One mission
"Berangkat? Apa maksudnya?"
'Sudah kuduga ini akan merepotkan.'
...
Nishinoya memacu mobilnya dengan cepat. Menuju ketempat yang mungkin yang terlihat asing dimata mereka. Mereka menatap sekeliling. Suasana hutan terlihat dingin dan kelam. Entahlah, padahal hutan adalah tempat yang teduh dan sejuk dimata mereka. Mungkin terkecuali tempat ini.
Tsukishima memeluk dirinya sendiri. Ada yang aneh dari tempat ini. pikirannnya sedari tadi kacau, entah kenapa. Bahkan teman-temannya yang terbilang cerewet apalagi dua orang yang sering bertengkar itu kini saling terdiam dan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
Suasana begitu hening. Sama sekali tidak ada yang ingin berbicara. Hingga akhirnya mereka semua sampai. Nishinoya memakirkan mobilnya didekat kedai kecil. Tsukishima berpikir, mungkin tempat ini tidak buruk juga. Masih ada beberapa rumah yang terlihat selama perjalanan ini.
"Permisi..." ucap mereka dengan masuk kekedai tersebut. Ketika memasuki tempat tersebut, sepasang suami istri menyambut mereka dengan hangat.
"Ah, apa kalian ingin makan?" Tanya istri sang pemilik kedai tersebut. Mereka semua mengangguk. "Tolong empat porsi Ramen dengan tiga jus sari Apel dan satu buah Sake."
"Tolong tunggu sebentar."
Mereka duduk dengan sebuah meja ditengahnya. Sebuah 'tatami' sebagai alas duduk yang begitu nyaman. Kedai dengan bentuk seperti ini sangat jarang berada didaerah mereka.
Biasanya mereka makan dengan disediakan sebuah kursi untuk duduk dan meja yanga berada dihadapan mereka. Jika dilihat-lihat, memang kedai ini malah terlihat seperti rumah tradisional khas jepang.
Kageyama terlihat sangat memperhatikan rumah ini dengan teliti. matanya menerawang keberbagai daerah. Lalu menatap Nishinoya yang sedang menikmati sakenya yang terlebih dahulu telah dibuat. "Noya-san, apa anda sudah sering kesini sebelumnya?"
Nishinoya menggeleng. "Aku hanya pernah kesini beberapa minggu lalu. Untuk sebuah pengintaian. Kalian tahu apa?"
Mereka semua menggeleng. Ah, Tsukishima memiliki firasat buruk mendengar ucapan sang ketuanya itu. Nishinoya kembali menengguk semua sakenya. Dia menatap mereka dengan serius. "Misi kalian."
'Ya ampun. Kenapa firasatku selalu benar.'
"Beberapa minggu lalu. Daftar anak menghilang didaerah sekitar sini semakin banyak. Ah, perlu kalian tahu. Ini bukan distrik. Hanya sebuah desa. Desa yang berdampingan dengan hutan lebat Mangrove. Tempat sebuah perdagangan ilegal. Kita akan kesana setelah makan."
"ILEGAL?!"
...
"Chotto?! Noya-san, kau tahu kan bahwa kami hanyalah anggota awam. Minim pengetahuan dan tidak berpengalaman dalam memburu penjahat. Kecuali si Ou-sama itu. kau mau kita mati?!"
"Oi, jangan panggil aku dengan sebutan itu!" ucap Kageyama. Dia terlihat marah, namun kini lebih baik ia diam karena kelompoknya memandangnya dengan tajam. Kageyama mendecih. "Tch. Sialan."
"Ini sebuah misi penyelamatan kan?! Ada berapa banyak korban didalam sana? Kalau ada yang mati bagaimana?!" ucap Hinata dengan cemas.
Mereka terus menolak misi ini. Misi yang terbilang berbahaya dipikiran mereka. Bagaimana tidak, misi kali ini adalah sebuah penangkapan sekaligus sebuah penyelelamatan korban perdagangan manusia. Ini sangat ilegal dan butuh penanganan khusus.
Noya menatap mereka dengan tajam. Satu sudut bibirnya tertarik. Menampilkan sebuh seringai menakutkan dan tentu saja tatapan tajam yang tertuju pada anak buahnya itu. "Kalian meragukanku?"
"Bukan Noya-san, tapi aku meragukan diriku sendiri." ucap Hinata. Dia menghela nafas kasar. "Ketika aku menjadi umpan. Aku harap aku tidak akan mati. Hanya saja yang lalu hanya sebuah rekaan. Sedangan ini asli. Ini mampu membunuhku."
"Kenapa harus ragu? Umpan tidak selamanya buruk." ucap Nishinoya sembari menepuk-nepuk bahu Hinata. Dia mencoba tersenyum. "Umpan itu adalah sesuatu yang rendah, lari dan dikejar. Berbeda dengan yang membidik dan mengejar."
"Tapi karena dirimulah semua berhasil musuh terpedaya. Mengejarmu dan tertangkap. Kau juga tak kalah keren kok,"
"Terima kas—"
"Yah, tapi aku kan belum pernah melihatmu sebagai umpan. Kalau rupanya kau juga payah dalam umpan ya tidak ada gunanya hahaha!" Nishinoya tertawa dengan keras. Menyebabkan Hinata kembali dengan rasa 'pundung'nya.
"Noya-san, kau niat menghibur tidak sih?"ucap Yamaguchi. Yang lain hanya menahan tawa. Kageyama mengangguk. "Mungkin seperti kata Daichi-san, 'reaksi kimia' bisa mengubah kita lebih banyak lagi."
"Dasar. Kau ini ngomong apa Ou-sama?" tanya Tsukishima. Kageyama yang terlihat kesal dan malu akhirnya hanya mengumpat dengan kesal. "Sialan."
"Hei, sudahlah. " lerai Nishinoya. Dia meraih tas yang ia kenakan. Mengeluarkan beberapa senjata. Dia melemparkan senjata senjata tersebut kearah mereka. Kecuali Hinata.
Hinata merasa resah. "Ano, kenapa aku tidak mendapat senjata?" Nishinoya melirik sebentar. "Ah, itu karena kau akan langsung berhadapan dengan mereka."
Hinata menatapnya senang. "Eh, bukan umpan?!"
"Tidak. Kau tetap menjadi umpan. Bawa mereka kearahku. Kau akan ikut bergabung untuk menghabisi mereka." ucapnya. Dia mengeluarkan senjata didalam ranselnya lagi. "Aku membawa sebuah Stun gun." Dia menaruh senjata tersebut disakunya dan membuang tas tersebut dengan alasan akan menghambat pergerakan ketika berlari.
"Tsukishima, kau buat listrik mereka padam. Yamaguchi. Aku tahu bahwa kau memiliki bakat dalam menembak. Kau bisa membantu Kageyama dan membuat jarak aman untuk Tsukishima ketika tengah mencoba memadamkan listrik mereka. Kuberi waktu 30 menit."
"Baiklah. Kalian sudah memakai alat komunikasi kan?" tanya Nishinoya. Semuanya mengangguk. "Ok. Semua mari kita mulai."
....
Suasana rumah bercat kelabu kini menghiasi penglihatannya. Dengan hati-hati ia mengendap-endap menuju kebelakang rumah tersebut. Yamaguchi yang berada dibelakangnya terus mengangkat sebuah pistol ditangannya. Mengikuti langkah jejak Tsukishima dengan hati hati.
Suasana sangat sunyi, bahkan ia sama sekali tidak mendengar suara kicauan burung ataupun suara derikan jangkrik. Lingkungan yang justru membuat suasana semakin menegangkan.
"Kau bawa laptop?" Bisik Tsukishima disertai dengan gerakan tangan yang mencontohkan apa yang dia maksud. Yamaguchi mengangguk. "Aku membawanya. Jaga-jaga ketika kau membutuhkannya."
Mereka sampai kebelakang rumah tersebut, namun dia sama sekali tidak menemukan adanya perangkat kabel listrik rumah itu. dia menyeringai 'Heh? Mereka terlihat hati-hati sekali.'
Padahal sebuah rumah akan memiliki perangkat kabel listrik dirumahnya. Apalagi ini adalah sebuah rumah yang terbilang besar. Mungkin mereka menyembunyikannya didalam ruangan. Pikir si kacamata itu.
Dia memanggil orang diluar sana."Lapor Noya-san. Tsukishima disini."
Walkie talkie mulai terhubung. Terdengar suara orang yang menerimanya. 'Ya, ada apa? '
"Aku tidak menemukan perangkat listrik disekitar sini." Ucapnya. Hening sebentar. Tsukishima menunggu balasan dari Nishinoya. Beberapa detik berikutnya Nishinoya membalasnya. 'Tunggu sebentar. Hinata akan menjawabmu.'
Dia menunggu menerima balasan suara dari seberang sana, dia melirik jam yang berada ditangannya. Waktu yang diberikan Nishinoya kini masih tersisa banyak, dia mengambil laptop Yamaguchi dan mengaktifkannya. Jaga-jaga jika ini dibutuhkan. Hinata menyampaikan pesan.
'Aku melihat pintu yang mereka pakai berbentuk door card. Kau bisa membobolnya Tsukishima?'
Tsukishima dengan senang menjawab. "Kau kira aku tidak bisa? Beri aku waktu 10 menit." Dia mengaktifkan laptop tersebut. Suara desingan laptop bekerja tidak dapat menghilangkan kesunyian yang berada disini. Jarinya mulai mengetikan kalimat kalimat acak semacam sandi disana.
Selagi Tsukishima membobol keamanan tersebut, Yamaguchi menjaga keadaan sekitar. Matanya menatap awas sekitarnya. Dia menghembuskan nafasnya pelan, lalu menatap objek sekitarnya dengan fokus.
SREKK..
'Aneh, seperti ada yang bergerak disekitar sini. Apa memang perasaanku saja.'
"Selesai." ucap Tsukishima dengan menyeringai puas. Dia berdiri dari duduknya dan mencoba terhubung dengan Nishinoya diluar sana. "Aku telah berhasil Noya-san."
'Ok. Kerja bagus serahkan semua sandraan kepadaku nanti. Kau hanya perlu berhati hati.'
"Baiklah. Ayo Yama—"
Duar!
"ARGH!" Ucapannya terhenti. Tsukishima terjatuh berlutut sambil memegangi kaki kanan nya. Sebuah peluru dengan cepat mengenai kakinya. Menancap ditulangnya dengan keras. Dia terlihat terkejut dan berseru panik. "Protect!"
Yamaguchi yang terkejut langsung mengarahkan arahan pistolnya kearah seseorang dibalik pohon tersebut, sebelum orang itu dapat lari darinya dia mengunci target dan menarik pelatuk dengan cepat, peluru tersebut dengan cepat menembus kepala seseorang dibalik pohon itu.
Dia mati seketika.
"TSUKKI!" Dia terlihat panik, sesegera mungkin ia mengambil alat P3Knya yang berada ditas yang ia kenakan. Menggunakan perban dan menghentikan perdarahan yang terjadi dikakinya. Tsukishima hanya mendecih kesal. "Tch, diamlah Yamaguchi. Kau ini berisik sekali."
"Gomen Tsukki." Yamaguchi menghela nafas lega. "Ternyata hanya peluru biasa. Untung bukan Timah panas." Tsukishima bergidik ngeri mendengarnya. Dia menghela nafas. "Membayangkannya saja aku tidak mau. Itu menakutkan."
Yamaguchi mengaktifkan Walkie talkienya. "Info. Para pelaku telah mengetahui kita. Ganti, kuharap kalian hati-hati."
'Argh, sial. Yasudahlah. Ini Nishinoya. Hinata kau dimana?' Ucap seseorang diseberang sana. Nampaknya Nishinoya masih aman-aman saja. Diluar sana. Walau ia telah tertembak sebuah senjata api. Beberapa menit kemudian sama sekali tidak ada serangan lanjut dari mereka. Tsukishima berpikir keras. "Kuharap kalian tidak ceroboh nanti."
'Kapten. Aku sedang berada didalam rumah itu.' Ucap Hinata diseberang sana. Yamaguchi terkejut, "Hei, bukannya namanya itu menerobos masuk?"
"Tch, dasar."
'Apa, bodoh! Padahal itu tugasku! Kau apakan mereka?!'
'Ah, maaf. Kalian masuk kedalam tempat ini saja. Beberapa musuh sedang mengepungku.'
'srrrek.. sreek... duar!'
"Itu kan senjata api!"
'BOGE! Hinata BOGE!'
"Eh, itukan suara si Ou-sama." ucap Tsukishima. Kageyama juga ikut kesal diseberang sana. Dia mendecih kesal. Dia berupaya berdiri, namun suara Walkie talkie menghalaunya. 'Tsukishima, tolong kau hambat jaringan komunikasi, internet disekitar sini. Aku sudah memanggil bala bantuan.'
"Baiklah Noya-san, urgh. Luka ini menggangguku." Tsukishima menangani kakinya sebentar, lalu setelah itu baru terfokus pada laptop tersebut. Dia memutuskan jaringan tersebut.
"Ada yang aneh..." dia melihat sebuah hal ganjil terlihat dilayar monitor tersebut. "Jaringannya. Sudah mati. Beberapa menit yang lalu."
"Ada yang mematikan jaringannya sebelum aku. Siapa? " Dia mencoba melihat keganjilan tersebut, namun jaringan tersebut telah dihambat oleh seseorang. Pikirannya kacau. Solusi terakhir adalah ia harus memberitahu ketuanya itu.
"Noya-san?" panggil Tsukishima. Tidak ada respon. Ia kembali memanggil ketuanya tersebut. lagi lagi tidak ada respon. Dia menggigit bibir. "Ada sesuatu yang sedang berjalan tanpa sepengetahuan kita. "
"Ada apa, Tsukki?" tanya Yamaguchi. Tsukishima berdeham. Lalu menatap temannya. "Kita harus menemui mereka." Tsukishima mencoba berdiri. ia berjalan dengan tertatih memasuki rumah tersebut. "Jaga-jaga Yamaguchi."
Duar!
Tsukishima menarik pelatuknya dengan cepat. Seseorang terkapar diseberang sana. Dia mendengus sebal. "Tch, mereka mencari kesempatan rupanya."
Tsukishima kembali menarik pelatuk. Kini dua buah peluru melesat kearah kaki orang tersebut. "Kau punya tali?aku rasa kita membutuhkannya."
"NICE SHOOT TSUKKI!" Ucapnya dengan mengacungkan ibu jarinya. Dia mengacuhkan ucapan temannya itu. "Kita tidak harus membunuhnya kan? "
Tsukishima menggeleng. "Ya. Tidak perlu. Buang buang tenaga saja." dia memasuki ruangaan tersebut. Ruangan itu terlihat kosong dan berantakan. Mungkin mereka telah memasuki rumah tersebut terlebih dahulu. Tsukishima berjalan tertatih. Menghampiri suatu benda yang menarik perhatiannya.
Sebuah Stun gun yang sempat ia lihat tadi tergeletak disini. Dia menduga-duga bahwa pasti itu milik ketuanya. Langkahnya berjalan menaiki sebuah tangga yang menuju sebuah ruangan diatas sana. Suara gaduh mulai terdengar ketika jaraknya telah dekat dengan rungan tersebut. Dia menatap heran sekelilingnya. "Tempat ini kedap suara."
Dia berjalan pelan. Yamaguchi mengawasi arah belakangnya. Ketika kegaduhan tersebut sangat terdengar. Ia sudah menduga apa yang terjadi saat ini.
.
.
.
Kageyama berjalan mengendap endap memasuki rumah tersebut. Suasana rumah tersebut terlihat kacau balau. Semua barang barang yang terbuat dari kaca pecah dan hancur. Dia terkejut. 'Apakah semua ini ulahnya? '
Dia mencapai ruangan tak berpenghuni. Kosong, namun sesuatu yang terlihat mengejutkan ketika ia menatap lantai marmer yang dipijaknya. Lantai yang telah dipenuhi banyak bercak darah. Matanya menatap awas.
Brak!
Suara gaduh mulai terdengar. Kageyama mendengar suara tersebut berada dilantai atas. Ia segera berlari dan menaiki tangga, deru nafasnya tertahan. Ia terkejut.
Seseorang, yang terlihat menyebalkan dan konyol tersebut dihadapannya. Dengan pakaian dan tangan yang penuh dengan darah. Dia terlihat tenang, namun nafasnya menderu dengan cepat.
'Monster.'
Beberapa orang terlihat terkapar dengan beberapa benda tajam yang menghujam beberapa anggota tubuhnya. Kageyama menahan nafas. Lalu mundur dengan perlahan. Tertawa miris untuk dirinya sendiri. 'Apa yang aku lakukan? Tenanglah, itu hanya anggotamu sendiri.'
Tubuhnya menabrak sebuah meja dibelakangnya. Membuat sebuah vas bunga terjatuh dan terbanting. Hinata yang mendengarnya, tanpa berkata kata segera membalik badannya dengan cepat dan mengarahkan sebuah pisau belati kearahnya.
Pisau tersebut berhenti, tepat didepan jantungnya. Kageyama menghela nafas dan terbatuk. Baru menyadari bahwa dirinya menahan nafas dalam waktu yang lama. 'Untuk apa aku menahan nafas seperti ini?!'
"Rupanya kau Kageyama." Ucap Hinata. Ia segera menyingkirkan pisau tersebut dari hadapannya. Dia berkata dengan tenang."Maaf jika membuat kau terkejut."
Kageyama terdiam. dia sama sekali tidak bisa berbicara. Terkejut, shock dan sebagainya. Jantungnya seakan hampir berhenti berdetak tadi. Hinata ikut terdiam. Dia menatap kebawah dengan raut wajah kesal. "Aku terlihat seperti apa saat ini?"
"Menyeramkan ya?" dia menyeringai. "Emosiku. Aku sama sekali tidak bisa mengontrolnya."
"BOGE! HINATA BOGE!" bentak Kageyama dengan kesal. Hinata menatapnya dengan bingung. "Ehh?"
"MANA MUNGKIN AKU TAKUT PADAMU! DASAR BOGE!" Kageyama berteriak. Dia menggerutu pelan. "Hah yasudahlah. Dimana tawanannya? "
Hinata menunjuk sebuah tembok dihadapannya. Dia melangkah menuju tembok tersebut, lalu mendorong tembok yang ia tunjuk. Menampilkan hal yang mengejutkan. Dua puluh korban perdagangan manusia atau yang biasa disebut dengan "Human Trafficking" tangannya saling terikat dengan tali panjang dan kuat.
Badan mereka terlihat lemah. Mereka menatap keduanya dengan haru. "Bala bantuan datang."
Kageyama terpaku ditempatnya. Bahkan tak berkedip. Satu hari yang sangat menakjubkan. Dirinya terus terkejut akan sesuatu yang sangat tak terduga dimatanya.
'Bahkan aku berbohong. Mengatakan bahwa aku sama sekali tak takut padanya.'
'Monster itu.'
"HEI, HATI-HATI!"
Brugh!!
Seseorang bertubuh besar memukul mereka berdua dengan tongkat kasti dengan keras. Menyebabkan bunyi benturan yang sangat keras yang berasal dari tulang punggungnya.
"ARGH!"
Hinata dan Kageyama tersungkur. Pukulan itu mengenai titik syaraf mereka. Walau mereka tersadar ia tidak dapat menggerakan badannya dengan bebas.
"Kalian mau kemana? Sangat percuma jika memanggil bala bantuan tadi. Kalian akan kuhabisi disini. " dia menatap mereka berdua dengan menyeringai. Lalu melirik Nishinoya yang berada dibelakangnya. "Kau ketuanya ya? Bedebah sekali."
"Apa pedulimu?" tanyanya dengan kesal. Dia menggertak keras. Dia melangkah mendekatinya. Sebuah tinju melayang kerahnya. Beruntung ia dapat menghindar, dia menyerang balik. Ia menendang perut laki-laki tersebut dengan keras. Membuatnya terjatuh ketembok. "Kau yang bedebah bodoh."
Laki-laki tersebut berdiri. Dia terlihat kesal. "Akan kujual organ kalian nanti. Lihat saja."
Hinata dan Kageyama hanya terdiam. Mereka sama sekali tidak ingin menghambat pergerakan ketuanya itu. Beberapa pukulan dan tendangan terdengar begitu keras. Mereka menggigit bibir, membantunya sama saja menghambatnya.
Tanpa diketahuinya. Laki-laki itu mengambil tongkat kasti yang sempat terjatuh kelantai. Ia mengarahkan pemukul itu kearah Nishinoya dengan kuat. Nishinoya mengaduh pelan. pukulan tersebut membuat tanganya tak dapat bergerak dengan bebas sekarang. Dan tentunya sangat sakit.
"MATI KAU!"
Zeert!
Sebuah Stun gun menyala dan mengenai tubuhnya. Laki-laki itu langsung jatuh tersungkur. Seseorang dibelakangnya menyetrumnya dengan benda tersebut. Dia menatap laki-laki itu dengan rendah. "Kau saja yang mati."
Zeert!
Dia kembali menyetrum pria itu tepat pada lehernya. Tsukishima menyetrumnya dalam waktu yang lama membuat laki-laki itu pingsan. Dia mendecih menatap laki-laki yang tersungkur tersebut. "Merepotkan."
"Pantas senjataku hilang tadi." ucap Nishinoya. Dia menepuk nepuk Pakaiannya yang penuh debu. Setelah itu tertawa. "Sepertinya tulang bahuku patah." dengan santai. Nishinoya. Membantu Hinata untuk berdiri. "Hati-hati. Mungkin kalian lebih parah."
"Yamaguchi. Kau bantu si Ou-sama itu." ucap Tsukishima dengan kembali berjalan. Dia memegang kakinya yang tertembus peluru tersebut. "Ini tidak parah. Aku bisa berjalan sendiri."
Yamaguchi mengangguk lalu membantu Kageyama untuk berdiri. Kageyama hanya berkata canggung. "Maaf bila merepotkanmu."
"Kita melupakan para korban." ucap Nishinoya. Ia meraih ponselnya. "Aneh sekali. Kenapa panggilanku tidak direspon?"
"Karena ada yang sudah menghambat jaringan disini sebelumnya." ucap Tsukishima dengan santai. Dia bersandar pada tembok. "Bahkan sebelum aku mengetahuinya."
"Tapi pesanku terkirim." ucap Nishinoya. Tsukishima hanya menjawab dengan wajar. "Mungkin pelaku telah mengetahui kita. Mungkin saja pesan tersebut terkirim beberapa detik yang lalu, karena jaringan telah kembali seperti semula."
"Itu sepertinya masuk akal. Baiklah, kita tinggal menuggu mereka saja." ucap Nishinoya. Anggotanya menghela nafas. "Pengalaman yang buruk."
"Yang mungkin akan terjadi lagi."
tbc.
next mau ada OC saya nih. part ini terasa hambar atau bagaimana?
kenapa salty saya terasa kena apes mulu sih ditiap part disini :v
entahlah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro