Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SELEBRASI

AKHIR tahun itu lebih meriah dan sibuk.

Anak-anak muda ramai menyiapkan rencana bersama kelompok pergaulannya karena Prime Area menggelar acara besar, khusus menjelang pukul dua belas malam. Ada banyak penampilan, kegiatan, stan-stan kuliner yang menggugah dan tentu saja fasilitas disko. Semua orang tidak ingin ketinggalan mulai dari yang muda bahkan hingga tua. Malam itu, jalan-jalan Terra Firma dari berbagai wilayah ramai dilalui kendaraan yang bergembira dan penuh suka cita, bergerak menuju Prime Area Utara atau Selatan.

Sebuah vecl elegan berhenti di seberang pagar rumah Hanzhal. Jendela di kursi belakang turun pelan, tempat sebuah kepala menyembul dengan santai. Wajah cantik itu dibingkai oleh rambut yang bergelombang dengan beberapa pernak-pernik yang membuatnya semakin menarik. Dia tersenyum ketika melihat seorang anak lelaki keluar dari pekarangan dan masuk di kursi tengah.

Teman-temannya bersorak. "Kami pikir kau akan dilarang," tutur Jarent.

"Tidak." Hanzhal tersenyum aneh. Secara teknis dia memang tak dilarang karena ia tak mengatakannya pada siapa pun. Kannaz, kakak laki-lakinya, sedang ada urusan di kantor cabang tempat pelatihannya sebagai pegawai madya.

"Malam ini kau sangat keren," puji Laxey yang mencondongkan kepala di atas kursi tengah.

"Kau juga."

Mobil mereka melaju menuju Prime Area di Selatan, ramai dengan canda tawa dan obrolan. Ketika sampai, mereka segera mencari titik terbaik untuk menyaksikan panggung melayang dan kembang api yang meledak-ledak menggambarkan segala peristiwa yang telah terjadi tahun itu. Acara semakin meriah mendekati pukul dua belas, meskipun perlahan tempo lagunya berubah. Seperti alunan nada roman yang menghanyutkan.

Hanzhal terkesiap, jantungnya berdebar-debar. Dia tahu orang-orang dewasa akan melakukan apa ketika pergantian tahun: tepat pukul dua belas malam. Bahkan teman-temannya sudah menyepi ke tempat lain.

"Hanz," panggil Laxey. Dia menatap Hanzhal dengan sorot yang berbeda dari biasanya. Bagi gadis itu, anak laki-laki di depannya hanya akan selalu jadi misteri. Mereka mungkin memang kekasih, tetapi Hanzhal bersikap sangat dingin dan berjarak—tidak seperti kebanyakan anak laki-laki. Hal itu yang membuatnya semakin menarik. Seperti sebuah harta karun yang harus digali, dan Laxey siap menggalinya bahkan jika sedalam dasar tanah Terra Firma.

Dia menahan debaran jantungnya. Kesempatan emas hanya berdua dengan Hanzhal tentu tidak akan dia sia-siakan. Jemari lentiknya yang bertautan lama-lama mendekat ... namun tiba-tiba saja.

Tiba-tiba saja Hanzhal menarik tangannya yang nyaris disentuh. Laxey terkejut dengan gerakan refleks yang menjauh itu. "Ada apa?" tanyanya.

Napas Hanzhal berantakan. "A-aku ingin ke toilet. Maaf."

Dia langsung beranjak dari bangku panjang di bawah kanopi stan menuju deretan toilet di belakang keramaian, bersandar ke salah satu tiang lampu yang menyorot remang. Hanzhal mengusap wajahnya dan merutuki kebodohan. Sebagian dirinya ingin kembali dan bersenang-senang, namun sebagian yang lain menampar hatinya sambil berkata, Pergilah kalau kau suka bergelimang dosa!

Dia tak bisa melakukan apa pun. Tidak ketika wajah saudaranya masih terbayang, suara ibunya masih bergamang.

Sejak awal, lingkaran ini memang tidak sesuai dengannya. Sejak awal, dia memang salah tempat dan hanya berpura-pura. Segalanya untuk sebuah pengakuan. Sebuah pengakuan yang dia sendiri tak mengerti apa. Sejak awal ....

"Hanz!" Jarent mengguncang bahu Hanzhal yang sedang menutup wajahnya. "Apa yang kau lakukan? Acara sudah selesai dari tadi. Teman-teman mencarimu."

Ternyata, anak lelaki itu sudah berada di sana hingga sekitar dua puluh menit berselang. Dia memang setengah tertidur sejak pikirannya berkelana dan penuh renungan.

"Kalian sudah mau pulang?" tanya Hanzhal.

"Apa? Jangan bercanda." Jarent tertawa geli. "Mana mungkin kita selesai begitu saja. Malam ini adalah awal tahun! Harus kita rayakan. Ingat kafe baru yang minggu lalu kita bicarakan?"

"Oh ... yah. Tentu."

Jarent merangkul Hanzhal dengan erat. "Ini tahun baru, Kawan. Kita coba menjadi dewasa dalam semalam?"

[]

Terra Firma pada malam hari akan gemerlapan dengan lampu-lampu terang, bagai taburan bintang dalam galaksi yang gelap. Tidak pernah sepi apalagi pada malam tahun baru seperti sekarang.

Roumeli tinggal di Delta Residence, di wilayah Tenggara di antara Prime Area Selatan dan TF-Institute Timur. Dia duduk di depan laptop di dalam kamar. Matanya sudah sangat lelah setelah mempelajari sistem hukum Terra Firma. Keningnya pegal-pegal karena nyaris seharian penuh dia mengerutkan alis, menanggung amarah. Kilasan kejadian tempo hari ketika dia dicekal orang-orang yang mengaku sebagai Reserse itu, membuat hatinya sakit.

Sekarang rumah Beyaz dijaga ketat dan Beyaz sendiri sudah ditahan sebelum persidangan. Ditambah kabar dari Everest bahwa Reserse juga mulai mengincar orang-orang yang pernah bersama Roumeli dalam mempelajari sejarah.

Yang benar saja!

Belum lagi kejadian tadi. Kepalanya semakin sakit setelah Nine kambuh dan butuh obat cepat—dan obat habis! Layanan pesan-antar sedang tutup karena ada perayaan besar di Prime Area dan Roumeli tak punya pilihan lain. Meski dia sangat tidak suka pergi malam, apalagi pada jam-jam mengerikan itu, dia tetap harus melakukannya demi Nine.

Roumeli tidak mempercayakan seluruh hidupnya pada pihak Protektorat—tidak ada yang bisa benar-benar menjaga diri Roumeli selain dirinya sendiri dan Tuhan. Dia menyelipkan sebuah tongkat kayu kecil ke balik saku mantel sebelum berkendara dengan LBoard. Tongkat kayu itu jika dipanjangkan akan menjadi double stick yang ringan. Beyaz membuatkan senjata pribadi praktis yang tidak terlalu fatal itu, setelah terinspirasi dari sejarah yang ia kaji tentang nunchaku.

Seperti biasa, Roumeli tidak melewati rute yang ramai. Ia tidak sanggup jika harus melihat kafe-kafe yang penuh anak muda untuk bereuforia entah karena perjuangan apa. Ia tidak tahan karena kalau sampai ia melihat itu hatinya segera bergelora untuk menegur di tengah-tengah mereka. Bukan tanpa alasan. Tempat-tempat itu menyajikan alkohol dan antidepresan untuk khalayak umum. Kadang menggunakan embel-embel usia sekian ke atas (yang nyatanya akan dilanggar oleh berbagai usia).

Pertama dan terakhir kali kejadian menegur itu, Roumeli sampai nyaris disiram froyo kalau Beyaz tidak datang melerai. Kejadiannya sudah lama ketika Roumeli memang masih sangat lugu. Kini Roumeli belajar bahwa orang-orang itu tidak suka nasihat—atau ditegur—dan Roumeli sendiri perlu menekuni teknik bernasihat yang tidak mengagetkan.

Mono's Avenue terletak di belakang apartemen megah yang jarang sekali dilalui penduduk. Tempat-tempat yang dibangun di pinggirannya pun tidak menarik bagi penduduk Delta Residence (seperti toko bahan bangunan dan kios bunga), sehingga Roumeli pikir perjalan itu akan lancar.

Ketika melintasi kafe minimalis yang belum pernah dilihatnya (karena agak menyempil di antara gedung besar), dia tersentak. Tatapan tajamnya menembus tingkap panjang di bagian depan kafe yang menampakkan sekelompok anak muda tengah bersulang. Itu memang fenomena biasa di Terra Firma. Tetapi, yang membuat Roumeli tercengang adalah anak-anak muda itu teman seangkatannya di TF-Institute, sedangkan mereka berada di dalam Goldnight. Kafe yang tak ubahnya bar ilegal sebelum disamarkan.

Roumeli yang masih tercengang refleks menghentikan LBoard-nya dan berlindung di balik pohon cemara imitasi. Dia semakin terkejut saat mengetahui ada seseorang yang dikenalnya. Salah satu anak dari kelompok itu adalah orang yang selalu Annadher puja-puja. Anak lelaki yang kata dia baik dan memesona. Anak lelaki yang kata dia tidak pernah melakukan kesalahan—kecuali tentang kekasih pura-puraannya. Dan di dalam kafe itu dia disuguhkan segelas minuman bening.

TF-Institute menyatakan peraturan dengan ketat sampai kitab undang-undang hologramnya timbul silih berganti di langit selasar: memperingati murid setiap hari. Namun, pihak sekolah hanya menggalang penindakan hukum. Bukan pencegahan atau penanganan. Jelas sebuah pengelolaan yang keliru, klise dan bodoh.

Hati Roumeli mendadak cemas. Dalam keyakinannya, Roumeli dilarang untuk berprasangka buruk. Akhirnya dia terus mengamati mereka dengan lebih teliti dan sabar seperti sabarnya Nine menunggu baklava matang. Dia mungkin tidak berteman dengan banyak orang meskipun sebagai pemerhati yang baik, sehingga ia tahu watak-watak penghuninya.

Hanzhal termasuk yang bukan anak berandalan atau pemberontak. Apalagi setelah Roumeli melihatnya di Sivik, tempat sembahyang yang letaknya jauh di lantai teratas gedung Utama TF-Institute Timur. Sivik terpojok dan jarang digunakan orang-orang (hampir saja terbengkalai kalau Roumeli tidak mengaktifkan Janitors di sana). Banyak yang beralasan tidak mengunjunginya karena jarak yang terlalu sukar meskipun itu kontradiksi. Mereka sudah memiliki lift yang bisa bergerak vertikal dan horizontal dengan mudah, lantas mengapa begitu susah?

Napas Roumeli tercekat.

Hanzhal ditawari minuman dan menolak, namun teman-temannya menyoraki bahkan mulai memegangi kedua lengannya. Menahan Hanzhal agar tidak pergi. Mereka tertawa dan seakan-akan bilang, "Ayolah, cicip sedikit saja!"

Karena Hanzhal terus menolak, akhirnya dia dicekoki oleh mereka dengan lagak bercanda. Padahal tidak boleh ada bercanda yang sampai mengaiaya orang lain. Setelah itu dia terbatuk-batuk dan memegangi pelipis. Barangkali kepalanya menjadi pening. Temannya yang perempuan menyodorkan segelas minuman lain yang tampak seperti air mineral sehingga Hanzhal menenggaknya. Padahal itu bukanlah air mineral. Mendadak Hanzhal terdiam beberapa lama sebelum ia mulai kehilangan kontrol atas kesadarannya.

Tahu-tahu dia tertawa. Teman-temannya menyambut dengan tawa pula seakan Hanzhal baru masuk ke dalam acara mereka dengan resmi. Sebuah acara pesta pora yang sangat salah.

Roumeli meringis dan memalingkan pandangan. Tangannya terkepal kuat bahkan nyaris memutih, menahan keinginan untuk mendobrak masuk dan menghentikan tragedi itu. Tetapi, dia sudah pernah belajar dari kejadian di masa lampau dan itulah sebaik-baik pembelajaran, hingga Roumeli menemukan solusi yang lebih bijak.

Roumeli menyalakan LBoard dan kembali pada tujuan awalnya.

Perasaannya bimbang dan sekacau kecamuk perang.

[]

Wilayah Terra Firma berbentuk seperti oktagon raksasa yang terbagi menjadi delapan arah mata angin. Di bagian Barat Laut, di belakang Alpha Residence, berdirilah Pegunungan Kale asri dengan pemukiman yang diberi izin untuk tetap konvensional. Pemukiman yang sebenarnya miniatur buatan. Sebuah desa kecil yang paling banyak memiliki stepa subur di kiri-kanan jalannya, dan bukit-bukit hijau, dan cuaca gembira yang membawa awan hujan.

Walau kenyataannya itu semua hanya rekayasa teknologi.

Layar televisi pada dasbor vecl Kannaz menyuguhkan pemandangan itu, ditambah pengharum alam pada alat pendingin yang semakin merilekskan pikiran. Kannaz sedang kalut ketika dihubungi pembimbing pelatihan karena tugas terakhir yang tertinggal—benar-benar harus dalam waktu tiga hari pada liburan yang menenteramkan. Semua pekerjaan itu suka sekali merembet ke mana-mana: ke hari libur Kannaz. Terus membayang dan bikin gila, pikirnya.

Ketika menyetir mobil untuk pulang, Kannaz berpikir tentang saudaranya yang belakangan ini pulang larut dengan berantakan. Dulu sekali ia tak begitu, hanya semenjak memasuki jenjang B di TF-Institute. Kannaz tak ingin curiga meskipun hatinya benar-benar tak nyaman setiap Hanzhal menjawab bahwa dia oke. Kannaz semakin cemas saat dia baru ingat bahwa malam ini adalah perayaan tahun baru. Bukankah sangat rawan?

Kannaz seharusnya tak mengabaikan kesempatan dia bisa satu atap lagi dengan Hanzhal, bisa mengawasi dengan lebih mudah. Ia juga mampu berkuasa sejak Amma meninggal; dan Aba pergi dengan wanita lain, untuk punya anak lain, untuk punya kehidupan lain. Yang tentu saja menurut pria itu lebih baik dari hari-hari sulit sebelumnya. Memang semudah itu membuang tanggung jawab. Kannaz tahu Aba-nya bukanlah sebaik-baik teladan.

Pemuda itu tiba di pekarangan rumah menjelang dini hari. Dia sudah berencana untuk mandi dan beristirahat dengan tenang. Namun kemudian, sosok yang terduduk di depan pintu membuatnya mengernyit. Setelah mengunci mobil, dia menepuk-nepuk pipi dan mengguncang pundak anak lelaki itu.

"Hanzhal! Bangun, bangun!" Kannaz tertegun saat mencium bau menyengat yang membuat pikirannya bergemuruh. "Demi Tuhan! Kau minum minuman haram itu, Hanzhal!? Bangun!"

Sayup-sayup, Hanzhal melihat seorang gadis di seberang mejanya di kafe klasik tempat mereka nongkrong setelah perayaan tahun baru. Teman-teman sudah membuat Hanzhal menelan minuman yang membuatnya pusing. Mendadak seluruh pandangannya seperti mimpi. Kemudian, Laxey menawarkan segelas cairan bening yang katanya air mineral. Padahal setelah menenggaknya, tiba-tiba Hanzhal melupakan segala hal. Dia tak lagi mengontrol apa yang akan dia lakukan di sana.

Kilasan kejadian itu mendadak berubah ketika pipi Hanzhal ditampar dan ia lihat saudaranya dengan wajah memerah.

"Kannaz—" Perut Hanzhal langsung bergejolak dan ia nyaris muntah.

Saudara satu-satunya itu merangkul Hanzhal ke ruang tamu dan segera menyeduh jahe dengan madu di dapur. Bersyukur karena rempah-rempah amat jarang tersedia saat ini, namun mereka masih memilikinya. Kannaz sudah tak ingat betapa lelahnya ia karena keadaan saudaranya sekarang jauh lebih genting. Kannaz adalah pemuda yang sangat penyayang dan tak akan sanggup membiarkan saudaranya menderita seperti itu sampai pagi. Hanzhal sempat muntah beberapa kali di wastafel sebelum meminum seduhan jahe dan jatuh lemas di sofa.

"Kannaz—maaf, Kannaz—aku tidak—" Hanzhal menarik napas sejenak dan bergeming. "Maaf, maaf ...."

Kannaz mengusap wajahnya sendiri, menangkupkan kedua tangan di sana. Ia merasa gagal sebagai seorang saudara. Ia merasa sebagai kakak tertua dengan reputasi terburuk sepanjang masa. Kalau bisa, dia ingin tidak hidup tidak mati karena tak pantas di dunia. Tanah pun belum tentu sudi menguburnya.

Sesakit-sakitnya hati Kannaz, ia tak mampu menangis. Hanya saja ada gemuruh hebat di dalam relung dadanya saat melihat Hanzhal terbujur lemas karena mabuk di suatu tempat. Apa yang akan dilakukan Amma jika melihat ini selain menangis hingga air matanya habis? Anak lelakinya yang gagah, yang ia gadang-gadang akan menjadi pejuang; kini terlena dalam permainan di ladang dosa.

Kannaz sempat berpikir akan menanyakan apa yang Hanzhal lalukan di sana, tetapi kemungkinan besar anak lelaki itu telah melupakan apa-apa. Sekarang Kannaz menyesal. Kesalahan terbesarnya adalah melepas seorang pemuda belia tanpa bimbingan ke tengah surga dunia.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro