Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

How This Story Ends -12 - Dilema 6.1


Question of the day: donat atau bomboloni?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

Dua hari bekerja di rumah Beau, aku sudah seperti berjalan di atas cangkang telur.

Aku tahu ada yang mau Beau katakan di pagi hari, tapi dia hanya menjadi penonton selama aku memasak.

Hari ketiga aku sudah tidak tahan dengan tensi yang terus memberatkan pundakku. "Kalau ada yang mau diomongin, bisa bilang langsung."

"Aku masih nggak paham kenapa kamu menolak pernikahan yang diajukan oleh Eyang."

"Karena cowoknya terlalu tua." Aku menaikkan jari telunjuk. Lalu jari tengah, "Karena nggak ada cinta." Yang terakhir jari manis, "Dan aku rasa in seperti pembodohan publik. Atau lebih tepatnya seperti penipuan. Memangnya, kamu nggak ngerasa begitu?"

Dia menghela napas dan mendorong piringnya yang masih penuh dengan english breakfast. "Di politik nggak ada hitam dan putih. Kamu harus ada di area abu-abu untuk bertahan di sini kalau mau apa yang kamu tuju tercapai, karena politik nggak jauh berbeda dari hukum rimba: hanya yang kuat yang dapat bertahan. Menurutku, sedikit white lie nggak akan melukai orang-orang yang sudah memilih Benjo. Dibandingkan dengan orang-orang yang kelihatannya bersih, tetapi di belakangnya sangat kotor."

"Kamu bekerja bersama Benjo, jadi kamu bisa bias."

Kedua ujung bibir Beau tertarik ke bawah, dia menganggukkan kepalanya dua kali. "Mungkin. Tapi aku menganut prinsip lebih baik bekerja sama dengan orang jahat yang kamu kenal, ketimbang dengan yan tidak kamu tahu sama sekali. Naif kalau berpikir di dunia ini semuanya tentang baik dan buruk. Ada orang yang harus ambil jalan yang buruk, tapi tujuannya baik." Dia mengesah panjang. "Ini juga bukan penipuan. Kalian benar-benar menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga seperti orang-orang lainnya. Completly normal. Kita hanya perlu bersepakat mengenai bagaimana awal kalian bertemu, tapi itu hal mudah yang sudah aku pikirkan.. Hanya saja, ada hal-hal yang tidak bisa kamu ceritakan ke orang lain atau sampai terendus ke media atau lawan politik Benjo."

Dia menjentikkan jarinya. "Juga harus menjaga perilaku di mana pun kamu berada. Jaga cara bicara juga. Karena bagaimana pun kamu representasi Benjo. Ada banyak kampanye yang harus kamu ikutin sebagai pasangan suami-istri. Biar kesannya kalian solid dan mendukung satu sama lain." Beau menggigit bibirnya, "Untuk keluarga besar Benjo juga kamu harus sedikit berhati-hati."

"Bagian mana dari pernikahan normal yang ada musuh politik dan medianya," gerutuku. "Satu-satunya yang normal dari sederet peringatan yang kamu sebutkan hanyalah bagian keluarga pihak laki-laki."

Beau memamerkan senyumnya."Kamu bisa pikirkan dulu. Sudah pasti ada yang kamu dapatkan dari pernikahan ini. Mungkin bukan uang yang kamu mau, tapi Benjo bisa kasih kompensasi lebih dari sekedar materi. Kamu mau koneksi untuk kariermu? Dia juga bisa bantu. Kamu mau popularitas? Benjo nggak pernah lepas dari kamera yang mengikuti. Jaman sekarang, bad publicity is still a publicity."

Aku hampir menyembur air mineral yang aku minum ketika mendengar Beau berpikir terlalu positif mengenaiku. Atau dia sedikit menyindirku dan keuanganku.

Aku tidak memerlukan materi? Aku bahkan harus bekerja setelah lulus kuliah untuk mengambil kelas memasak dua tahun kemudian. Tinggal di rumah sahabatku dengan membayar seharga kos-kosan saja. Harus memusingkan biaya kuliah adikku yang tidak sedikit, juga membayangkan wajah kecewanya saat aku mengatakan kalau kedokteran adalah hal yang di luar jangkauan kami.

Bukan hanya wajah sedih Debora yang sering mampir tiga malam ini. Sekelibat, wajah orang tuaku hadir. Mungkin ini yang mereka rasakan sewaktu mengatakan kalau mereka tidak mampu membiayai sekolahku lagi. Rasa tidak berdaya untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang kita sayangi memelukmu erat hingga kamu kehilangan kemampuan untuk bernapas. Dan untuk pertama kalinya aku mengalami hal itu saat mengatakan tidak kepada Debora.

Apa aku bisa membiarkan adikku melalui hal yang sama? Atau kedua orang tuaku mengalami kekecewaan terhadap diri sendiri untuk yang kedua kalinya?

Pilihannya adalah aku yang harus bersabar untuk tidak lanjut sekolah kuliner dan menggunakan uangnya untuk Debora. Mungkin aku bisa berangkat lima atau enam tahun ke depan, setelah dia selesai koas. Itu berarti aku sudah menginjak kepala tiga. Tekanan dari sekitarku pasti sudah lebih cenderung ke arah berkeluarga. Sekarang mungkin aku bisa cuek-cuek saja, tapi tidak tahu lima atau enam tahun lagi apa aku masih dapat legowo.

Namun, apa aku bisa? Ini mimipi yang sudah lama aku inginkan dan tinggal beberapa langkah lagi dapat aku raih. Apa aku bisa bersabar kalau aku harus menginjak rem dan berjalan mundur? Aku tahu ini egois jika di dengar orang lain, tapi bagaimana dengan diriku?

Atau aku bisa menerima tawaran Eyang dengan imbalan yang beliau janjikan malam itu. Eyang akan membiayai semuanya dengan uang yang sudah dia siapkan untukku. Jadi, tanpa uang dari Benjamin pun aku tetap dapat berangkat sekolah dan membiayai kuliah adikku tanpa harus memikirkan biaya hidup karena Eyang juga akan menjamin itu. Jika aku tidak tergiur, maka aku sedang menipu diri sendiri. Sudah pasti air liurku menetes deras mendegar apa yang ditawarkan di atas nampan perak oleh Eyang.

Ini sedikit lebih baik, karena aku tidak merasa berutang sesuatu kepada sosok orang yang tidak aku kenal, atau harus menuruti semua permintaannya. Benar kata Karenina dan Beau, aku lebih bisa meghadapi iblis yang aku kenal.

"Benjo lebih terdesak dan bergantung dengan satu tali yang siap putus, kamu bisa mengajukan banyak penawaran dan dia mau tidak mau akan menerimanya, meskipun bersungut-sungut."

"Kamu temannya Benjamin, kenapa kamu malah kasih tahu hal yang merugikan dia?"

Beau terkekeh. "Aku harus fleksibel kalau mau bertahan hidup. Aku perlu tahu siapa yang bisa memegang kendali dan karena Eyang somehow ada di belakangmu, aku sedikit condong ke sana."

16/7/23

Mueheheheheh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro