Ep.34 - Kenangan
‘Melekat dalam ingatan, sehingga tak dapat dilupakan.’
HOTEL DELUSION
Rabu, 24-06-2020
.
.
.
Kedua mata Sehun menatap lekat Jiyeon yang kini duduk di atas bongkahan batu besar di tepi telaga, membiarkan kedua kakinya terjulur menyentuh air. Di sana ia juga melihat Hyungwon tengah berburu ikan dengan tombaknya. Terlintas dalam benak pria itu untuk terus hidup seperti sekarang, tanpa menempatkan wanita Yang Mulia di suatu sudut terkecil di hatinya.
“Pengawal Oh!”
Suara yang memanggilnya menyadarkan Sehun dari pikiran menenangkan, mengenai rencana hidup yang juga melibatkan sang putra mahkota. Pria itu mengerjap kilat, menjawab panggilan dari laki-laki yang berdiri di dekatnya dengan suara ringan, “Nde, Seja Jeoha.”
Putra Mahkota Ui’an mengangkat lurus pedang yang sedari tadi di pegangnya. “Mari kita bertarung.” katanya sambil memasang ancang-ancang, siap mengalahkan si pengawal.
Sehun melihat sorot mata Putra Mahkota Ui’an menajam. Ia yakin ini bukan main-main, dan tidak ada alasan baginya untuk menolak. Maka ditariknya pedang yang selalu bertengger di pinggang, bersiap menerima kemarahan Putra Mahkota Ui’an. Suara keras dari benturan pedang pertama membuat Sehun bersikap waspada, mampukah ia menyampaikan isi hatinya…
Pertarungan pedang itu terdengar sampai ke telinga Hyungwon dan Jiyeon.
“Mereka bertarung lagi.” Hela Hyungwon yang sudah sering melihat pertarungan antara Putra Mahkota Ui’an dan Sehun.
Jiyeon mendadak cemas. “Sebaiknya kita segera ke sana.”
Sementara itu Sehun terus menangkis serangan pedang dari Putra Mahkota Ui’an. Sesekali ia menyerang namun berhasil dihalau dengan gerak agresif lawannya. Sehun kewalahan, hanya berkelit dan menghindar. Sampai lengan bagian atasnya terkena pedang, seketika darah mengalir, mengotori pakaiannya. Barulah Putra Mahkota Ui’an berhenti menyerang.
“Oh Sehun, gwaenchana?!” Jiyeon terkejut dan langsung memeriksa lengan Sehun.
Sontak Sehun mendorong Jiyeon, ia tidak mau membuat Putra Mahkota Ui’an semakin marah. “Jeoha, aku…”
“Putra mahkota, kau mau ke mana?” tanya Jiyeon segera setelah Putra Mahkota Ui’an berbalik, melangkah lebar-lebar meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun. “Sehun-ah, mianhae, akhir-akhir ini Yang Mulia mudah marah.” lanjutnya kemudian menoleh pada Hyungwon, “Orabeoni tolong obati luka Sehun.”
Hyungwon mengangguk. Situasi seperti ini juga sering terjadi, seharusnya ia bisa menjadi penengah.
“Seja Jeoha tunggu aku!” Jiyeon tergesa menyusul Putra Mahkota Ui’an.
≈ ≈ ≈
Pada awalnya Sejeong mengira pria yang tengah berlari bersamanya ini akan berkhianat. Karena sebelumnya ia melihat pertemuan Sehun dan Yi Bangwon, pemimpin konspirasi yang menewaskan Perdana Menteri pertama JoseonᅳJeong Dojeon. Namun setelah melihat pertarungan Sehun dan Putra Mahkota Ui’an, ia menjadi ragu akan keputusan yang diambil Sehun.
Sejeong menyentuh luka di lehernya, tidak seberapa dibanding luka yang didapat Sehun.
“Aku lelah,” kata Sejeong menghentikan langkah Sehun. “Aku yakin kita tidak akan bertemu Bona dan Eunwoo lagi, jadi ayo kita beli itu.” Ia menunjuk salah satu dari jejeran toko.
“Itu apa?” tanya Sehun kebingungan mencari apa yang dimaksud Sejeong.
“Tanduk jerapah, telinga panda, atau… pita besar itu,”
Sehun mengeryit, netranya menangkap deretan headband lucu dan beberapa pengunjung yang terlihat mengenakannya.
“Tidak, terima kasih, kau saja yang memakainya.” ujar Sehun pada akhirnya diseret untuk ikut menjajal headband dengan berbagai bentuk, yang membuat si pemakainya terlihat menggemaskan.
Sehun menghela napas ringan, kini di kepalanya ada sepasang telinga kelinci berwarna putih. Sementara milik Sejeong berbentuk tanduk jerapah yang tampak membuatnya gagah. Berjalan beriringan sambil bergandengan tangan, tak jarang beberapa pasang mata melihat ke arah mereka. Sejeong tersenyum jail, tiba-tiba saja ia merasa menggoda Sehun adalah kegiatan yang menyenangkan.
“Imutnya… kau ingin aku belikan wortel?”
“Tidak usah, sudah diamlah, kau semakin menarik perhatian orang-orang.”
Sejeong menutup mulutnya, merangkul lengan Sehun manja selagi ingatan masa lalu menyerbu pikirannya. Sedang langkah selaras mereka terus maju, menuju tempat selanjutnya yang akan dikunjungi. Live Hologram Theatre. Sejeong mengatakan sangat ingin melihat konser Monstar EX dengan bantuan virtual reality canggih.
≈ ≈ ≈
Salah satu rumah hanok yang cukup besar, tampak porak poranda dengan pekarangan berantakan. Seorang anak laki-laki berusia sebelas tahun mencoba berontak saat tubuhnya ditarik untuk keluar dari rumah tersebut.
“Orabeoni, Orabeoni!” jerit anak kecil lainnya, berlari mengejar sang kakak namun ditahan, “Abeoji, lepas, lepaskan aku…” ia menangis sambil tangan menjulur ke depan, berharap dapat meraih sosok laki-laki yang hendak dibawa pergi.
“Eommeoni, bawa aku bersamamu, aku juga ingin ikut,” pintanya menatap sedih sang ibu yang melewatinya begitu saja.
Saat itu sang kakak berhasil melepaskan diri dengan menggigit lengan pria bertubuh besar yang berusaha menyeretnya untuk pergi.
“Sehyung-ah, jangan menangis, Orabeoni pasti akan kembali menjemputmu.” katanya menghapus air mata adiknya dengan lembut.
Sehyung mengangguk kecil, menahan isak tangis. Ia bahkan menengadah agar air matanya tidak mengalir lagi. Namun penglihatannya mendapati lebih dari tiga pemanah tersebar di pagar rumah.
“Hyungwon Orabeoni!!” pekik Sehyung memposisikan dirinya sebagai tameng, demi melindungi Hyungwon dari anak panah.
≈ ≈ ≈
“KIM SEHYUNG!”
Hyungwon terbangun dari tidurnya. Tubuh bagian atas mendadak tegak, nampaknya ia ketiduran di meja bar. Napas tak beraturan dan sorot matanya yang lemah menatap sosok wanita tengah duduk di hadapannya sembari melipat tangan di atas meja.
“Kau memimpikan adikmu lagi.” tebak Hana yang entah sejak kapan memperhatikan tidur gelisah rekan kerjanya itu.
Hyungwon terdiam sejenak. Baginya mimpi itu adalah kenangan terakhirnya dengan sang adik. “Aku masih tidak tahu keadaannya setelah terkena anak panah, dasar bodoh, bagaimana bisa dia berpikir untuk menyelamatkanku.”
“Sehyung pasti baik-baik saja, dia hidup bahagia dengan ayahnya dan mengingatmu sebagai kakak terbaik yang pernah dimilikinya.” Hana mengucapkan kata-kata penghibur.
“Tetap saja, aku masih ingin tahu kehidupannya.” kata Hyungwon seraya berdiri dari duduknya, ia melanjutkan, “Aku akan mencari udara segar.”
Mina dan Minhyuk memasuki bar, berpapasan dengan Hyungwon yang berjalan letih. Mereka kompak menyapa si bartender, namun pria itu hanya berlalu tanpa menoleh sedikit pun.
“Dia kenapa?” Minhyuk bertanya pada Hana, kemudian duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Hyungwon.
Sementara Mina melenggang memasuki Counter Bar, karena orang yang membuatkan minuman tidak ada, maka ia akan membuatnya sendiri. “Aku belum pernah melihat Hyungwon Oppa sesedih itu.” imbuh Mina.
“Salah satu alasan dia masih tinggal di delusi karena adiknya, Kim Sehyung.”
Mina dan Minhyuk memusatkan perhatian ke satu orang yang telah lama bekerja di hotel, menunggu lanjutan dari sepenggal kisah Hyungwon.
“Bukankah nama adiknya Kim Jiyeon?” Mina mengangguk menyetujui nama yang disebut Minhyuk.
“Jiyeon adik tiri, sementara Sehyung adik kandungnya, mereka terpisah setelah sang ibu yang merupakan anak bangsawan dipaksa untuk meninggalkan suami serta anak perempuannya dan hanya membawa Hyungwon sebagai garis keturunan keluarga Chae.” jelas Hana mengetahui bahwa tidak ada hubungan darah antara Hyungwon dan Jiyeon.
Hyungwon sangat menyayangi Jiyeon, seperti ia menyayangi Sehyung. Tidak ada perasaan lebih selain rasa sayang kakak kepada adiknya.
“Lalu apa yang terjadi dengan Sehyung?” tanya Mina mengambil tempat duduk di antara Hana dan Minhyuk sambil menaruh tiga cangkir berisi teh dengan bunga melati di dalamnya.
“Itulah yang ingin Hyungwon ketahui.” kata Hana menghembuskan napas berat.
≈ ≈ ≈
THANKS FOR READING
Don't forget vote, comment and share 💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro