Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ep.42 - Napas


‘Bersyukur di setiap hembusan napas yang berharga.’

HOTEL DELUSION
Selasa, 10-07-2020
.
.
.

“Kim Sejeong, bangunlah, kau harus bangun!”

Sehun menekan kuat-kuat dada Sejeong sedalam 5 centimeter, dengan cepat dan laju sekitar 100 kali kompresi per 1 menit. Dia pernah menjalani pelatihan resusitasi jantung dan paru (CPR/Cardiopulmonary Resuscitation), sehingga tanpa ragu memberikan pertolongan pertama bagi seseorang yang kehilangan detak jantung mendadak. Namun sayangnya Sejeong tidak memberikan respon apa pun.

Sehun segera memeriksa embusan napas Sejeong dengan mendekatkan pipi dan telinga di wajah Sejeong. “Dia masih tidak bernapas.” katanya mulai memberi napas buatan, mencubit hidung Sejeong dan menempatkan bibirnya di atas bibir Sejeong sehingga membentuk segel rapat.

Ia mengembuskan napas ke dalam mulut gadis itu selama satu detik, lalu memeriksa pergerakan dada. Tidak ada tanda-tanda pergerakan, denyut nadi pun tidak dirasakannya.

“Kim Sejeong, aku mohon sadarlah!” Sehun lanjut mengkompresi dada dengan terengah, menarik napas dalam-dalam, maka ia kembali memberikan napas buatan.

Tubuh Sejeong bereaksi. Sehun segera meletakan satu tangan menangkup sebelah pipi Sejeong. Mata gadis itu bergerak yang lalu terbatuk-batuk, mengeluarkan air sungai dari mulutnya. Sejeong menatap mata Sehun dan ia merasa dirinya tenggelam dalam mata hitam itu.

“Aku menemukanmu.” Segurat senyuman menghias wajah pucatnya.

Paboya (Dasar bodoh), kau hampir mati tadi!” tegur Sehun dengan perasaan panik yang masih kentara.

“Syukurlah kau belum menghilang, aku merindukanmu,”

Saat itu, suara Sejeong seolah-olah menyihirnya. Sehun tidak bisa berbicara lagi selain menatap gadis yang terbaring lemah di atas tanahᅳdi tepi sungai, dan itu karena ingin menemuinya. Sehun menjulurkan tangan mengelilingi tubuh Sejeong yang akan ia gendong, melingkarkan satu lengan di punggungnya, dan lengan lain di belakang lututnya. Seperti dua hari lalu, saat membawa gadis itu pergi dari acara pernikahan.

Kontan Sejeong melingkarkan lengannya di bahu Sehun, sehingga tubuhnya lebih mudah diangkat. “Dokter bilang aku menderita gangguan delusi. Bila gangguan delusi ada, apa gangguan dunia juga ada?” guraunya selagi Sehun melangkah, menjauh dari tepi sungai.

“Sepertinya kau sudah gila, bagaimana bisa melompat ke sungai hanya demi melihatku yang sudah membuangmu, di saat seharusnya kau menghindariku.”

“Cinta memang gila, sampai-sampai aku tidak bisa menghindar.”

Sehun mengembuskan napas yang ditahannya sejak tadi, seiring dengan ketegangan yang menguap dari tubuhnya, dan sebuah debaran yang tidak mungkin bisa dirasakan jantungnya. “Jangan pernah melakukannya lagi, aku sudah sering sekali menyelamatkanmu dan mulai bosan, atau biar aku yang melemparkanmu ke laut sekalian!”

“Jahat sekali,” Sejeong mendecih dan melanjutkan, “Kau akan membawaku ke mana, pulang ke rumah orang tuaku, atau… ke Hotel Delusion?”

≈ ≈ ≈

“Oh Sajang kembali bersama pengantin delusi!” seru Minhyuk berlarian sepanjang lorong kamar, dan berhenti di dalam bar, ia hendak memberitahu karyawan lain yang sedang duduk berkumpul di salah satu meja.

“Ada masalah apa lagi?” Mina bertanya tanpa minat.

“Oh Sajang kembali bersama pengantin delusi.” ulang Minhyuk antusias, ia segera melanjutkan, “Oh Sajang dengan keren melangkah masuk sambil menggendong Sejeong, mereka basah kuyup.”

Hyungwon bangkit dari duduknya, “Ini tidak boleh terjadi.”

“Apa yang tidak boleh terjadi?” tanya Hana, senyumnya telah lenyap.

≈ ≈ ≈

“Ada apa memanggilku ke sini?” tanya Sehun sambil melangkah masuk ke taman.

Hyungwon tetap diam, tatapannya lurus ke pohon delusi yang telah mengering, menyisakan daun-daun kecoklatan.

“Kau tahu aku sedang bersama Sejeong, dan waktuku tidak banyak,” Sehun melihat punggung Hyungwon tampak menyiratkan kesedihan, kemudian berdiri di sebelah sahabatnya itu.

Suasana hening. Hyungwon tidak langsung menanggapi perkataan Sehun karena sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu pula Sehun yang mulai menerawang jauh ke saat pertemuannya dengan Hyungwon, 5 bulan setelah sahabatnya itu meninggal.

Dia yang berkelana jauh, malah berakhir kembali ke Hanyang. Seorang wanita memperkenalkan diri sebagai soul pain, menawarinya sebuah penginapan. Tiga hari berlalu… Seperti biasa, Sehun menyapa tamunya. Sedetik kemudian, ia terbeliak kaget melihat Hyungwon-lah yang datang dengan pakaian berlumuran darah. Ada luka bekas tali tambang di sekeliling lehernya.

Hyungwon telah menjadi soul, “Oh Sehun, akhirnya aku menemukanmu.” Namun ia masih mengingat kehidupan sebagai manusia.

Begitu menetap di delusi, manusia akan kehilangan detak jantungnya yang lalu menjalani hidup selayaknya soul. Bahkan kemampuan mereka hampir menyamai soul supernatural. Berbeda lagi, jika manusia itu tengah dihukum atas perbuatannya, ia diberi waktu sampai saatnya pergi.

“Kenapa kau membawanya kembali ke delusi?” Hyungwon membuka mulut, sudah dipastikan pria jangkung itu akan menanyakannya, “Dia bisa menjadi soul, sama sepertimu, sayangnya kau harus pergi dan tidak bisa menemaninya.”

“Ada kau… kau bisa menyelamatkan jiwa adikmu agar tidak terjebak di cerminan dunia ini,” kata Sehun sambil menatap Hyungwon, “Setelah aku pergi, segera bawa Sejeong ke dunia sebelum portal untuknya tertutup. Seola yang memberitahuku.”

“Tapi, aku sudah berjanji untuk pergi bersamamu.”

“Katakan, apa sekarang janji itu lebih penting? Lakukan saja perintah terakhir dariku.”

Hyungwon tidak tahu harus bicara apalagi, selain menuruti Sehun. Ia baru melihat sorot mata penuh harap dari sosok Oh Sehun. “Semoga kau bisa pergi ke tempat yang baik dan mendapatkan kebahagianmu.”

Sehun merangkul bahu Hyungwon dan tersenyum sekilas. Mereka tidak pernah tahu akan mengucapkan selamat tinggal seperti ini, di depan pohon yang mungkin sebentar lagi menghilang bersama pemiliknya.

≈ ≈ ≈

Sehun duduk bersila, menempelkan punggung di sandaran kasur. Memerhatikan wajah damai Sejeong yang tengah tertidur. “Kau sudah bangun,” katanya setelah kedua kelopak mata cantik milik Sejeong terbuka perlahan.

“Selamat pagi,” rasanya Sejeong baru saja mengalami déjà vu, dulu ia yang memerhatikan Sehun, diberi ucapan selamat pagi oleh pria itu. “Seharusnya kau bangunkan aku.”

Sehun memalingkan wajahnya, ia tak sanggup menatap mata Sejeong lama-lama. “Waktuku hanya sampai hari ini, jaga dirimu, jangan berbuat nekat lagi dan ingat aku sebagai kenangan terindahmu.” Sehun langsung mengucapkan perpisahan tanpa basa-basi lagi.

“Salam perpisahan, aku tidak menyukainya. Dan apa-apaan itu kenangan terindah…” sahut Sejeong langsung terduduk tegak.

“Bantu aku untuk menarik pedangnya, setelah itu aku akan baik-baik saja.” Sehun mencoba bicara setenang mungkin.

Sejeong tidak harus kehilangan jiwanya, asal kau tidak terlahir kembali.

Perkataan Seola terngiang di telinga Sehun. Pria itu menjerit lantang di dalam hatinya. Ia ingin menangis saat itu juga, tapi ia harus kuat. Sejeong tidak boleh sampai curiga, apalagi sampai mengkhawatirkannya.

“Hahh…” Sejeong menghela napas. “Seandainya aku bisa melakukan sesuatu agar kau tetap bersamaku. Aku sungguh tidak ingin kau pergi, Sehun-sshi.”

“Bisa kau peluk aku? Dan jika aku menangis, kau jangan menertawakanku, ya?” pinta Sehun. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali menangis, tetapi hari ini ia sangat emosional.

Sejeong tersenyum lembut, lalu merangkul tubuh Sehun. memeluknya erat. Akhirnya, tangis Sehun pun pecah. Sejeong tidak mau menunjukan kesedihannya, ingin diingat sebagai gadis ceria, dia harus belajar merelakan kepergian Sehun. Iya… kecuali jika keajaiban itu ada.

“Aku berjanji akan hidup bahagia, tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan nyawaku, menjalani hidup dengan rajin dan tekun, bila kau terlahir kembali, maka aku akan menemukanmu…”

“Jangan mencariku, cari saja laki-laki lain.” potong Sehun di sela tangisnya.

“Itu urusanku, jadi terserah padaku!”

Sehun tersenyum kecil selagi mengusap air matanya. Sejeong mulai terkekeh, mendengar jelas isak tangis, sepertinya Sehun lupa kalau dia seorang laki-laki.

“Sudah aku bilang, jangan tertawa, kan.” kata Sehun.

“Tidak, aku tidak tertawa kok,” Sejeong menahan suara tawa sembari tangan mengelus kepala belakang Sehun. “Cup, cup, jangan menangis lagi.”

“Kim Sejeong, aku bukan anak kecil!”

≈ ≈ ≈

Hana berjalan mendekati Sehun, lantas menggenggam kedua tangannya. Sehun mengangguk saja, kemudian Hana melepaskan pegangannya. Karyawan hotel sedang berkumpul di lobi, tahu kalau atasannya akan pergi sekarang, menyelesaikan tugas terakhirnya.

Kedua mata Minhyuk berkaca-kaca, menatap Sehun. “Oh Sajang! HYUNG!” pekiknya berhambur memeluk Sehun, menangis seperti anak kecil.

Sejeong jadi sering melihat laki-laki menangis, dan menurutnya itu wajar, setiap orang berhak mengekspresikan kesedihannya dengan air mata.

“Dasar cengeng.” ledek Sehun sambil menepuk pundak Minhyuk. Pandangannya beralih pada Mina, gadis yang telah banyak membantunya itu memasang tampang cemberut.

Uri maknae (Bungsu kita), bekerja sangat baik, terus pertahankan.” Mina manggut-manggut.

“Eihh, Sajang-nim… apa kau tidak memberiku pujian juga,” kata Minhyuk berpura cemburu.

“Kau harus belajar dari Mina.”

“Oh Sajang…” Minhyuk malah merajuk.

“Iya, iya, kau adalah resepsionis terbaik yang pernah aku temui.”

Sementara itu Hyungwon hanya diam, mengedipkan mata ketika Sehun mengisyaratkan agar laki-laki itu ikut ke taman bersamanya dan juga Sejeong. Kemudian ketiganya melangkah menyusuri lorong, diiringi lambaian tangan.  Mina akhirnya menitikan air mata.

“Oppa, jalga (selamat jalan)!”

Hana merangkul bahu Mina. Ia tahu gadis itu telah menganggap Sehun seperti kakaknya sendiri.

≈ ≈ ≈

Karakter Oh Sehun di empat work aku, mana yang kalian suka?
Yang terakhir masih coming soon ya!


NB: Akhir-akhir ini beberapa part mengandung bawang gak sih? Aku kok ngerasa gak mampu buat yang sedih-sedih :’

Langsung baca part akhir yuk!

ALESTA CHO

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro