Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ep.28 - Berkencan (III)


‘Selalu ada awal dan akhir dari sebuah masalah.’

HOTEL DELUSION
Selasa, 09-06-2020
.
.
.
_ Cameo _
Park Seojun (Actor), Lee Luda (WJSN) & Kang Seulgi (Red Velvet)

Cemburu itu normal dan diperlukan ketika kita berada dalam sebuah hubungan asmara. Sehun rasa tidak perlu mengelak atau menyangkal bahwa dia memang pernah iri melihat kedekatan Bona dan Eunwoo. Tetapi itu terjadi ketika keduanya hidup sebagai Putra Mahkota Ui’an dan Putri Mahkota Yeon.

“Mungkin kau yang cemburu.” Sehun mampu mengartikan rasa cemburu di wajah cerah Sejeong, wujud ekspresi bahwa wanita itu peduli dan ingin hubungan yang baru terjalin dengannya tetap langgeng.

Jogeum (Sedikit).” Sejeong akui, ia sedikit cemburu namun tak sampai menganggap Bona sebagai ancaman.

Sehun pikir musim semi benar-benar telah datang padanya. Ia sibuk memperhatikan wajah cantik bersemburat merah yang tidak pernah berhenti menyunggingkan senyum padanya.

“Kim Sejeong kebetulan sekali!” sapa Bona sudah berada di dekat pasangan yang sedang saling pandang itu. Sehun dan Sejeong serempak menoleh. “Kalian sedang berkencan ya.” lanjutnya terkesan iri mengetahui mereka sudah menikah namun masih seperti pasangan muda yang kasmaran.

“Kulihat kalian memasang gembok cinta, hoksi (apa mungkin)…”

Nde, maaf tidak memberitahumu lebih dulu.” Bona menyela perkataan Sejeong dengan malu-malu.

“Bukan masalah, lagi pula kita baru bertemu lagi setelah sekian lama. Akan sangat canggung kalau langsung bercerita mengenai hubungan asmara.”

Sementara kedua wanita itu sibuk mengobrol, Sehun terus memandangi Eunwoo penuh selidik. Hingga sudut-sudut bibirnya terangkat, lega melihat laki-laki itu berdiri tegap dengan memasang sikap acuh tak acuh. Sosok Putra Mahkota Ui’an berubah tegas, nampak dapat diandalkan dan tidak perlu perlindungan lagi dari pengawal. Rasa bersalah yang telah lama menggelayuti menjadi lebih ringan di pundaknya.

Dipandangi sedemikian rupa oleh Sehun, serta merta membuat Eunwoo tertawa kikuk, setengah bergidik. “Cepat sana, pasang gembok cinta kalian!” kata Eunwoo dengan suara meninggi saking risihnya terhadap tatapan Sehun.

Sejeong melempar jauh-jauh kunci setelah gembok terpasang di antara gembok lainnya. Tersenyum lebar, matanya pun tampak membuat segaris lengkungan yang amat manis. Begitu menarik untuk dilihat Sehun, sampai-sampai tangan Sehun mengusak pucuk rambut Sejeong.

Cekrek~

Moment manis itu baru saja diambil oleh Bona menggunakan kamera ponselnya. “Ayo kita berfoto!” ajaknya berhambur mendekati Sejeong, berdiri di sebelahnya seraya mengamit lengan Sejeong. “Chagiya (Sayang), kau yang mengambil fotonya.” Ia menyerahkan benda petak itu pada Eunwoo, berpikir Eunwoo yang memiliki tangan panjang, dapat menghasilkan foto selca (self camera) lebih bagus darinya.

“Kau yang paling ujung, tolong berdiri agak ke depan.” Eunwoo melihat melalui layar ponsel, mengintruksi Sehun.

Ini pertama kalinya Sehun mengambil gambar, dan mungkin ia tak tahu harus bagaimana. Saat itu Sejeong menariknya agar bergeser lebih dekat.

“Hitungan ke tiga bilang kimchi ya.” kata Eunwoo.

Bona dan Sejeong mengangguk bersamaan, memasang senyum terbaik mereka. Sedangkan Sehun tampak berlatih dengan senyumnya.

“Satu, dua, tiga… KIMCHI!”

≈ ≈ ≈

Berapa kali pun Sehun dan Sejeong berusaha pergi, mereka tetap tertahan bersama satu pasangan berisik, yang tanpa sadar telah mengikuti. Tiba-tiba saja, menjadi kencan ganda. Menaiki kereta gantung untuk turun dari menara, tentunya dengan masih diikuti Bona dan Eunwoo.

“Aku sangat lapar.” kata Eunwoo untuk kedua kalinya.

Kereta gantung meluncur perlahan. Sambil menikmati pemandangan dari atas, Bona menyahut, “Tadikan aku ajak kau makan di restoran putar yang ada di puncak Namsan.”

“Tapi mereka ingin makan di restoran jepang.” Eunwoo melirik pasangan di sebelahnya yang kompak memaskakan seulas senyum. “Dan kebetulan aku juga ingin makan sushi.” Ia menambahkan ketika Sehun memalingkan pandangan ke luar kaca kereta gantung yang mereka naiki, tampak atap-atap rumah yang terlihat kecil.

Yeobo, mendadak aku ingin makan Yookgaejang.” celetuk Sehun, siapa tahu kali ini ia dan Sejeong bisa menikmati kencan berdua saja.

Sebelum Sejeong sempat menjawab, Eunwoo terlebih dulu menanggapi, “Benar, pasti sup daging sapi sangat menyegarkan. Aku tahu restoran korea enak sekitar sini!”

Akhirnya Sehun dan Sejeong mengembuskan napas pasrah. Tidak apa-apalah, yang penting mereka makan dulu saja.

≈ ≈ ≈

Sebuah restoran bernama Danbam menjadi pilihan makan siang ke dua pasangan. Eunwoo menarikan kursi untuk Bona duduk, dia melakukan segala macam cara agar dicap sebagai laki-laki romantis. Keahliannya dalam berperan tidak perlu diragukan lagi, mengingat profesi penipu yang dulu dilakoninya.

“Woaah, namjachingu-mu pengertian sekali.” ujar Sejeong ditujukan pada Bona yang hanya tersipu.

Dari apa yang dilihat Sejeong sekarang, Eunwoo sedang tidak berakting, terlihat sungguh-sungguh. Sehun jadi ingin mendapat pujian juga dari Sejeong. Tapi bagaimana… selagi Sehun memikirkan caranya, datang seorang karyawan menyapa, memberikan daftar menu.

Sementara karyawan lain tampak menekuk wajah, melewati meja mereka yang lalu memasuki dapur. Park Seojun, pemilik restoran, langsung menanyai wanita itu, “Kemana saja, di saat jam sibuk makan siang?”

“Dari toilet, seorang pelanggan mengeluh katanya di salah satu bilik ada suara tangis wanita dan sangat mengganggu. Tetapi setelah aku cek tidak ada siapa pun.” jelas karyawan barunya, mendadak bulu kuduk merinding.

“Luda-ya, tolong ambilkan kubis di gudang.” kata Seojun mengalihkan pembicaraan begitu saja.

Semua karyawan selain Luda tahu, kalau tahun lalu istri atasan mereka ditemukan telah meninggal di toilet tersebut.

≈ ≈ ≈

“Pesanan kalian datang.” ucap Luda ramah sambil menaruh nampan di meja, meletakan satu per satu lauk dan empat mangkuk kecil berisi nasi.

Sejeong berterima kasih, membantu menata piring. Di hadapannya, tepatnya di seberang meja, Bona menautkan alis setelah mendengarkan penuturan Sejeong mengenai kencan sebelumnya di Pulau Jeju.

“Kapan kalian ke Jeju?”

“Baru saj… maksudku waktu bulan madu dulu.” Sejeong hampir saja salah bicara.

Luda selesai dengan tugas mengantar makanannya, lantas ia pamit, “Kalau butuh sesuatu lagi bisa panggil saya.”

“Terima kasih.” sahut Eunwoo dan yang lainnya mengiyakan, mereka masih mengobrol asyik mengenai kencan pertama dengan pasangan masing-masing.

Sehun memperingati agar Sejeong jangan banyak membual. Sementara karyawan berkuncir kuda itu melangkah meninggalkan meja, terkekeh kecil mendengar percakapan mereka. Sampai seseorang mencengkram tangan terayunnya.

“Berapa?” pelanggan yang sering sekali dilihat Luda, selama bekerja satu bulan terakhir ini berhasil mengagetkannya. “Aku sudah selesai makan, berapa semuanya?” ulang wanita berwajah tegas dengan alis mata sedikit terangkat.

Di sisi lain Sejeong berdiri dari duduknya, dia tidak bisa terjebak dalam pertanyaan Bona yang terus menanyakan kapan dan di mana pertama kali bertemu dengan Sehun.

“Aku permisi ke toilet dulu.” potong Sejeong.

“Biar aku antar.” tawar Sehun tanpa berpikir lagi.

“Ke toilet?” Sejeong memperjelas dan dirasa Sehun tidak perlu repot-repot mengantarnya. “Duduk saja makan makananmu.”

Sehun merasa suasananya akan canggung, bila ditinggal dengan dua orang yang tengah menatap geli ke arahnya.

≈ ≈ ≈

Sejeong keluar dari salah satu bilik toilet, menuju wastafel untuk mencuci tangan. Perlahan pendengarannya menangkap isak tangis pilu seorang wanita. Penasaran… Sejeong pun mencari sumber suara, setelah yakin ia mengetuk pintu.

Chogiyo, gwaenchanayo (Hei, kau baik-baik saja)?”

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita berambut panjang hitam legam dengan ponytail tengah duduk di atas closet sambil menutupi wajah dengan tangan. Sekali lihat, Sejeong sudah tahu bahwa wanita itu adalah hantu. Sejeong mematung, seolah kakinya menempel pada lantai.

Si hantu mengangkat kepala, lehernya memutar sampai suara retakan tulang terdengar. “Kau bisa melihatku?”

Sejeong beringsut mundur, pura-pura tidak lihat namun hantu itu dengan cepat mendekat. Membuat ia jatuh terduduk, berharap ada seseorang datang membantunya keluar dari toilet atau pilihan lainnya mencoba terbiasa berhadapan dengan hantu.

≈ ≈ ≈

THANKS FOR READING
Don't forget vote, comment and share 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro