Bab 6a
Dunai keartisan gempar, saat rencana pernikahan Melva dan Adrian diketahui media masa. Menjadi trending topik di mana-mana dan semua orang ingin tahu siapa laki-laki yang berhasil meminang sang idola. Kemana pun Melva pergi, kini menjadi sorotan, bahkan di lokasi syuting. Adrian yang takut terjadi apa-apa dengan calon istrinya, memaksa gadis itu untuk menambah pengawalan.
"Apa kita perlu bicara dengan media?" Ratna, manajer Melva bertanya. Ia sudah pernah bertemu dengan Adrian sekali, dan kesan yang didapat, laki-laki itu sangat sulit untuk didekati. Seperti ada aura angkuh yang membuat orang-orang enggan dan hormat secara bersamaan.
Melva yang sedang dirias untuk persiapan syuting menggeleng. "Jangan sekarang, Kak. Nanti dulu. Tuan Adrian belum bicara apa-apa soal ini."
"Apakah media mengejarnya juga?"
Melva tersenyum. "Tentu saja. Emangnya mudah bicara sama Adrian? Belum apa-apa sudah dibuat tak berkutik para wartawan. Dia menolak semua permintaan wawancara dan membuat aturan kalau wartawan dilarang masuk ke area gedung perkantorannya."
"Ckckck, hebat sekali calon suamimu. Bagaimana dengan keluargamu?"
"Oh, aman. Keluargaku dan keluarga Adrian sedang bersama sekarang. Mengurus tentang pernikahan kami. Wartawan nggak akan mudah menemukan mereka."
Ratna bertukar pandang dengan Talia. Keduanya tidak dapat menyembunyikan rasa takjub. Mengenyakkan diri di samping Melva, Ratna menatap gadis yang sudah lima tahun ini bekerja dengannya.
"MJ, harus aku akui kalau calon suamimu memang outstanding. Lebih dari keren!"
Pujian manajernya membuat Melva tersenyum, tidak dapat menyembunyikan rasa bangganya. Semua yang kenal dengan Adrian mengatakan hal yang sama. Laki-laki itu tegas dan elegan. Bagi sebagian orang yang tidak mengenalnya pasti terkesan sombong dan dingin, tapi sebenarnya tidak begitu.
Ia menoleh pada Talia. "Bisa tolong ambilkan gaun yang harus aku pakai? Masih di depan."
Talia melesat keluar tanpa banyak kata dan masuk lima menit kemudian dengan napas ngos-ngosan.
"Waah, di luar banyak sekali fans dan wartawan. Mereka berteriak-teriak memanggilmu. Apa kamu dengar?"
Melva menggeleng, meminta penata rambut untuk mematiukan hair dryer dan menajamkan pendengaran. Terdengar teriakan dari luar dan ia memijat pelipis, merasa pusing seketika. Ia tidak enak kalau para fans dan wartawan akan mengganggu jalannya syuting.
Ratna yang melihat perubahan sikap Melva, bangkit dari kurs. "Aku akan bicara dengan sutradara dan kru film, meminta maaf adanya gangguan ini."
Melva mengangguk. "Terima kasih, Kak."
Bagi sebagian orang, rencana pernikahan Melva adalah anugrah bagi mereka. Bagaimana tidak, wartawan yang tidak bisa mewawancarai sang artis, berusaha mencari sumber berita lain. Mereka mengejar seseorang yang dianggap dekat dengan Melva. Dari mulai aktor pendamping, bahkan kru film. Tidak banyak yang bisa mereka katakan karena sang artis tidak pernah memberitahukan apa pun, termasuk pada Neo, lawan mainnya kali ini. Meski begitu, Neo terlihat menikmati popularitas yang datang padanya karena Melva. Setelah sebelumnya ramai berita kencan mereka, kini digantikan dengan rencana pernikahan. Dia adalah orang yang paling dicari setelah sang artis itu sendiri.
Di lokasi syuting, Neo berusaha untuk selalu mengajak Melva bicara saat istirahat. Mengikuti ke mana pun gadis itu pergi. Sangat berharap ada wartawan yang mengabadikan kebersamaan mereka dan mewawancarainya.
Berbeda dengan Neo yang menikmati popularitas, Luke yang selama ini memendam perasaan pada Melva, secara terang-terangan menentang pernikahan itu. Dia bahkan menelepon Melva dan mengungkapkan pendapat pribadinya secara terang-terangan.
"Kamu masih muda, kenapa harus buru-buru menikah?"
"Nggak semuda itu, Luka. Aku sudah hampir 28 tahun."
"Itu masih muda, masih banyak hal yang bisa diraih dalam hidup. Kenapa harus menikah?"
"Luke, ini soal hidupku."
"Hidupmu baik-baik saja, MJ. Kenapa harus mempersulit diri?"
"Mempersulit bagaimana?"
"Dengan menikah, kehidupanmu akan terbatas. Kamu pikir suamimu nanti akan menerima kalau kamu harus berakting dengan laki-laki lain? Suamimu akan terima kalau kamu melenggok di catwalk dengan pakaian sexy? Suamimu akan terima kalau ada fans laki-laki yang setengah mati mengejarmu dan akhirnya membuat kehidupan kalian terganggu?"
Perkataan Luke membuat Melva terdiam. Menyadari kebenaran dari kata-kata laki-laki itu tapi keputusan untuk menikah, tidak datang hanya dari dirinya. Ia yakin, Adrian sudah memikirkan matang-matang tentang mereka.
"Luke, santai. Adrian itu seorang pebisnis andal. Dia sudah biasa menghadapi tekanan, kalau dia bersedia menikah denganku, dia pasti sudah memikirkan semuanya masak-masak."
Luke terdiam sesaat lalu bersuara dengan lebih lembut. "MJ, mungkin kamu tahu hal ini tapi karena aku nggak pernah ngomong, kamu pasti bertanya-tanya. Sebenarnya, aku ... menyukaimu. Lebih dari suka, cinta malah."
Melva terdiam sesaat, menatap ponselnya. Istirahat syuting yang biasa ia habiskan dengan menelepon keluarganya tentang persiapan pernikahan, kini malah menghadapi Luke yang sedang menyatakan perasaan padanya. Sekarang ia tidak tahu harus merespon bagaimana.
"MJ, kamu mendengarku?"
"Iya, Luke."
"Bagaimana menurutmu?"
"Apanya yang bagaimana?"
"Tentang kita. Maukah kamu menerimaku."
Tersenyum lembut, Melva menguatkan dirinya. "Maaf, Luke. Aku sudah membuat pilihan."
Tidak enak rasanya harus menolak perasaan laki-laki sebaik Luke, tapi Melva sudah menentukan pilihan. Ia tidak mengkin mengingkarin janji pada Adrian dan keluarganya tentang pernikahan.
"Aku menyesal, MJ. Sangat menyesal, pernah melepaskanmu dulu."
Tidak ada yang perlu disesali. Hubungannya dengan Luke sudah menjadi masa lalu. Mereka dulu pernah dekat, tapi itu sudah lama berlalu. Melva bahkan sudah melupakannya.
Melva menerima kejutan di tempat syting. Saat dua mobil makanan datang atas nama Adrian. Satu mobil adalah penyedia berbagai ragam minuman dan mobil lain adalah makanan. Saat seluruh kru film berebut mengambil makanan, seorang laki-laki bertubuh tinggi menyeruak di antara kemurumunan dan menghampiri Melva.
"Nona, Pak Adrian menunggu di luar."
Melva mengenalinya sebagai asisten calon suaminya. Ia mengangguk, berganti baju lalu memakai masker, topi, dan kacamata hitam. Setelah berpamitan pada Talia dan Ratna, ia keluar diiringi Vector dan dua penjaga. Mereka keluar secara diam-diam dan berusaha tidak menarik perhatian para fans dan wartawan yang menunggu di luar.
Masuk ke sebuah mobil mewah warna putih, Melva melepas topi dan kacamata lalu tersenyum pada Adrian. "Hai, sudah lama nunggu?"
Adrian tidak menjawab. Mengulurkan tangan untuk melepas masker yang menutupi wajah Melva. "Kita harus pergi ke suatu tempat."
"Ke mana?"
"Melihat lokasi pernikahan. Kedua orang tua kita sudah menunggu di sana."
"Oh, nggak ada yang ngasih tahu aku."
Adrian mengangkat sebelah alis. "Bukankah sekarang aku memberitahumu."
"Maksudku, harusnya dari kemarin-kemarin ngasih tahu. Kalau jadwalku sibuk bagaimana?"
"Vector dan Talia yang akan mengurus."
Informasi yang cukup membuat Melva tercengang. "Jadi, kalian berhubungan dengan Talia? Kok, dia diam saja?"
Adrian menatap Melva, meraih dagu wanita itu dan menyentuh bibirnya dengan ujung jemari. "Karena kami ingin kamu konsentrasi dengan pekerjaanmu. Detil-detil kecil, biar kami yang mengurus."
Mereka bertatapan. Bola mata Adrian yang jernih dan tajam mampu membuat jantung Melva berdegup dengan kencang. Tanpa sadar ia mengigit bibir bawah, setengah berharap laki-laki itu akan menciumnya. Nyatanya, keinginannya tidak terjadi karena Adrian melepaskan pegangan di dagunya dan mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Melva menarik napas panjang, tidak tahu harus merasa lega atau kesal.
**
Di Karya Karsa tersedia sampai bab 15
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro