Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ep.6 - Bantuan

‘Terkadang rasa ingin membantu itu tidak diperlukan.’

HOTEL DELUSION
Senin, 16-03-2020

Hai readers, apa kabar? Author Cho cuma mau bilang kalian pasti bisa luangkan sedetik untuk tekan vote!

^^ HAPPY READING ^^

_ Cameo in this episode _
Hoshi, Wooshin, dan Somi (Anggota klub ‘Magic’)

“Kenapa kau tidak keluar dari cermin? Aku sudah bersiap kalau-kalau mendapat serangan mendadak akan kedatanganmu.”

Untuk alasan yang sepenuhnya belum dipahami, Sehun mendesah kecil. “Kau pikir pintu masuknya cuma satu.” katanya masih tidak terima dengan kutukan ‘panggil’ yang baru aktif setelah pengantin delusinya hadir ke dalam kehidupannya di delusi.

Tentu saja Sehun ingat dengan jelas perkataan Seola, Soul Healer, yang diberi tugas untuk menyembuhkan lukanya 650 tahun silam. Dia juga diberitahu akan datang seseorang yang membantu pekerjaannya di hotel sekaligus berperan penting dalam menyelesaikan tugas terakhirnya nanti. Tetapi dia tidak pernah menyangka orang itu adalah seorang wanita.

Sekali lagi, Sehun berpikir sambil memperhatikan Sejeong selagi langkah mereka mulai selaras. Apa yang spesial dari Kim Sejeong? Kenapa harus dia?

Sejeong menoleh, dahinya mengkerut tatkala berusaha menyelaraskan kembali langkahnya dengan langkah kaki Sehun. “Waktu itu kau membawaku dari delusi ke dunia melalui cermin, tepat memasuki kamarku!”

Sejeong meneruskan dalam hati, justru aku ingin tahu kenapa bisa menjadi pengantinmu secara tiba-tiba, setelah perjanjian kontrak kerja bersama Dream Space berakhir tiga tahun lalu dan asal kau tahu aku itu lebih dari kata spesial. Apa ia harus senang karena dapat mendengar suara hati Sehun mengenai dirinya.

“Tapi bukan berarti aku sering keluar masuk melalui kamarmu, kan.” bela Sehun.

Seketika itu juga Sejeong mengumpat. Dia bukan tipe orang yang mudah dibuat kesal, tetapi kali ini berbeda. “Lalu kenapa kau mengiyakan saat aku mengira begitu?”

Kring, kring… bunyi bel dari sepeda menyeruak. Seperkian detik kemudian Sejeong saling berhadapan dengan Sehun yang sontak menariknya agar terhindar dari tabrakan.

Kilasan balik di masa lampau menyerbu pikiran Sejeong. Dalam waktu sesingkat itu dia dapat melihat Sehun berpakaian tradisonal, lengkap dengan ikat kepala dan topi gat yang digunakan di era joseon, tengah tersenyum memperhatikan punggung seorang wanita yang berjalan menjauh.

Apa dia baru saja melihat potongan kenangan Sehun di masalalu? Sejeong mengeryitkan dahi semakin kebingungan, mungkinkah kemampuan psychometry bisa menular? Rasanya dia belum bisa menerima perubahan dalam dirinya secepat itu.

Sehun melepaskan pegangan tangan di kedua lengan Sejeong dengan agak menghempaskannya. “Kau bahkan tidak bisa menghindari hal kecil seperti ini!” dercak Sehun meneruskan dengan senyum miring, “Ayo cepat, kau harus mempersiapkan debutmu. Aku sudah memikirkan anggota grup dan nama grupnya.”

“Benarkah?!” balas Sejeong antusias, ia teringat alasan awal memanggil Sehun dan penglihatan yang didapat barusan persis seperti apa yang diterangkan Yuju.

Dia harus bertanya pada Yuju mengenai kemampuan membaca melalui benda sekaligus mengusir roh jahat dari tubuh Arin. Benar, alasannya memanggil Sehun untuk membantu gadis yang telah dirasuki setelah tidak sengaja memasuki Hotel Delusion selama gerhana matahari berlangsung.

“TUNGGU! Ada yang harus kita selesaikan dulu sebelum pergi ke delusi.” cegah Sejeong ketika mereka sampai di toko yang menjual barang-barang antik, termasuk cermin hias dengan bingkai kayu ukiran.

≈ ≈ ≈


Yuna melenggang masuk sambil bersenandung ria, mengalihkan pandangan Minhyuk dan Hana yang tengah mengobrol asyik mengenai para soul supernatural (jiwa abadi yang memiliki kemampuan supernatural yang berbeda-beda) yang satu per satu datang ke hotel untuk melihat pengantin delusi.

Mereka yakin untuk satu bulan ke depan hotel akan ramai karena mendapat banyak tamu.

“Hai, apa kabar?” tanpa menunggu jawaban, Yuna melanjutkan, “Hari ini aku merasa sangat baik!”

“Menurutku kau tidak terlihat baik.” celetuk Minhyuk.

“Izinkan aku untuk memperkenalkan diri,” Minhyuk dan Hana saling bertukar pandang keheranan, sementara Yuna semakin mendekati mereka. “Namaku Kang Mina. Mulai sekarang kalian bisa memanggilku Mina.” lanjut Mina dengan suara lantang.

“Kau mengganti namamu?” tanya Minhyuk

“Nama yang bagus.” imbuh Hana.

“Ibumu sudah menikah lagi?” Hyungwon secara tiba-tiba muncul entah dari mana dan tanpa disadari oleh ketiga orang yang tampak sudah terbiasa dengan kehadiran lelaki jangkung itu.

2 minggu lalu orangtua raga yang diambil alih oleh Mina telah resmi bercerai. Tak lama sang ibu memutuskan menikah lagi dengan pria bermarga Kang. Begitulah Mina memutuskan merubah namanya.

Mina mengangguk mengiyakan pertanyaan Hyungwon. “Senangnya aku tidak perlu menggunakan nama orang lain, aku merasa terlahir kembali.” ucapnya tersenyum lebar seraya menghembuskan napas pelan.

Hana, Hyungwon dan Minhyuk turut berbahagia untuk Mina. Mereka tahu gadis muda itu telah mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya, baik sebelum dan sesudah menjadi Kim Yuna.

≈ ≈ ≈

Cameo
Arin dan Dongyeol (Anggota klub ‘Magic’)


“YA, YA! PEGANGI DIA!”

Teriakan itu semakin keras ketika suara saling susul terlontar mengomentari amukan Arin kepada seorang siswa yang diketahui teman sekelasnya. Sorot mata Arin terlihat tak fokus namun menatap tajam ke sekelilingnya.

“Hoshi apa yang kau lakukan, cepat pegangi dia!” seru Yuju kesulitan menahan gerak berontak Arin hanya dengan dibantu Somi yang mendapatkan jambakan di rambutnya.

Siswa yang menjadi target Arin berhasil melepaskan diri dari cengkraman Arin. Lari terbirit-birit, keluar dari ruang klub magic bertepatan dengan Wooshin dan Dongyeol yang baru memasuki ruangan.

“SOMI-YA!” kaget Wooshin tampak cemas mengetahui keadaan sang kekasih yang berteriak kesakitan saat rambutnya ditarik.

Hoshi berhati-hati mendekati Arin, bergumam akan perilaku adik kelasnya yang brutal, sungguh tidak seperti Arin yang tenang dan lembut. Belum apa-apa, dia malah terkena pukulan tangan Wooshin yang terhempas akibat dorongan dari Arin. Dongyeol jadi panik sendiri ketika dengan sekuat tenaga mengunci pergerakan gadis itu dari belakang.

Derap langkah kaki terdengar semakin dekat. Satu langkah terburu lebih dulu datang. “Yuju-ya!” panggil Sejeong dengan napas tersengal.

“Sejeong Eonni.” sahut Yuju yang detik berikutnya meringis, merasakan perih pada pipinya yang terkena cakaran. “Arin-ah, neomu appo (sangat sakit)!” desis Yuju sontak mengusap pipi kanannya.

Di ambang pintu Sehun memperhatikan sambil bersedekap, ia berdecak.

“Sehun-sshi, cepat lakukan sesuatu!” tuntut Sejeong jelas cemas. Bagaimana tidak, dia melihat Arin meraung-raung seperti hewan buas yang siap memangsa, sampai-sampai semua orang mundur ketakutan.

“Jadi kau membutuhkanku untuk mengusir roh jahat dari tubuhnya.” Ada perasaan mencelos di hati Sehun, ia kira Sejeong benar-benar meminta bantuan untuk mewujudkan impiannya saja.

Mendengar kata ‘roh jahat’, Somi dan Hoshi beringsut mundur, bersembunyi di belakang Yuju.

Sehun berjalan mendekati Arin. Seketika raungan tercekat berubah menjadi pekikan menciut. Dengan cepat tangannya meraih leher, mencekik hingga Arin terbatuk-batuk.

“Keluar, atau aku akan menghisap jiwamu.” ancam Sehun mampu membuat siapa pun yang mendengar bergidik ngeri.

Arin mulai sesak napas. Tak lama tubuhnya lemas, seluruh saraf yang tadinya tegang, kini melemah. Cengkraman tangan Sehun di lehernya juga telah dilepas. Otomatis tubuh Arin terjatuh tanpa pertahanan, membentur lantai cukup keras.

“ARIN-AH!” serempak ke lima anggota klub, bergegas menghampiri tubuh Arin yang terkulai.

“Choi Arin!” Somi menangis, menunjukan betapa leganya ia sekarang. “YA! Ahjussi… memangnya tidak ada cara lain untuk mengusir roh jahat selain mencekiknya.” keluh Somi melihat leher Arin yang kemerahan.

Sehun mencibir, “Sudah syukur aku bantu.”

Sejeong yang sedari tadi menyaksikan, ikut menyalahkan bantuan yang Sehun berikan. “Tapi kau menyakitinya.”

Jadilah semua pasang mata tertuju pada Sehun. Lelaki dewasa itu mencebikan bibirnya. Sudah lama sejak terakhir kali Sehun berurusan dengan soul wicked. Biasanya dia ditemani Chan untuk berburu jiwa-jiwa keras kepala yang enggan pergi dan malah merasuki tubuh manusia, dengan serakahnya menyerap energi hingga si manusia hilang kendali akan tubuhnya.

≈ ≈ ≈

Sejeong setengah berlari, berusaha menyamakan langkahnya dengan pria yang telah mendahuluinya beberapa langkah di depan. Mata wanita itu menelusuri hampir setiap sosok yang berlalu-lalang saat keduanya menyusuri jalan raya yang terlampau tenang tanpa hiruk pikuk kendaraan.

Menaiki tangga dengan was-was, Sejeong memastikan tidak ada satu pun pergerakan yang mengancam keselamatannya. Mungkin akan lama baginya sampai terbiasa melihat jiwa-jiwa bergentayangan. Jujur saja, sekarang ini ia sedang memasang ekspresi ketakutan. Satu tangan meraih ujung jaket kulit yang dikenakan Sehun, setidaknya ia tidak sendirian, meski belum sepenuhnya mengandalkan pria tersebut.

“Penakut,” kata Sehun singkat, namun mampu membuat kesal si pendengar.

“Berkat siapa aku bisa melihat hal mengerikan.” sindir Sejeong semakin meremas erat jaket, kini dengan kedua tangannya.

Sesampainya di lobi hotel mereka disambut oleh Hana, Hyungwon, Minhyuk dan Mina. Mereka berempat terlihat takjub mengetahui kedatangan sang bos bersama pengantin delusi. Sehun bukan tipe orang yang bisa membujuk apa lagi memohon-mohon agar Sejeong meninggalkan dunia untuk membantu pekerjaannya di hotel, meski hanya sementara waktu.

“Oh Sajang-nim, Soul Healer, Seola, telah menunggu di ruanganmu.” ujar Mina tidak mau menuruti rasa penasarannya akan apa yang telah dilakukan Sehun agar si pengantin delusi kembali ke hotel.

Dia dan Minhyuk percaya, pasti Oh Sajang telah mengancam Sejeong.

“Kebetulan sekali, aku memang ingin berbicara dengannya.” Sehun melangkah mantap sehingga pegangan tangan Sejeong padanya terlepas. “Shin Gwajang, antarkan dia ke kamarnya.” Ia berkata dengan sedikit mengedikan kepala ke arah Sejeong.

Nde, Sajang-nim.” tukas Hana.

≈ ≈ ≈

Sejeong ditemani Hana berjalan di lorong kamar hotel yang hampir terisi penuh. “Eonni, sebenarnya ada berapa banyak kamar di hotel ini?”  ucap Sejeong terselip nada keluhan, ia melangkah malas setelah melewati kamar dengan pintu bertuliskan nomor 269.

Belum sempat Hana menjawab, sebuah suara menyela terlebih dahulu. “Permisi, aku butuh bantuanmu, anakku… dia,” lelaki itu tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

Sementara di tempatnya, Sejeong bergeming dan seketika itu pula bulu romanya merinding. Hantu lelaki itu melihat ke arahnya, sontak ia berpaling ke sembarang arah tidak cukup berani untuk balas menatap. Tidak hanya satu tetapi dua hantu bermata sayu tengah memperhatikan Sejeong sedemikian rupa, menambah kengerian dalam diri. Keterkejutannya perlu beberapa waktu untuk memudar.

“Dia kenapa?” tanya Hana setelah menghalangi pandangan si hantu dengan memposisikan tubuh di depan Sejeong.

Dua soul yang telah dipastikan sepasang suami istri memutar bola mata secara bersamaan.  Mereka menjelaskan kalau anaknya sangat suka bermain petak umpet dan sekarang entah menghilang kemana.

“Kami tidak dapat menemukannya.” Soul wanita memohon agar Hana membantunya.

Dari balik tubuh Hana, Sejeong melongok memandang takut-takut yang lalu mengangguk pelan bertepatan dengan Hana yang telah berbalik menghadap padanya. Sebagai kepala tim pelayanan, dia harus mengarahkan para tamu hotel hingga bersedia membantu mereka demi kenyamanan bersama.

Sejeong memberi izin, berkata bahwa Hana tidak usah khawatir, karena dia bisa pergi ke kamarnya sendiri.

“Aku sudah melihat pintu kamarku, jadi kau bisa pergi.” ucap Sejeong memaksakan seulas senyuman, ia melanjutkan, “Kamarku tepat di tengah di antara kamar-kamar lainnya, kan.”

Dan sebelum Hana bisa membalas, “Pergilah!” Sejeong telah berlari kecil menghindari pandangan dua hantu yang tampak kaku.

Ternyata berjalan sendirian di lorong kamar hotel yang berjejer sangat menakutkan. Aura dingin terasa semakin mencekam, anehnya lagi Sejeong masih belum sampai ke kamarnya yang jelas-jelas berada di ujung sana.

Krieet, pintu yang telah usang termakan usia itu berderit. Langkah terburu Sejeong tepat terhenti di depan kamar nomor 273. Isak tangis seorang anak kecil terdengar di dalam sana. Baru saja Sejeong berpikir untuk memicu langkah kaki lebih cepat sebelum teringat perkataan sepasang suami istri yang mengaku kehilangan anaknya saat bermain petak umpet beberapa saat lalu.

Sejeong menarik napas dalam-dalam dan berkata, “Apa ada orang di dalam?”

≈ ≈ ≈

THANKS FOR READING
DON’T FORGET VOTE AND COMMENT
Karena kedua hal itu adalah cara readers mengapresiasikan sebuah karya, mari kita budayakan!


TONTON VIDEO HOTEL DELUSION
ORIGINAL SOUND TRACK PART 2 MONSTA X ‘BY MY SIDE’

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro