Bab 10b
Adrian bangkit dari kursi, mengangkat tubuh Melva dan mendudukkannya di meja rias. Ia memosisikan diri tepat di tengah sang istri. Tersenyum kecil lalu menunduk dan melumat bibir Melva.
"Bagaimana rasanya?" bisik Adrian di sela-sela ciuman mereka.
"Rasa apa?"
"Menyentuh pinggulku."
Melva hampir menarik tangannya yang berada di pinggul Adrian tapi laki-laki itu menahannya.
"Tetap di sana."
Mereka meneruskan ciuman dengan tangan saling membelai satu sama lain. Melva terengah, menahan hasrat panas yang meluruh dari setiap sentuhan suaminya. Tangannya sendiri bergerak liar untuk melepas handuk Adrian dan laki-laki itu berdiri dengan hanya memakai celana dalam hitam.
Semuanya terasa panas dan menggoda. Tangan saling menyentuh, bibir bertaut diiringi desahan mendamba. Melva tidak menolak saat Adrian membuka jubah dan menciumi dadanya. Ia sudah bersiap untuk malam ini.
Ia tersentak saat tangan laki-laki itu menyelusup di dalam bra dan meremasnya lembut. Melva membuka kakinya lebar-lebar, membiarkan kejantanan Adrian yang berbalut celana dalam menyentuh area intimnya. Rasanya begitu pas, dan panas. Ia bisa merasakan tonjolan keras di balik kain hitam dan melenguh saat Adrian mendesaknya.
Jubah luruh ke atas meja, Adrian menatap Melva dengan bibir terbuka dan basah. Istrinya terlihat bergitu sexy dan menggoda untuk disantap. Kali ini, ia bergerak hati-hati, jarinya menyelusup masuk ke dalam celana dalam mini milik sang istri. Membelai lembut, bergerak perlahan dan ia melihat mata Melva terbeliak.
"Sakit?" bisiknya.
Melva menggeleng. "Nggak."
"Terus?"
"Ya."
Jarinya bergerak makin dalam, tidak hanya membelai tapi juga memberi sedikit penekanan di area yang halus dan lembut itu. Desahan Melva terdengar keras dan sesekali menggelinjang. Adrian sendiri tidak dapat menahan gairah. Kejantanannya menegang dan siap untuk bercinta. Ia menatap istrinya yang menggeliat dan gairahnya makin tersulut. Mengangkat jemari dari area intim istrinya, ia meraih kepala Melva dan menyarangkan ciuman panas, lalu berbisik lembut.
"Cukup permainan malam ini. Besok kamu harus syuting."
Melva mengedip, gairah memudar dari dalam tubuhnya saat mendengar ucapan Adrian. "Apa?"
Dengan lembut Adrian merapikan bra Melva. Mengangkat tubuh wanita itu ke ranjang dan membaringkannya. Meraih selimut dan menutupi tubuh Melva yang telanjang.
"Tidurlah, sudah malam. Kamu pasti kelelahan."
Lagi-lagi Melva dibuat bingung dan tak berdaya, saat melihat suaminya perlahan tertidur di sampingnya. Ia menepuk pipi untuk sekadar meyakinkan diri kalau semua ini bukan mimpi atau khayalannya saja. Beberapa menit yang lalu, mereka bercumbu dengan panas di meja rias. Lalu sekarang, Adrian berbaring miring memunggunginya.
Ada apa dengannya? Apakah ada yang salah? Atau memang Adrian yang tidak berminat? Berbagai pertanyaan terlontar dari benak Melva. Menghela napas panjang, ia menyingkapkan selimut. Melangkah ke kamar mandi untuk buang air kecil dan mencuci muka. Mengganti pakaian dalamnya yang mini dengan piyama dan berdiri di ujung ranjang, mengamati suaminya yang terpejam. Entah kenapa ia merasa begitu sengsara dan tidak diinginkan. Adrian memberinya harapan lalu menghempaskannya begitu saja. Kembali berbaring di sebelah Adrian, Melva mencoba berbesar hati dengan mengatakan pada dirinya sendiri kalau semua membutuhkan waktu. Termasuk hubungan percintaannya dengan sang suami.
Memikirkan tentang rumah tangga, membuat Melva nyaris tidak dapat memicingkan mata hingga pagi. Ia masih terlelap saat Adrian berangkat kerja. Mereka melewatkan pagi tanpa sarapan bersama.
Pukul sebelas Talia datang dan mengatakan jadwal hari ini adalah lanjutan syuting film bersama Neo. Ada beberapa scene yang diubah dan mengharuskan mereka syuting ulang.
"Kata sutradara kamu menolak adegan ciuman?" tanya Talia saat mereka sudah di kendaraan menuju lokasi syuting.
Melva mengangguk. "Kesepakatan dari awal."
"Kalau begitu, siapa yang menyebarkan rumor kalau akan ada adegan ranjang?"
Kali ini Melva mengernyit. "Adegan ranjang? Siapa dengan siapa?"
"Kamu dengan Neo."
Melva menggeleng. "Itu mustahil. Film kami memang romantis tapi jauh dari percintaan di ranjang. Isu dari mana itu?"
"Entahlah, aku juga membaca di kolom gosip. Masuk dalam trending media sosial hari ini."
Melva tidak terlalu risau dengan gosip yang melibatkan dirinya. Ia jelas tahu, dalam hal ini sutradara sudah setuju kalau film yang sekarang sedang proses syuting, tidak akan ada adegan kemesraan. Mereka akan menggunakan cara lain untuk menunjukkan hubungan perasaan antara tokoh yang ia perankan dan Neo.
Hari ini mereka berada di lokasi syuting yang lain. Kali ini tidak ada keramaian wartawan atau fans yang datang. Lokasi baru yang dirahasiakan demi kenyamanan bersama. Turun dari mobil, Melva disambut Neo yang tersenyum manis ke arahnya.
"Kakak, hari ini kita berlatih menari."
"Menari?" tanya Melva bingung.
Neo mengangguk. "Menari pasangan. Bagian penting dari adegan ke tiga puluh."
Melva mengangguk, mengingat adegan itu dalam scenario yang ia baca. "Ah, ya. Aku pikir hanya dansa biasa."
"Bukan, sutradara menggantinya dengan tarian pasangan. Kebetulan aku bisa sedikit menari."
"Bagus, ajari aku kalau begitu!"
Hari itu syuting ditunda. Melva menggunakan waktunya untuk berlatih tarian bersama Neo. Ia mengakui kalau pemuda itu memang mahir menari. Selama satu harian penuh ia dibuat kelelahan karena bergerak tanpa henti. Ia sendiri pernah belajar beberapa jenis tarian, semua dilakukan bukan hanya sebagai penunjang karis tapi juga demi kesehatan dan menjaga daya tahan tubuh. Karena itu, ia mampu mengimbangi gerakan Neo yang energik, meski tidak sempurna.
"Kami akan syuting adegan lain yang tidak melibatkan kalian berdua. Karena itu, gunakan waktu beberapa hari ini untuk latihan menari. Kenapa ini penting? Karena menari adalah titik balik dari hubungan kalian berdua di film ini."
Perintah sang sutradara diberi anggukan setuju oleh Melva, begitu pula Neo. Mereka memutuskan untuk berlatih menari berdua.
Ingin tahu bagaiman perkembangan gerakannya, Melva meminta Talia untuk merekam dengan ponsel saat menari dan menontonya kembali untuk melihat adanya kesalahan atau tidak.
"Gerakanmu makin hari makin luwes."
Melva tersenyum. "Sepertinya dulu ikut kelas menari ada gunannya."
"Wah, aku jadi iris ama kamu karena bisa peluk dan pegangan tangan sama Neo."
"Apa, sih, kami professional."
"Memang, tapi kamu nggak tahu kalau Neo itu sangat terkenal. Di bidang akting dia orang baru tapi dia idol para remaja dan dianggap sebagai salah satu penari terbaik."
"Dia memang keren."
"Memang, aku setuju."
Melva dan Talia yang duduk berdampingan di sofa ruang tamu dengan ponsel di tangan. Mereka melihat rekaman menari Melva dan Neo dengan serius. Tidak menyadari Adrian yang memasuki ruang tamu. Laki-laki itu mengangkat sebelah alis, melihat istrinya serius dengan ponsel dan tidak menyadari kedatangannya. Ia mendekat, berdiri di belakang mereka dalam diam.
"Neo ganteng, ya?" ucap Talia.
"Lumayan."
"Eh, lumayan gimana? Dibandingkan Luke memang kalah ganteng, tapi Neo itu menarik."
"Anak-anak," jawab Melva tenang.
"Hah, anak-anak yang tariannya bisa bikin kamu gembira bukan?"
"Hush, ngomong apa?"
Mereka berpandangan lalu tertawa, saat itulah Melva menyadari ada seseorang yang berdiri di belakang sofa. Ia menoleh dan menatap Adrian dengan senyum tersungging.
"Kak, sudah pulang?"
Adrian tidak menjawab. Wajahnya keruh saat kini melihat dengan jelas video yang sedang diputar di ponsel. Ia tidak dapat memalingkan mata dari Melva yang menari dan tertawa bersama seorang pemuda tampan. Darahnya mendidih dalam cemburu dan kesal yang meluap.
**
Di google playbook tersedia hingga 20 part dengan 5 extra part. Di Wattpad, saya hanya posting dua kali lagi. Terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro