini begitu sunyi karena malam telah sangat larut. Dia mencoba untuk menghindari kebisingan dimalam hari karena takut akan mengganggu banyak orang disini. Dia mengambil sebuah alat komunikasi jarak jauh dari jasnya.
"Apa kau sudah ditempat nishinoya?."
'Sudah inspektur. Sisanya tinggal kau yang urus. Aku akan berjaga disini saja.'
"Baiklah. Sebaiknya kau hati hati." ucapnya. Dia kembali berjalan menuju rumah itu. Rumah yang berukuran sedang itu gelap gulita. Mungkin saja hacker itu sudah tertidur atau mengakhiri kegiatannya. Nafasnya menderu, berusaha tenang setenang-tenangnya karena dia tidak tahu apa atau siapa yang akan berada didepannya.
Bangunan tersebut berbentuk kubus dengan banyak pintu disetiap sudut sudutnya. Ennoshita memanggil beberapa personel yang berada dibelakangnya menyusulnya. Berdasarkan laporan, target berada dilantai 2. Mungkin itu bukan informasi yang akurat, dikarenakan bisa saja dia hanya mengecoh mereka.
Krieet...
Salah satu pintu berkarat berbunyi dan terbuka, yang dekat dengan posisi Ennoshita berada. Membuat Ennoshita semakin bersiaga ditempatnya. Beberapa anggota datang setelah itu. Mereka mengatakan bahwa mereka dalam posisi aman.
"Baiklah. Akan kuatur posisi. Ada beberapa pintu disini. Masing-masing regu yang sudah kubentuk segera berpisah. Sisanya ikuti aku. Aku akan terus maju kedepan."
'Laksanakan inspektur' balasnya dengan alat komunikasi mereka. Regu berjalan seperti rencana. Ennoshita berjalan maju. Sepi, tetap tidak ada apa-apa. Dia semakin bingung.
'Apa mereka sudah tau akan ada penyerangan kesini?' Batinnya. Dia memasuki ruangan berikutnya. Kali ini sepertinya dia berada dalam garasi sederhana. Namun anehnya ruangan ini sama sekali tidak memilki plafon. Kayu-kayu penyangga terlihat sejauh matanya memandang.
Kayu-kayu tersebut terlihat sangat kokoh. Entah apa yang membuatnya berpikir begitu. Mungkin saja ini sebagai tempat berlatih sesuatu karena tidak terlihat barang-barang yang memenuhi garasi ini. Ruangan ini kosong dan luas.
Serrt..
Pintu tempatnya masuk kini tertutup tergantikan dengan debuman keras. Situasi semakin memacu jantung. Rasa ketakutan sudah menghampirinya. Ia berharap bukan psikopat atau pembunuh berantai yang menemuinya.
Wajar saja jika ia tidak mengharapkan itu. Siapa yang mau kematiannya dipermainkan. Cukup terhunus pisau atau peluru saja itu sudah cukup sakit.
BRAKK!!
Sebuah balok kayu besar menghantam satu orang bawahannya. Ia terkapar begitu saja. Lalu bunyi tembakan terdengar, membuat semua orang terkejut dan segera tiarap dan bersembunyi.
"Sembunyi!!"
Lambat. Komandonya tidak berpengaruh sama sekali. Semua anggotanya sudah terkena tembakan senapan tersebut. Hanya Ennoshita yang masih sadar sepenuhnya. Hanya saja kini sudah bersarang beberapa butir peluru di bahu kanannya. Dia segera mencari stop kontak untuk mencari penerangan. Beruntungnya dia karena berhasil menemukan stop kontak tersebut, dengan cepat dia membuat ruangan tersebut terang benderang terkena cahaya lampu.
Dia menggeretakan gigi. Melihat semua pasukanya kini "Siapa kau?!!" Dia mengambil pistol yang berada dikemejanya. Dia menajamkan pendengaran, mencoba mendengar suara sekecil apapun.
DORR!!!...
Dia melepas tembakannya dan mengenai sebuah pintu kayu. Seseorang keluar dengan raut wajah datar. Dia memegang sebuah senapan angin yang lumayan besar.
"Harusnya aku yang tanya. Kalian siapa?" dia bertanya dengan intonasi serius, lalu menghela nafas. Dia mengarahkan senjata tersebut kearah Ennoshita dengan perlahan. Raut wajahnya hanya menampilkan raut wajah seorang anak pendiam dan lugu. Ennoshita mencari jalan keluar mana yang harus ia lakukan. Salah selangkah saja nyawanya melayang.
"Kata-kata terakhir?"
Hening. Tidak ada jawaban.
"Baiklah kalau begitu.. Selamat tinggal." Ucapnya. Sedetik kemudian dia menarik pelatuk pistolnya. Ennoshita menahan nafas dan menutup matanya. 'Ya ampun. Ini sudah berakhir.'
DORR!...
"Maaf aku terlambat. Ennoshita." Ucap pemuda bersurai putih sembari tersenyum kearahnya. Ennoshita menatapnya dengan terkejut. "Sugawara-san?!"
Sugawara tertawa melihat ekspresi terkejut Ennoshita. "Gomen, gomen. Kalau kau mau tau mengapa aku ada disini, sebaiknya nanti saja. Aku akan mengurus ini dulu." Dia mengacungkan senjata kearahnya, lalu tersenyum ramah. "Sampai dimana kita tadi?"
Ennoshita melihat senapan orang tersebut rusak karena terbentur sebuah peluru. Orang itu mendecih sebal. Dia menarik sebuah pistol yang berukuran lebih kecil dari sakunya. Bersiap memberikan balasan.
DORR!! DORR!!
Terjadi pertarungan tembak menembak disini. Laki-laki itu memborbardir peluru tersebut dengan brutal, Sugawara tidak tinggal diam. Dia ikut memborbardirnya dengan banyak peluru.
"Disini terlalu bahaya. Sebaiknya kau cepat pergi." ucapnya tanpa melihat lawan bicaranya. Ennoshita menolaknya. "Ini tugasku sugawara-san."
"Tugasmu mencari pelaku itu. bukan bunuh diri disini." Dia tetap menyuruh Ennoshita pergi dari sini. Akhirnya dengan terpaksa ia segera keluar dari ruangan yang penuh dengan tembakan brutal itu.
Ennoshita berjalan tertatih menuju tempat lainya. Dia melihat bekas pertarungan sengit ini. Dia mengerutkan kening. 'Ini ulah siapa?' Dia masuk keruangan tersebut. Telinganya mendengar kericuhan kecil disana. Ketika ia memasuki ruangan tersebut dia terkejut.
Ada seorang remaja yang sedang terduduk sembari menekuk lututnya. Dia membenamkan wajahnya, Ennoshita mendekat perlahan kearah orang itu. Tangan bergerak perlahan kearahnya.
Greep!!
"Khkh... Lepaskan." Dengan tiba tiba orang itu mencekiknya dengan kuat. Matanya menatap Ennoshita tajam. Surai oranye yang terlihat berantakan itu berkibar pelan.
"Are? Kau kira ini rumah siapa?!" Dia semakin mencekik Ennoshita. Ennoshita berusaha melepaskan tangan yang mencengkram kuat dilehernya. Tapi hal itu sia-sia. Dia terus mencekiknya dengan kuat.
Ennoshita berusaha menggapai pistol disakunya. Dengan cepat dia melepaskan peluru tersebut kearah surai oranye itu yang membuat dia sangat terkejut.
"Tak kan kubiarkan si salty itu memarahi ku lagi karena ini." ucapnya. Dia meraih sebuah balok kayu yang terdapat disampingnya, lalu dengan cepat mengayunkan kayu itu kearah Ennoshita. Ennoshita mendecih, baru menyadari jika yang memukul pasukannya tadi bukanlah orang yang menembaki mereka tadi.
"Oi, oi, kau kira aku mau dipermalukan sedari tadi?!" Ennoshita segera melepaskan senjatanya, dengan cepat ia menghindar dari balok besar itu. Dia meninju dengan cepat lawannya. Pukulannya yang cukup kuat untuk merobohkan lawannya.
"Belum. Ini belum berakhir." lawannya berdiri dan mencoba memukul Ennoshita. Walau terpukul beberapa kali Ennoshita tetap mencoba untuk tetap berdiri. Dia menyadari beberapa pukulan yang mengenainya berhasil membuat beberapa tulangnya patah. Dia menghela nafas dan menggigit bibir. "Sial!.. Apa aku selemah ini?!"
"Baguslah. Jika kau menyadarinya." dia memukul Ennoshita tepat ditulang punggungnya. Ennoshita ambruk sepenuhnya. Tubuhnya tidak bisa lagi bergerak dengan bebas. Dia tertawa. "Setidaknya kau harus berusaha hingga akhir. Bukan mengeluh seperti tadi."
"Bedebah! Siapa yang mengeluh!"
"Aku... Sudah bersusah payah mendapat jabatan ini!"
"Jangan remehkan aku!!"
DOAR!!
Senjata yang sedari tadi terjatuh tanpa sadar telah berada ditangannya. Ennoshita menembakan peluru tersebut kearahnya dengan brutal. Surai oranye tersebut terkapar dan pingsan seketika karena kedua tangan dan kakinya terkena tembakan tersebut.
'Aku selemah ini?'
Ennoshita menghela nafas. Tak menyangka akan tetap ada kekerasan dimisi ini. Beberapa menit kemudian dia mendengar langkah kaki mendekat. Dia mencoba mendekati keramaian diluar sana. Dia tertatih berjalan. Seseorang seperti meneriakinya dari jauh. Dia tak sanggup mendengarnya lagi. Pandangannya mengabur, lalu ia terjatuh dan ambruk seketika.
"Inspektur!!" Tanaka datang dengan cepat dan menangkapnya sebelum dia jatuh ketanah. Dia terkejut melihat darah yang berada diseragamnya. Dia menggeram.
"Cepat. Kepung mereka. Pastikan tidak ada yang mati!!"
"HAI'!!"
Pandangannya beralih ke Ennoshita. Dia segera bangkit dan membawanya kedalam ambulans. Waktunya tidak banyak. Diluar terjadi keramaian. Mereka tahu ini akan terjadi.
"Bawa inspektur segera. Sepertinya lukanya parah..." ucap Tanaka kepada para medis. Mereka mengangguk dan mengangkat Ennoshita menuju ambulans.
Ambulans tersebut menjauh dengan suara sirene yang dmatikan, toh ini masih dini hari. Tidak banyak kendaraan yang berlalu lintas sekarang.
Tanaka menatap ambulans yang menjauh. Menghela nafas dan kembai menjalankan tugasnya, sambil berharap bahwa Ennoshita akan baik baik saja.
"Kau terlalu memaksakan dirimu, Ennoshita."
....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro