Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ep.13 - Ruang


'Menaungi satu dan lainnya, dalam ruangan yang sama.'

HOTEL DELUSION
Senin, 06-04-2020

Kita pasti bisa budayakan vote dan comment!
~ SEMANGAT BERKARYA ~
.
.
.
_ Cameo _
Lee Jinhyuk (UP10TION) & Kei (Lovelyz)

Wei berjalan sempoyongan, wajahnya yang penuh lebam semakin menarik perhatian. Saat ini hanya ada tiga soul di bar, termasuk Hyungwon. Sekali melihat saja sang bartender tahu bahwa tamu yang kini telah duduk di salah satu bangku, tepat berhadapan dengannya adalah manusia.

Ia menggeleng heran, mengapa Minhyuk selalu lengah dalam mengawasi pintu utama hotel sehingga tiap minggunya ada saja macam-macam manusia masuk dan tak jarang membuat keonaran.

"Berikan aku segelas minuman." kata Wei.

"Tentu saja." sahut Hyungwon merasakan firasat buruk dari aura hitam yang mengancam di depannya.

Dari situ Hyungwon mengetahui ada jiwa jahat dalam tubuh lelaki di hadapannya. Ia juga tahu minuman apa yang harus dibuatnya, peeraway, air yang sekilas mirip bir itu berfungsi mengusir jiwa perisak. Tak butuh waktu lama membuatnya. Segelas minuman sudah Hyungwon letakan di atas meja.

"Minumanmu tuan," kata Hyungwon sambil memperhatikan separah apa luka di wajah Wei.

Ada luka baru dan luka lama yang tampak menghitam. Sewaktu-waktu tubuh lelaki itu akan dalam bahaya. Wei menghirup aroma minuman dalam gelas yang dipegangnya, ia mendesah mengangkat pandangannya merasa jengkel diperhatikan sedemikian rupa oleh si bartender.

Aura hitam semakin jelas ketika mata Wei mendelik. "Sepertinya kau tidak suka padaku? Ehmm, kebanyakan orang memang memandangku dengan tatapan jijik tetapi ada juga yang ketakutan." terang Wei tersenyum meremehkan, "Katakan minuman apa yang kau berikan padaku?"

"Tidak seharusnya kau berada di tubuhnya." balas Hyungwon.

Wei tergelak. Rautnya pias dan mengeras akibat marah. Tidak ada satu pun yang mengharapkan kehadirannya, termasuk manekin bernama Kei yang selalu memperdulikan Jinhyuk. Ia melempar gelas hingga serpihannya menancap di pipi Hyungwon, seketika itu darah merembes keluar.

≈ ≈ ≈

"Hyungwon Orabeoni!" Sejeong meringis melihat keadaan Hyungwon.

Ia tidak bisa diam saja dan menyaksikan Sehun menghabisi nyawa seseorang. Situasinya lebih parah dari apa yang pernah Sehun lakukan demi mengusir soul dalam tubuh Arin sewaktu di klub magic. Tampaknya Wei lebih kuat, karena mampu melepaskan diri dari cengkraman Sehun.

"Apa perlu aku panggil Chan untuk melenyapkannya." ujar Sehun tak terima akan perlawanan yang didapatnya.

Satu kepalan menghantam wajah Wei keras-keras. "Ini untuk Hyungwon yang menghindarimu!" cerca Sehun tahu betul apa yang Hyungwon lakukan, rekannya itu tidak pernah melukai manusia meski membahayakan dirinya. "Dan ini untuk luka yang dia dapat!" lanjut Sehun kembali melayangkan pukulan.

Wei memandang Sehun dengan tampang menantang, ia mengusap darah di sudut bibirnya. Mengundang kemarahan lawannya yang sontak menarik kerah, melayangkan kepalan tangan tepat mengenai pangkal hidung.

"Bunuh saja aku, kalau kau bisa." bisik Wei.

Villain paling mengesalkan yang pernah Sehun temui sepanjang karirnya, bekerja di hotel. Sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi, Sejeong bergegas menempatkan diri di antara Sehun dan Wei.

"Lepaskan dia, kau tidak bisa membunuhnya." kata Sejeong menggeleng sembari menurunkan tangan Sehun.

Untuk kedua kalinya Wei terbebas dari cengkraman Sehun. Dilihatnya sorot mata melemah milik Sehun, hanya karena ucapan seorang gadis kemarahannya luntur secepat itu. Dan kini gadis itu melihat ke arahnya...

"Kei mencarimu, dia sangat mengkhawatirkanmu." Wei mencibir dan Sejeong meneruskan dengan suara lembut. "Ikutlah denganku, akanku antar kau menemuinya."

"Yang dia khawatirkan bukan aku, tapi Lee Jinhyuk." sanggah Wei hendak melangkah pergi ketika sebuah tangan menggapai lengannya, ia refleks menepisnya. "Berani sekali kau menyentuhku!" Sebuah tamparan keras mengenai pipi Sejeong, menyisakan warna merah di sana.

Sehun murka, ia tidak rela ada orang yang menyakiti pengantin delusinya. "BERANI SEKALI KAU MENAMPARNYA DI HADAPANKU!"

Cahaya kebiruan muncul, berpendar bersamaan dengan tubuh Wei yang terpental.

"JINHYUK-AH!" Kei berlari di belokan lorong.

Minhyuk dan Mina terlihat menyusul, serempak menanyakan keadaan Sejeong. "Kau baik-baik saja?"

Sejeong menekan-nekan pelan pipinya, "Gwaenchana (Tidak apa-apa)." balasnya melihat kesedihan terpancar dari wajah pucat Kei, dimana manekin itu membawa kepala Jinhyuk ke atas pangkuannya.

"Bangunlah, aku mohon." kata Kei menyentuh memar di leher Jinhyuk.

Sejeong menunjukan tatapan menyalahkannya pada Sehun. "Salahnya telah membuatku marah." bela Sehun.

"Chae Hyungwon, bagian mana yang sakit?!" ujar Minhyuk memeriksa tubuh Hyungwon dengan hati-hati.

Sementara laki-laki jangkung itu mendesah, napasnya terasa berat. Dia dibantu Minhyuk agar duduk bersandar di dinding.

"Soul sepertinya tidak akan merasakan sakit." tukas Mina yang lagi mengalihkan pandangan Sejeong kepada pemilik hotel, masih diingatnya bagaimana Sehun mengerang kesakitan di depan pohon delusi.

"Ugh, kaca ini menancap..."

"YA, jangan menekannya." Minhyuk segera menarik telunjuknya.

"Sakit sungguhan ya?!" sahut Mina menyayangkan apa yang menimpa Hyungwon.

"Lee Jinhyuk," panggil Kei merasa lega karena lelaki itu telah membuka matanya.

Sejeong beringsut mundur, siapa tahu yang terbangun masih dikuasai oleh Wei. Sedikit perasaan bersalah menjalar di hati Sehun. Dia ketakutan... gumamnya sangat pelan.

"Mianhae, Kei," suara lemah yang keluar dari mulut Jinhyuk membuat sikap waspada Sejeong seketika hilang.

Rupanya jiwa asli dalam tubuh lelaki dengan tinggi badan 183 itu telah kembali. Kei mempererat pelukannya. "Kau tidak perlu meminta maaf."

Kesedihan dari pasangan manusia dan manekin ini dapat dirasakan pula oleh para soul dan tentunya Sejeong yang mengusap mata berairnya.

"Maaf telah membuatmu khawatir." kata Jinhyuk balas memeluk Kei.

≈ ≈ ≈

Dua ranjang ditaruh sejajar dengan hanya menyisakan jarak satu meter, sedang di tengah-tengahnya ada meja nakas dengan lampu tidur di atasnya. Berjalan ke sisi lain, Sejeong melihat meja rias berwarna putih dipenuhi berbagai produk kecantikan dari beberapa merek terkenal.

Tak jauh dari tempatnya sekarang, ia menemukan sebuah pintu selebar dua meter yang lalu dibukanya dengan cara digeser. "WOAH! Ini semua pakaianku!" kaget Sejeong melihat deretan baju-baju cantik tergantung di dalam almari yang bisa dibilang cukup luas.

"Aku pikir, aku baru memasuki butik." kata Sejeong tampak berbinar.

Pandangannya jatuh pada deretan setelan jas dan kemeja dengan berbagai warna. "Milikmu... kuno sekali, kenapa semuanya jas." komentar Sejeong berbalik sambil meluruskan tangannya ke depan, sontak laki-laki yang sedari tadi mengikutinya mencondongkan badan ke belakang.

"Aku cuma ingin memegang jasmu, pelit sekali." Sejeong berdalih, sejujurnya bukan itu yang ia ingin melainkan menyentuh Sehun barang sebentar saja untuk melihat wajah Jiyeon, iya hanya itu.

≈ ≈ ≈

Sejeong cukup puas akan interior kamar dan isinya. Sampai-sampai tidak bisa tidur memikirkan baju apa yang akan dia pakai, besok dan besoknya lagi. "Sehun-sshi, kau sudah tidur? Oh Sehun!"

Kesempatan baik untuk Sejeong membaca pikiran Sehun, ia dapat menyentuhnya tanpa harus mendapat penolakan. Perlahan bergeser ke tepi ranjang, berbaring miring menghadap Sehun yang tengah tidur. Mengibas-kibaskan tangan ke sisi wajah pria itu, dan... Grep~

Sial dia masih terbangun. Rutuk Sejeong dalam hati. Lagi, tangannya dihempas.

"Siapa yang pertama selalu mengulurkan tangannya, cih... menyebalkan. Hari ini sudah lebih dari lima kali kau menepis tanganku!"

Sebelum Sejeong menarik tangannya, Sehun lebih dulu memegangnya. "Pipimu sudah tidak sakit?" tanya Sehun menatap langit-langit.

Seharian ini Sejeong merecokinya dengan terus-terusan mencari kesempatan untuk menyentuh ingatannya. Bahkan setelah keributan yang Wei lakukan di hotel, yang Sehun kira bisa mengalihkan minat Sejeong terhadap masa lalunya.

Saat itu Sehun melihat tangan Sejeong ditepis oleh Wei dengan cukup keras. Dia marah dan menyesal telah melakukan hal yang sama berulang kali pada tangan Sejeong.

"Eoh, Mi-na membawaku ke toko obat milik Seola Eonni." gelagap Sejeong mencoba melepas pegangan tangan Sehun di pergelangan tangannya. "Hyungwon Orabeoni dan Jinhyuk juga mendapat perawatan, mereka sudah sembuh total." ia merasa tangannya tidak akan dilepaskan begitu saja, tapi kenapa? Bukankah Sehun terus berusaha menghindarinya.

Sehun merubah posisi rebahannya, sehingga berhadapan dengan Sejeong. "Kau melihat sesuatu?"

Sejeong tampak mengerutkan alis, mengedipkan mata hingga memperlihatkan raut kebingungan. Sejenak, ia merasa berdebar sekaligus gugup.

"Aku memberimu izin untuk menyentuhku, kita lihat apa setelah itu kau masih ingin mengetahui masa laluku?" kata Sehun, diam-diam senyum tipisnya tergurat. Mengingat kembali bagaimana sepasang mata Sejeong berkedip memancarkan keterkejutan atas perlakuannya.

≈ ≈ ≈

Kisah Kei si manekin hidup, Jinhyuk dan jiwa lainnya bernama Wei, bisa kalian baca di work milik author @RecilMozas
Judulnya 'Gravity and Destiny'

Benar-benar dibawa ke dunia fantasi yang kelam, cerita ini menjadi salah satu inspirasi aku dalam membuat tulisan Hotel Delusion ini.

SEE YOU NEXT WEEK

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro