Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

MAGISTRAT

SUSAH untuk menaruh kepercayaan pada sebuah mesin metal yang disebut HouseBot, robot pembantu rumah tangga. Roumeli yakin Nine tidak akan betah selain mendebat mesin itu hingga eror atau Nine yang kambuh penyakitnya karena mencak-mencak.

Pagi berikutnya ketika Roumeli akan berangkat untuk urusan yang sangat penting, yang mungkin saja bisa sehari penuh atau justru berhari-hari, dia meneguhkan diri di depan rumah sebelah. Tempat tetangga terdekat yang bahkan tidak pernah saling kenal. Begitulah di Terra Firma. Setiap penduduk memiliki ruang pribadi mereka di balik pagar-pagar beton. Ini adalah pertama kalinya seumur hidup Roumeli untuk bertandang ke rumah tetangga.

Sambungan suara berbunyi dari alat di depan pagar.

"Siapa dan ada apa?" tanya sebuah suara dari mikrofon.

"Ini Roumeli dari Blok A nomor tujuh belas. Sedang butuh bantuan kecil jika saja Anda berkenan."

Pagar segera terbuka otomatis. Seorang wanita muda yang masih berselimutkan piamanya beranjak menuju pekarangan, merapikan kain sutra pada rambutnya dan terkesiap. "Oh ... kau? Sekarang aku tahu betapa sempitnya kota ini dan sungguh apatisnya kita."

"Aless?" Roumeli pun agak kaget. "Ternyata kau tidak tinggal di Hedgegrow."

Alessa tertawa berat menanggapi lelucon dari Roumeli. "Oke, aku tak semaniak itu dalam bekerja. Masuklah."

Rumah-rumah di Terra Firma nyaris tak punya perbedaan. Segalanya teratur kompak dalam baluran efek putih terang-monokrom, bentuk geometris abstrak dan tentu saja pengaturan tempat yang menjadikan rumah mereka luas. Roumeli duduk di sofa untuk memulai pembicaraan.

"Apakah kau luang?" tanyanya.

"Yah, hari ini perpustakaan tutup."

"Aku harus pergi ke Halls untuk waktu yang lama. Bisakah aku menitipkan Nine padamu? Dia tidak suka asrama lansia atau HouseBot, keduanya pun tak suka dia. Tapi, dia senang jika ditemani oleh anak-anak muda."

"Apa aku tampak seperti anak-anak?"

"Anak-anak muda."

"Baiklah, aku mengerti." Alessa mengangguk. "Kebetulan aku juga memiliki adik laki-laki. Nenekmu pasti merindukan cucu kecil."

"Kau benar. Terima kasih banyak, Aless." Roumeli tersenyum tulus. "Kalau begitu aku pamit."

"Alessaa ... Kakek hilang!" Seorang anak laki-laki muncul dari balik dinding. Dia terkejut melihat tamu dan bersembunyi dengan cepat sebelum dia sadar siapa yang datang. Anak laki-laki itu justru melompat keluar. "Roumeli?"

"Oh, Joseph," sapa Roumeli sembari tersenyum tipis. "Sungguh lucu mengetahui bahwa kita bertetangga, tapi tak pernah bertemu setiap ke Dibistan."

"Kau mengenal Roumeli?" Alessa seolah mendustai pengelihatannya. Dia berpikir bahwa Joseph adalah anak yang sangat pemalu dan tidak seharusnya punya teman.

"Yah," Joseph duduk di sebelah Alessa dengan girang, "Roumeli ada di Dibistan."

"Kau belajar di Dibistan?" Alessa lagi-lagi tak percaya meskipun pikirannya sudah bisa menebak sejak pertemuan pertama dan melihat penampilan Roumeli. Alessa bahkan berpikir jika gadis itu termasuk seorang fundamentalis.

Roumeli mengangguk. "Andaikan aku tahu kalian bersaudara, tentu aku bertanya kenapa kau tidak ikut dengan Joseph dan Tuan Abraham? Tapi, aku tidak tahu dan hanya berpikir kalau kau pustakawati yang menetap di sana. Jaraknya terlalu jauh untuk ke Dibistan."

"Oh benar!" seru Joseph tiba-tiba. Ia berlari ke dalam dan menjadi sibuk beberapa saat sampai kembali dengan sebuah buku di tangan. "Terima kasih atas buku ini, Rou! Aku senang sekali mengetahui kekayaan dunia kita sebelum ini."

Alessa kaget dan sedikit meringis saat tahu bahwa adiknya selama ini menyimpan buku—yang adalah barang terlarang—di rumah mereka.

"Sama-sama. Aku tahu itu adalah topik yang menyenangkan," ujar Roumeli sambil menerima buku tersebut.

"Kapan dia meminjam itu?" tanya Alessa penasaran dan sarat cemas.

"Saat kami pulang dari Dibistan."

"Coba saja kau ikut, Aless!" Joseph merengut.

"Sebenarnya aku hanya tak yakin. Kupikir kuliah subuh itu hanya untuk orang tua?" Alessa terkekeh.

"Tentu saja tidak." Roumeli tersenyum geli. "Kuliah terbuka untuk semua. Ada jurnalis seusiamu dan seorang ibu rumah tangga. Peserta kuliah itu memang tak seberapa walaupun sudah cukup untuk memperkokoh tekad kami."

"Begitukah? Mungkin akan kupikirkan nanti."

"Aku harap yang terbaik." Roumeli mengangguk. "Aku pergi sekarang. Terima kasih atas bantuan kalian. Sampai jumpa juga, Joseph. Jangan berhenti memperbaiki bacaanmu!"

Joseph menyengir ceria. Melihat itu, Alessa sangat heran sekaligus takjub. Adiknya tak pernah sangat gembira sejak orang tua mereka resmi sebagai pegawai madya dan sering hidup dari balik layar kaca.

Baru kali ini ... Alessa mengetahui apa yang dapat menjadi kebahagiaan adiknya.

[]

LBoard melayang rendah di halaman parkir Halls, masih di kawasan pusat Terra Firma di Magistrat. Roumeli melangkah turun dan mengamit LBoard dengan lengan kanan. Di depan sebuah mobil tak jauh dari sana telah berdiri seorang pemuda gagah lengkap dengan setelan formalnya yang rapi. Jas biru gelap, dasi putih dan rambut yang terbentuk kaku. Kannaz sangat tampan sampai-sampai setiap perempuan yang melihatnya pasti langsung terpana.

Roumeli tak akan sempat memperhatikan hal-hal itu. Wajahnya tegas, pikirannya penuh strategi kalau-kalau pembelaan untuk Beyaz gagal. Apa yang harus dia lakukan jika pamannya dipenjara? Bagaimana cara membebaskannya dengan legal—atau bahkan ilegal? Seorang anak lelaki keluar dari sisi lain mobil, menyugar helai rambutnya yang diterpa sinar matahari. Dia tidak pernah ingin kehilangan pesona.

"Apa kau akan membawa itu ke dalam?" tanya Hanzhal sambil menunjuk LBoard Roumeli.

"Kenapa tidak?"

"Baiklah, apa pun bagimu."

Terlintas sesuatu dalam benak Roumeli. "Apa kita bisa menemui Paman sebelum sidang?"

"Tentu saja," jawab Kannaz. "Mari."

Ketika mereka bergerak menuju lobi gedung utama, tahu-tahu seseorang ikut bergabung. Dia berjalan di sebelah Roumeli dengan terburu-buru. "Apa boleh kita membayar kalau ini tidak berhasil?"

"Jawabannya sudah jelas, Ann." Roumeli menggeleng, tak peduli pada kemunculan temannya yang mendadak itu. "Kita ingin keadilan yang bersih, kita tuntut dengan adil dan bersih."

"Oh ... yah." Annadher berdeham kikuk, mengedikkan bahu. "Hanya berpikir instan."

Di meja tamu di lobi, Kannaz berbicara pada petugas untuk mempertemukan mereka dengan Beyaz. Petugas itu mencari dari daftar pada layar hologram sebelum menghubungi seseorang. Mendadak, ekspresinya berubah.

"Maaf. Untuk Tuan Beyaz Ataskeri belum bisa ditemui."

"Kenapa?" Roumeli langsung mendekat.

"Dia sedang dalam masa penahanan sementara dan masih akan diinterogasi."

"Tapi, tidak ada aturan yang melarang pertemuan ketika yang bersangkutan sedang tidak dalam urusan apa pun," sanggah Kannaz dengan pembawannya yang tenang. "Apa Anda sebagai petugas kemagistratan justru tidak menghafal undang-undang?"

Keringat dingin menetes diam-diam pada pelipis petugas itu, bergeming dalam kegugupannya. "Ini perintah ...."

"Tolong berikan kami nomor ruangannya saja."

"Uh," petugas itu berdeham. Ia mengerling pada Roumeli dan barangkali kalah oleh pancaran matanya yang begitu kuat. "Katakan bahwa ini bukan dariku, tapi kalian yang melihatnya dari papan info kami. Lantai bawah yang pertama, nomor empat."

Kannaz tersenyum simpul.

Mereka terbagi menjadi dua kelompok agar tidak mencolok. Kannaz akan menyertai Roumeli untuk bertemu Beyaz sementara Hanzhal dan Annadher bisa berkeliling gedung untuk mencari segala info yang mereka temukan.

"Orang-orang di sini punya cara komunikasi yang agak berbeda dari penduduk kebanyakan. Kau pasti tahu?" ujar Kannaz ketika lift mereka turun perlahan.

Roumeli hanya mengangguk. Dia merasa kurang nyaman karena tak ada orang selain mereka di sana.

"Aku yakin kau akan terbiasa. Setelah ini, pasti akan ada beberapa petugas yang berjaga di tempat Tuan Beyaz. Hanya ada dua kemungkinan: kita mempengaruhi mereka atau sebaliknya."

Pintu lift terbuka. Mereka keluar dengan langkah berderap di lorong yang cukup panjang. Suasana di bawah lebih terkesan dingin dengan kertas dinding putih bercorak metalik dan lampu terang. Kedua anak muda itu berbelok di pertigaan menuju salah satu pintu nomor empat. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat sebuah alat pemindai kartu.

"Seharusnya aku tahu," gumam Kannaz. Dia sungguh lalai dengan sistem keamanan Magistrat yang tentu saja ketat. Mereka tak bisa masuk kecuali memiliki kartu akses. "Fi-Locks telah digunakan di mana pun."

Roumeli berpikir keras. Pintu metal ini tak punya celah untuk diterobos karena satu-satunya cara hanyalah dengan kartu yang tidak mereka miliki.

"Apa sensor ini bisa dimanipulasi?" tanya Roumeli.

"Aku tak yakin. Tapi, yang jelas kita sudah di sini selama lima menit dengan kamera pengintai di sana." Kannaz melirik ke sudut langit-langit. "Sebentar lagi pasti akan ada petugas yang datang."

"Selamat pagi, Tuan?" Seseorang muncul tiba-tiba dari belakang Kannaz. Dia sedikit kaget, namun pembawaannya masih dapat terkontrol. Dia berbalik dan tersenyum.

"Selamat pagi."

"Ada perlu apa kalian ke sini?" tanya petugas berseragam hansip khas Terra Firma itu. Salah satu rekannya berdiri saja di belakang dengan wajah masam.

"Kami mau menemui Tuan Beyaz Ataskeri."

"Sayang sekali masih belum bisa. Apa kau lihat tanda merah itu? Itu berarti tersangka belum boleh ditemui."

"Atas dasar apa tepatnya?" Kini giliran Roumeli yang bicara. Ia sudah tak sabar sejak kedatangan dua pria itu.

"Atas dasar perintah atasan kami."

"Kenapa?"

Petugas itu mulai merengut. "Dasar anak-anak. Tentu saja karena ini perintah. Apa pun alasan atasan kami, perintah tetap harus dijalankan."

"Kenapa kalian melakukan hal yang bahkan tidak kalian pahami?" selidik Roumeli. "Anak kecil saja tidak mau tidur jika tak diberikan alasannya. Tak ada orang yang bergerak tanpa dasar kecuali dia sebuah marionet."

Rekan si petugas langsung terbelalak. "Lancang sekali."

"Teman saya sama sekali tidak bermaksud buruk," lerai Kannaz. "Dia hanya ingin tahu kenapa kalian menahan seseorang tanpa dasar apa pun. Itu wajar untuk dipertanyakan."

Roumeli menukas, "Apa kalian hanya orang-orang yang terikat dengan atasan bahkan jika atasan itu menyuruh keburukan?"

Kannaz mendelik kecil. Ia meringis dan bertanya-tanya apakah Roumeli memang sekeras kepala itu? Kannaz harus bisa menenangkan kedua pihak yang sedang bersitegang ini. Tetapi, sebelum Kannaz sempat berdiplomasi, petugas di depannya berdeham.

"Baiklah, Nona Muda. Kau pikir dirimu pintar? Kemari. Biar kutemukan kau dengan dia." Petugas itu mengeluarkan kartu kepada pemindai.

Rekannya melotot. "Apa yang kau—"

"Tenanglah. Kita lihat saja apa yang akan Nona Sok Tahu lakukan dengan kerabatnya." Dia berderap masuk ketika pintu tergeser. "Toh, kita punya itu di saku."

Roumeli mengabaikan sikap para petugas yang ganjil meskipun ia tetap waspada. Matanya berbinar ketika dia melihat sosok pria separuh baya yang tengah duduk di belakang meja putih bundar. Dalam ruangan minimalis yang dingin itu, Beyaz sedang menggumamkan pujian pada tuhannya dengan mata terpejam.

"Paman," panggil Roumeli. Dia perlahan mendekat hingga mampu mendekap Beyaz. Pria itu balas menepuk pundaknya dengan tabah.

Kedua petugas itu masih berjaga di sekita pintu, memandangi mereka dengan penuh cemooh. Kadang diselingi sindiran-sindiran. Kannaz berdeham untuk menghentikan tabiat mereka yang ternyata amat buruk.

"Kami bersyukur melihat Anda baik-baik saja, Tuan," kata Kannaz sopan. "Perkenalkan, saya Kannaz. Pengacara Anda untuk persidangan hari ini."

Beyaz menengadah. Otaknya refleks meneliti Kannaz yang berdiri tegap dengan sangat berwibawa. Dia tentu saja tidak memesan pengacara mana pun. Namun, Beyaz mulai memahami keadannya pasca melihat kode mata Roumeli. "Terima kasih sudah datang. Tapi, persidangan baru diadakan besok."

"Kenapa ditunda, Paman?" tanya Roumeli.

"Tak ada yang pernah mengerti cara berpikir orang-orang Magistrat," tutur Beyaz. Kedua petugas tampak tersinggung. "Besok di ruang G72. Pukul delapan pagi."

"Kami akan datang lebih awal," tekad Roumeli. "Tunggulah, Paman."

Beyaz mengangguk. "Berhati-hatilah."

"Paman juga."

Setelah itu mereka segera pamit dan keluar ruangan. Si petugas mengernyitkan keningnya dengan pongah. "Sudah kubilang anak ini tak akan melakukan banyak. Hanya pertemuan dramatis."

Rekannya masih merengut saja. Ia amat curiga dengan kedua anak muda di depannya yang kini telah pergi dan hilang di pertigaan koridor.

Di sisi lain, keadannya lebih tenang. Air mancur di lantai satu sayap kiri gedung meluncur indah. Gemericiknya mengalun dan semakin cantik dengan ikan-ikan gemerlap yang meliuk. Indah walaupun bukan ikan sungguhan, tetapi robot anti air yang direkayasa sedemikian rupa. Annadher diam-diam melirik seorang anak lelaki di sebelahnya yang sedang menggulir layar gadget.

"Ah." Hanzhal menjentikan jarinya sehingga Annadher terkejut dari lamunan. "Informasi seputar sidang ini susah sekali diakses. Sidang Tuan Beyaz Ataskeri ada di urutan terbawah. Ada sembilan juri dan satu hakim, Yang Mulia Alabama John."

"Bagus," celetuk Annadher asal saja. "Biasanya kabar persidangan tak muncul di Terra Reform. Hanya ada di papan pengumuman Halls."

"Memang hanya ada di sana." Hanzhal memasukkan gadgetnya ke dalam saku. Dia memandang ke balik pundak Annadher, tepatnya kepada pintu lift yang terbuka. "Itu mereka."

Keempat anak muda itu kembali bertemu. Hanzhal mengungkapkan informasi yang berhasil ia dapat sementara Annadher membenarkan saja. Selama mereka berkeliling tadi, yang ia pikirkan hanyalah kesehatan jantungnya karena terus berdebar-debar.

"Dan kalian berhasil menemui paman Roumeli?" tanya Hanzhal. "Apa yang terjadi?"

Kannaz pun tak terlalu paham kronologi kejadiannya. Ia hanya tahu kalau mereka berhasil masuk dan menyapa sedikit bersama Beyaz. Hanya saja, Roumeli tak bicara apa pun sampai mereka telah keluar dari balai pengadilan itu.

"Jadi, ada apa?" tanya Annadher penasaran.

"Rumah siapa yang lebih jauh dari jangkauan Protektorat?" tanya Roumeli.

"Tentu bukan aku," kata Annadher. Dia saja tinggal di Palais Eugul, kediaman orang-orang eksekutif Terra Firma.

"Rumah kami agak diujung. Hansip jarang beraktivitas di sana," kata Kannaz.

"Kalau begitu, untuk sementara kita bicara di sana." Roumeli memandang teman-temannya dengan serius. "Maafkan aku. Tapi, gerakan kita akan tak bisa sebebas dulu lagi karena kita telah terlibat."

[]

Kannaz ingat. Rumah sederhana yang lapang itu dibeli oleh Amma dan Aba ketika awal pernikahan mereka dulu sekali. Kini setelah Amma tiada dan Aba pindah ke rumah keluarga barunya, rumah itu berganti kepemilikan. Kannaz yang memegang dan merawatnya sekarang. Dengan sopan, ia mempersilakan anak-anak muda itu masuk ke ruang tamu.

Mereka duduk melingkari meja maglev bundar. Hanzhal memesan minuman dengan gadgetnya sehingga HouseBot di rumah itu aktif untuk menyeduh teh di dapur. Mereka mulai menfokuskan pikiran ketika Roumeli menarik napas.

"Paman membuat rekaman ini sebelum ia ditahan."

Sebuah hologram muncul dari gadget Roumeli. Di sana ada Beyaz dengan tampang tegasnya. "Ingat, Roumeli. Kalau kau pulang dan tidak menemukanku, masuk saja ke ruang tengah. Di balik wajahku ada kunci. Berhati-hatilah." Kemudian, layar itu lenyap.

"Tunggu sebentar," sela Hanzhal. "Bagaimana kronologi kejadian ini tepatnya?"

Memang benar, di antara keempat anak muda itu hanya Hanzhal yang belum tahu dengan jelas. Kannaz sendiri sudah menerima laporan kronologi penangkapan Beyaz dari Roumeli ketika mengisi data perjanjian mereka di awal.

"Apa kau tahu kondisi Terra Firma saat ini?" tanya Roumeli.

"Kondisi yang bagaimana?"

"Dewan Tinggi dan jajarannya sudah terlalu mencampuri urusan penduduk. Mengontrol kita," kata Roumeli. "Tidak ada informasi yang transparan. Hitam menjadi putih dan sebaliknya. Penjahat menjadi pahlawan dan sebaliknya."

"Dan Paman Beyaz mengetahui banyak hal soal sejarah itu semua," sambung Annadher. "Ia ditangkap atas tudingan percobaan kudeta Dewan Tinggi. Sejarah itu memang cukup sensitif. Tapi, yah, aku dan Roumeli tetap saja ingin tahu."

"Kalian belajar sejarah?" Hanzhal menerima cangkir teh yang disajikan HouseBot sebelum dia pergi. "Aku juga pernah dengar bahwa hal itu dilarang Dewan Tinggi. Seperi buku-buku yang dibakar dalam mesin."

"Oh, dan masalah yang lain: Roumeli meminjam segala jenis buku," celetuk Annadher. "Kata Aless, pihak Protektorat siber bisa melacaknya."

"Tapi, Roumeli tak pernah ditangkap." Kannaz bersedekap. "Kemungkinan itu memang ada jika dan hanya jika data peminjamannya telah direkayasa."

Paman Beyaz, pikir Roumeli. Pasti beliau yang melakukannya.

Hanzhal manggut-manggut. "Baiklah, aku mulai paham. Jadi yang harus kita lakukan sekarang adalah menyelamatkan pamannya Roumeli."

"Tentu saja tidak sampai di sana saja," tukas Roumeli tiba-tiba. Dia mengeluarkan diska transparan yang amat kecil dan hampir menyerupai baterai pena magnet. "Ketika kami pergi menemui Paman di ruang penahanan itu, dia menyangkutkan ini pada kerudungku. Dia juga berkata, Selamatkan dirimu dengan ini."

Diska itu ia masukkan ke dalam gadget sehingga tampak layar hologram lainnya:

Sebuah alat besar yang sangat aneh.

Bentuknya agak oval dengan bagian bawah cekung. Di dalamnya ada dua kursi dan papan pengendali, satu kaca lebar. Roumeli memutar-mutar gambar itu. Terlihat di bagian belakang yang terbongkar, mesin generator listrik dan beberapa spot yang butuh baut.

"Wow. Pamanmu memintamu menyelamatkan diri dengan ini?" Hanzhal memandanginya dengan takjub. Dari berbagai hal yang ia lihat di Terra Firma, belum pernah ada yang seperti itu. "Menyelamatkan dari apa?"

"Entahlah. Tapi, kurasa Terra Firma tak akan aman lagi untukku setelah ini," jawab Roumeli. Nada suaranya menyiratkan kesedihan yang agak rumit.

"Di sini tertulis: Hos Devleti," tutur Annadher ketika membaca tulisan pada gambar.

"Sebuah kendaraan?" tebak Kannaz.

"Kendaraan apa yang butuh tabung oksigen?" Hanzhal menggeleng, menunjuk gambar dan memperbesarnya. "Perhatikan fitur-fitur ganjil lainnya. Ada layar radar dan mode penyamaran."

Roumeli pun hanyut dalam pikirannya. Beyaz tak mengatakan apa pun selain perintah masuklah ke ruang tamu dan di wajahku ada kunci. Barangkali kunci untuk ke ruangan tempat Hos Devleti berada? Mendadak saja Roumeli menyadari sesuatu.

"Ann. Tidakkah kau lihat bagian-bagian ini familiar?" Roumeli menunjuk gambar. "Ini bagian yang sering Paman perbaiki di toko."

"Oh, benar. Sejak dulu, aku penasaran sekali dengan barang-barang aneh yang ia kerjakan seharian itu. Ternyata untuk Hos Devleti."

Roumeli akhirnya paham. Ia mampu menarik napas dengan lega. Tubuhnya kembali tegap. "Apa pun rencana Paman, kita harus datang ke rumahnya dan membawa ini."

"Bagaimana caranya?" tanya Annadher. "Rumah Paman Beyaz dijaga aparat komputer."

Tentu saja hal itu tidak akan menghalangi mereka. Roumeli sudah merencanakannya dan dia bukanlah Roumeli jika segera menyerah.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro