Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1a

Di sebuah hotel ternama, dalam restoran mewah berdekorasi oriental, dua keluarga bertemu. Mereka mengadakan pembicaraan di sebuah ruang privat. Ada meja bundar di kelilingi delapan kursi tapi hanya lima yang terisi. Tiga lainnya kosong. Orang-orang yang duduk mengitari meja tidak peduli, meski dalam ruangan besar itu hanya ada mereka. Yang terpenting adalah pembicaraan mereka mencapai kata sepakat.

Beragam hidangan terpajang di atas meja, lebih dari cukup untuk disantap lima orang. Tapi, sepertinya mereka lupa makan karena terlalu asyik mengobrol, hanya teh panas dalam poci yang terus menerus habis.

"Maaf, Jeng. Kalau anak saya nggak bisa datang malam ini." Kelly berucap lembut pada wanita cantik bergaun ungun yang seumuran dengannya.

"Hai, jangan kuatir, Jeng. Nggak ada pengaruhnya untuk kita mereka datang atau nggak. Yang penting tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Anak-anak kita punya waktu dua bulan untuk saling mengenal, sebelum sah menjadi suami istri."

"Maa, mereka sudah saling kenal dari dulu." Nadav, suami dari Laili, wanita bergaun ungun, berucap lantang.

Laili mengibaskan tangan. "Memang, Pa. Adrian dan MJ memang sudah saling mengenal sejak masih kecil. Tapi ingat, mereka sudah belasan tahu nggak ketemu. Lupa itu sudah pasti."

Kelly mengangguk. "Sudah pasti lupa. Buktinya malam ini. Dari jauh-jauh hari kita sudah membuat rencana pertemuan mereka untuk membahas pernikaha, tapi apa yang terjadi? Keduanya sedang bekerja. Ada jadwal yang tidak bisa ditinggalkan. Luar biasa bukan?"

Kedua mama itu saling pandang lalu tertawa lirih bersamaan. Membicarakan anak-anak mereka yang akan menikah memang menimbulkan perasaan gembira. Sudah lama mereka merencanakan pertemuan ini, dan tidak ada satu pun yang bisa menghentikan rencana yang mereka buat, termasuk Melva dan Adrian yang tidak datang.

Agnes menggigit ujung sumpitnya, menatap dua pasang orang dewasa yang terlihat bahagia membahas pernikahan. Seolah-olah, mereka yang akan menikah. Ia sendiri tidak tahu bagaimana tanggapan kakak laki-lakinya nanti kalau tahu tanggal pernikahan ditetapkan tanpa persetujuannya.

Meraih ponsel, ia membuka peramban dan menemukan berita tentang Melva Javiera atau biasa dipanggil MJ. Ingatkannya kembali ke masa silam, saat ia mengenal wanita yang kini menjadi artis dan model terkenal. Mereka dulu bertetangga dan hubungan kedua keluarga memang cukup dekat.

Agnes ingat Melva kecil yang sangat rupawan. Padahal usianya waktu itu kisaran 12 tahun tapi lekuk tubuhnya sudah terlihat menggoda. Agnes yang beberapa tahun lebih muda dari Melva sering dibuat kagum saat banyak anak laki-laki menghampiri rumah sang model untuk mengajak bermain. Tapi, Melva selalu menolak. Karena lebih suka bermain dengannya. Sementara kakaknya, Adrian hanya diam dan memperhatikan dari jauh. Tidak pernah mengajak bicara apalagi sampai bermain bersama. Ia tidak tahu, bagaimana perasaan sang kakak dan Melva saat mereka harus bersama dalam ikatan pernikahan.

Pertemuan diakhiri dengan kesepakatan tak terbantahkan tentang pernikahan yang akan terjadi dua bulan kemudian.

**

Melva menatap bayangannya di cermin, seorang penata rambut sedang memberikan sentuhan akhir di puncak kepala, dua wanita penata gaya sedang membantunya memasang perhiasan di telinga berupa anting-anting besar berwarna emas. Sementara perias, berada di depannya untuk menyapukan kuas-kuas pada wajahnya. Ia memakai gaun hitam tanpa lengan, panjang di atas lutut dengan bagian belakang terbuka.

"MJ, sudah siap?"

Pintu menjeplak terbuka, seorang wanita berambut pendek dan berkacamata menatap dengan headset di kepala.

Melva menoleh. "Lima menit lagi aku rasa."

"Jangan lebih dari itu, MC sudah kehabisan kata-kata dan para penonton sudah histeris."

"Oke, tiga menit berarti. Kalian harus cepat, Gaes."

Orang-orang yang mengelilingnya bergerak cepat, perhiasan tangan dan sepatu but sudah terpasang. Salah seorang mengambil mikrophon miliknya dan mereka berdecak puas.

"Perfect. Artis kita sudah siap."

Melva berputar di tempatnya, meraih lengan wanita yang menunggu di pintu dan bersama-sama menyusuri lorong menuju panggung.

"Pihak hotel kewalahan menghadapi penggemarmu. Banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan tiket, menunggu di halaman hotel. Dengan terpaksa, tidak diijinkan masuk ke lobi karena takut akan mengganggu para tamu."

Melva tersenyum. "Bukankah mereka harusnya ada persiapan. Maksudku para penyelenggara. Kamu sudah memberikat detil untuk diantisiapasi bukan?"

Talia mengangguk. "Sudah, dari jauh-jauh hari."

"Kalau sampai ada keributan berarti mereka yang nggak ada persiapan. Semoga saja nggak ada sesuatu yang buruk terjadi."

Beberapa orang menghampiri di bawah panggung. Mereka menyambut Melva dan membantunya naik. Tepat saat itu, MC mengumumkan kedatangannya. Melva tersenyum lebar, melambaikan tangan dan menyapa para penggemarnya.

"Selamat malam semua, bagaimana kabar hari ini?"

Teriakan namanya membahana memenuhi ballroom hotel. Banyak di antara para tamu undangan yang semula duduk di kursi, maju ke depan panggung untuk mengambil foto atau bersorak.

Melva kembali tersenyum. "Malam ini akan saya bawakan sebuah lagu cinta untuk kalian semua."

Saat musik dimainkan, Melva mulai melantunkan nyanyian. Ia berusaha bernyanyi sebaik mungkin untuk penggemarnya. Sebenarnya, bakatnya dalam bernyanyi tidak terlalu menonjol jika dibandingkan di bidang lain, misalnya modeling dan akting. Tapi, sebagai seorang entertainer sejati, ia dituntut untuk mengusai semua. Suaranya juga tidak jelek, artikulasi jelas, dan yang pasti tidak buta nada.

Selesai menyanyikan dua lagu, Melva turun. Digandeng oleh Talia, ia menghampiri meja para petinggi hotel untuk menyapa.

"Bagaimana suaraku?" tanya Melva.

"Seperti biasa, keren."

"Siapa saja yang harus kita temui?"

"Pemilik hotel berserta keluarganya, anak tertua mereka adalah penggemarmu. Lalu ada CEO, manajer, dan para pemegang saham."

"Wow, orang kaya semua."

Apa yang dikatakan Talia benar, anak keluarga pemilik hotel memang penggemar sejati Melva. Laki-laki berusia tiga puluh tahun yang merupakan seorang dokter di sebuah rumah sakit swasta terkenal itu, menjabat tangan Melva dengan wajah berseri-seri dan menyapa dengan terbata.

"Aku fansmu. Aku sangat menyukaimu. Akan senang kalau bisa berkencan denganmu."

Melva tersenyum padanya. "Terima kasih."

"Hei, MJ. Aku serius." Tidak mengindahkan deheman para orang tua, laki-laki bernama Edward itu berucap setengah memaksa. Membuat MJ sedikit kesulitan untuk menghindar.

"Edward, jangan memonopoli artis kita. Aku juga ingin berkenalan."

Mendengar suara itu Edward melepaskan genggamannya pada tangan Melva, lalu mundur dengan wajah masam. Melva menghela napas panjang, membalikkan tubuh pada orang yang sudah menolongnya dan dibuat terpukau. Bagaimana tidak, laki-laki di depannya luar biasa tampan dengan tubuh kekar dan rahang kokoh. Rambut hitamnya ditata rapi, dengan tahi lalat kecil di pipi. Mata mereka bertatapan, Melva merasa pernah melihatnya tapi entah di mana.

"MJ, ini salah satu pemilik hotel." Salah seorang manajer maju dan memperkenalkan mereka.

Melva tersenyum dan mengangguk. "Apa kabar, Pak."

Laki-laki itu tidak membalas sapaannya. Menatap Melva dari ujung kaki sampai rambut, lalu mendekat dan berucap lembut di sisi kepala Melva.

"Sebaiknya kamu mengganti pakaianmu dengan sesuatu yang lebih nyaman. Kamu sudah membuat para laki-laki meneteskan air liur."

Melva terkesiap, belum sempat menjawab laki-laki itu sudah membalikkan tubuh dan meninggalkannya. Ia menoleh ke arah Talia dan berbisik pelan untuk membawanya ke ruang ganti.

***

Perkenalkan

Melva Javiera atau MJ

Si kulkas, Adrian Wangsa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro