Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KATASTROFE

"Kau belum sembuh, jangan pergi keluar."

Wanita renta itu mengernyit di ambang pintu dapur. "Kata pembawa berita cuaca, suhu kota tembus dua derajat. Nanti kau membeku seperti kuah kaldu di kulkas kita."

"Aku manusia, Nine. Bukan kuah."

"Tapi, kau sakit. Lihat betapa hidungmu merah melebihi badut di acara ulang tahun—uhuk, uhuk. Tidur saja, lah. Seharusnya kau bersyukur karena sekarang sudah ada telepresensi yang lebih realistis. Nine sudah tua ... kalau memakainya untuk bertemu teman, kami pasti hanya akan menampakkan dagu saja."

Roumeli tersenyum geli. "Tidak apa-apa, aku hanya akan ke toko Paman Beyaz."

"Tetap saja ke luar rumah."

"Hanya melewati beberapa jalan."

"Ah, sudahlah," Nine mengangkat tangannya yang masih menggenggam pengaduk adonan, "kau ini keras kepala sekali seperti ayah dan pamanmu."

Roumeli menyengir. Dia tak bermaksud jadi keras kepala. Mungkin memang ada gen keturunan yang membawa sifat keras kepala.

"Bawa ini untuk makan di sana." Nine menyodorkan sekotak roti Simit yang panasnya tersimpan rapat dan kerenyahannya terjaga.

"Terima kasih, Nine yang adalah Koki Spektakuler." Roumeli mencium pipi Nine dan mengucap salam sebelum menutup pintu. Nine hanya geleng-geleng kepala, berpikir betapa dia sering kesal sekaligus sayang kepada gadis itu.

[]

Roumeli menghirup udara dingin sepanjang perjalanan. Dia teringat dengan kutipan buku agama yang dia kaji: tidaklah rasa sakit sekecil tertusuk duri menimpa anak Adam kecuali dosanya akan berguguran. Roumeli percaya itu sehingga hatinya tetap lapang meskipun tubuhnya panas-dingin. Dia agak demam. Semua orang yang demam akan bersemayam di balik selimut dan makan sup daging hangat.

Tapi, Roumeli merasa tidak butuh sup daging hangat. Dalam sakitnya, ia merasa perlu lebih banyak ilmu. Dia masih ingin menuntaskan penuturan sejarah oleh Beyaz sampai-sampai rela mengendarai LBoard di sepanjang trotoar. Padahal, pagi itu sangat dingin karena udara membawa angin musin gugur yang meranggaskan pohon-pohon di kota. Sangat indah meskipun dedaunan yang menguning dan gugur hanyalah rekayasa komputer.

Awan-awan tebal menggulung seperti payung yang menaungi ke mana pun Roumeli pergi seakan ingin menurunkan hujan di atasnya saja. Musim gugur membuat kota mereka identik dengan monokrom gedung putih-abu dan merahnya dedaunan maple yang kontras. Begitu rapi dan elegan.

"Assalamualaikum, Paman Beyaz."

Lelaki separuh baya itu mematikan perkakas besinya. Dia membuka penutup wajah dan menengadahkan kepala saat melihat Roumeli di pekarangan toko. "Waalaikumsalam warahmatullah. Bukankah ini hari libur?"

"Tidak ada hari libur untuk mencari ilmu—hatchi!" Roumeli menutup mulut dan hidungnya dengan tisu. "Maaf, hari ini aku agak pilek."

"Waspadalah. Kabarnya musim flu bisa bangkit lagi," sahut seorang anak perempuan yang tahu-tahu muncul. "Ini, makan ini."

Annadher meletakkan bungkus silikon bening berisi satu tablet biru di tangan Roumeli.

Gadis itu agak kaget. "Troche. Tablet ini bahkan belum disebar secara resmi. Dari mana kau membelinya?"

"Bagi kami gampang saja." Annadher terkekeh misterius, tapi setelah Roumeli dan Beyaz hanya terdiam heran, dia berhenti. Wajahnya kembali datar dengan agak jengkel. "Ayahku eksekutif Terra Firma di wilayah Selatan."

"Oh, wajar kalau begitu." Beyaz bangkit dan mengaktifkan dispenser. "Para eksekutif Terra Firma adalah yang dikedepankan. Zaman sekarang mana demokrasi yang tidak buram."

"Demokrasi?" Roumeli mengambil bangku dan duduk dengan rasa keingintahuan hebat. Dia meletakkan kotak Simit di meja kecil. "Apakah itu sebuah paham?"

"Lebih tepatnya sistem kenegaraan yang berasal dari paham: pemerintahan berada dalam kendali rakyat. Banyak negara zaman dahulu menerapkan sistem itu." Beyaz menyodorkan secangkir minuman hangat kepada Roumeli dan Annadher.

"Aku tidak minum kopi," tolak Annadher.

"Itu biji kakao premium."

"Dari mana Paman menemukan biji kakao? Seingatku pohonnya sudah lama langka."

Roumeli menyahut, "Paman juga punya rempah-rempah jamu herbal."

"Demi Tuhan!" Annadher tersentak. "Harganya bahkan lebih mahal daripada gaun pernikahan dari Butik Mademoiselle."

"Aku tidak membeli dari siapa pun: aku menanamnya sendiri."

"Tapi, dari mana bibitnya?"

"Rahasia."

Annadher paling sebal kalau ada rahasia. Dia orang yang blak-blakkan dan sangat terbuka. Itulah yang membuatnya seirng gegabah dan terkesan naif.

"Kalian berdua tentu sangat rajin sampai keluar rumah di cuaca seperti ini," kata Beyaz. Dia sudah duduk dengan semug kopi panas yang mengepulkan asap. Dia dan Annadher menyuap sepotong Simit setelah Roumeli tawarkan.

"Kami tidak janjian," jawab Anandher. "Aku melihat Roumeli lewat sehingga mengikutinya."

Roumeli mengerling heran. "Mengapa kau suka sekali mengekor?"

"Karena aku tidak suka jadi kepala. Selalu saja otak yang disalahkan kalau ada masalah dalam hidup."

"Barangkali tidak." Beyaz berdeham melegakan tenggorokan. Dia menarik napas. "Ada seseorang yang pernah hidup jauh sekali sebelum ini. Seseorang yang sangat mulia dan dihormati setiap umat. Katanya, di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati."

Annadher tertegun. Belum pernah dia mendengar penuturan sesempurna itu. "Aku mempelajari tokoh-tokoh dunia. Nama, tanggal lahir, tanggal kematian, dan karyanya. Semua punya kutipan pribadi yang aku hafal juga. Tapi, tidak ada yang seperti itu."

"Apa kau mempelajari sejarah?" tanya Roumeli.

"Kata guru-guru, sejarah sudah berlalu dan masa depan menunggu. Kita cukup memikirkan yang akan datang saja kalau mau maju."

Roumeli menunduk pada lantai seolahs pantulan samar wajahnya adalah kesedihan besar. "Sekolah mengubur sejarah. Kota ini mengubur sejarah. Padahal, belajar dari kesalahan dan kejayaan di masa lalu akan membangun masa depan yang lebih baik. Paman, bisa Paman ceritakan kembali?"

Sejenak keheningan melingkupi mereka tanpa satu desau angin pun dari luar. Beyaz mengangguk. "Persiapkan diri kalian."

Toko Beyaz berada di paling ujung dari salah satu cabang bulevar Prime Area yang seharusnya sibuk. Namun, Beyaz memilih lokasi yang jarang dilalui orang-orang, menjadikan tokonya sepi seperti sebuah pajangan. Sesuatu yang wajar jika tujuan dia membuka toko itu memang bukan untuk mendapatkan pelanggan. Apalagi pandai besi sesungguhnya tak terlalu dibutuhkan lagi sekarang.

Ketika Beyaz memulai cerita, segalanya begitu hening. Tanpa bunyi kendaraan, angin, atau kecamuk manusia.

Hening ....

[]

"Bumi kita sudah menampung ribuan generasi. Beberapa puluh abad silam adalah generasi terbaik yang pernah berkuasa di bumi dengan satu pemimpin tertinggi, Mesias. Dengan ajarannya seluruh manusia hidup sejahtera ratusan tahun. Tidak ada satu rumah pun yang tidak mengenal ajaran itu. Itulah ajaran yang dengannya manusia berserah diri kepada Tuhan."

Annadher berpangku tangan mendengarkan Beyaz. Banyak pertanyaan berkecamuk dalam benaknya, tapi tak satupun yang terucap melainkan dari wajahnya telah tampak tanda tanya itu.

"Namun, setelah pemimpin yang mulia itu meninggal, generasi-generasi kemudian mulai meninggalkan ajarannya. Mereka kembali menyibukkan diri dengan teknologi-teknologi canggih yang menorehkan keuntungan besar—meskipun lagi-lagi—hal itu menimbulkan kerusakan alam. Sehingga di sinilah kita."

Lidah Roumeli menjadi pahit. Hatinya tiba-tiba sesak seperti ditekan besi panas dari dua arah. "Seandainya mereka tidak melakukan kerusakan, kita tidak perlu terjebak di sini."

"Apa maksudmu terjebak?" Annadher akhirnya bersuara setelah jantungnya berdegup-degup. "Terra Firma adalah tempat teraman. Kita tidak perlu tahu apa yang ada di luar Rich Citadel—tidak ada yang menanyakan hal gila itu. Lagipula, dari mana Paman tahu tentang sejarah yang bahkan telah hilang puluhan abad?"

Beyaz menangkap kebingungan yang terpancar di mata Annadher, bersinar-sinar hijau dan menuntut penjelasan detail. Tapi, tidak semua hal bisa dijabarkan dengan sangat detail karena punya kausalitas khusus yang tentunya sudah dipertimbangkan dengan baik.

"Nak. Apakah kau sudah pernah melihat apa yang ada di balik sana?" Beyaz menerawang jauh keluar pintu garasi besar, terus seperti menembus kubah pelindung Terra Firma.

Annadher terdiam dan tenggelam dalam syal merahnya yang hangat. "Tidak."

"Kalau kau pernah, kau akan melihat sisa-sisa peradaban itu bercerita dengan hati mereka yang tersakiti."

[]

Seringkali—tidak—bahkan setiap waktu. Roumeli merasa dirinya seperti orang asing di dunia ini, di kota sesempurna Terra Firma ini. Meskipun dia memiliki Nine yang tinggal serumah, atau Beyaz, atau mungkin Annadher yang merupakan teman satu-satunya. Dia tetap saja merasa hidup dan bergerak di dalam ruang waktunya sendiri, dalam pikiran kompleks yang tak bisa dipahami siapa pun.

Pernah terbesit dalam benaknya untuk mendatangi psikolog dan berharap mendapatkan solusi. Namun, psikolog itu justru mengatakan bahwa ia depresi. Ia kekurangan hiburan dari Prime Area.

"Kau belum pernah ke Grand Pals?" tanya si psikolog.

"Saya membaca brosurnya dan segera memutuskan tidak akan ke sana."

"Nah, di sini saya melihat akar permasalahanmu, Nak." Dia memperhatikan Roumeli dari atas ke bawah. "Kau kurang bersenang-senang. Barangkali kau butuh modifikasi gaya, sedikit anggur, pesta dan teman yang normal. Hakikat manusia adalah mencapai kebahagiaan."

Setelah itu Roumeli langsung bangkit, mengucapkan terima kasih dan membayar sesuai perjanjian di pamflet. Realita iklan memang selalu jauh dari ekspektasi. Itu menjadi momen konseling kepada psikolognya yang pertama dan terakhir. Roumeli memaklumi jika seorang sarjana TF-Institute yang menyelesaikan 16 tahun sekolah, bisa menyamaratakan definisi bahagia setiap orang. Mereka memang dibentuk untuk memiliki satu otak bersama.

Akhirnya, Roumeli mencoba konseling yang kedua kepada Beyaz. Lelaki paruh baya itu berpikir sejenak. "Menjadi asing?"

"Ya."

"Ketahuilah, Roumeli. Teladan kita justru memberi nasihat agar manusia menjadi seolah-olah orang asing atau pengembara di dunia. Tanpa sadar, kau telah mengikuti nasihat kebenaran itu. Bersyukurlah."

"Maksudku, sampai kita merasa sangat ... terasingkan?"

"Begitulah. Asing. Aneh. Tidak seperti kebanyakan orang. Namun, bukan berarti itu salah. Karena meskipun kau berbeda, kau di jalan yang benar."

Roumeli mengangguk, sepanjang perjalanan pulang ia mencerna ucapan-ucapan Beyaz dengan lebih khidmat. Tapi, Roumeli tak akan berhenti di sana untuk menemukan penyabab sebenarnya. Penyebab kenapa dia merasa dunia ini tidak cocok baginya.

Roumeli memiliki jadwal untuk mengunjungi berbagai tempat kecuali—tentu saja—Prime Area. Dia pergi ke Bustan Kovo untuk melihat Rich Citadel lebih dekat, mencari keterikatan batin yang mungkin saja terjalin sebab medan di sana sangat kuat. Atau ke Hedgegrow, perpustakaan di belakang TF-Institute Barat. Menyusuri lorong di lantai satu, dua, tiga ... rak kecil, sedang, bahkan yang raksasa ... mengumpulkan semua buku berharga yang tersisa.

Dan tidak banyak. Roumeli paham itu.

Tapi, ia bersyukur telah menemukan salah satu buku besar yang ditulis oleh seseorang dari seabad lalu: Gulbahar Ataskeri. Mengaku dibantu istrinya dan catatan leluhur mereka.

Roumeli duduk di ceruk jendela besar di lantai tertinggi, tempat ia dapat melihat Rich Citadel dengan lebih leluasa meskipun terbatas. Dalam nuansa Hedgegrow yang selalu lengang, tenang dan janggal, Roumeli mulai membaca ....

[]

Pada masanya, dunia pernah mengalami rangkaian kehancuran bernama Kejadian yang Tiga.

Kejadian Satu adalah gempa dahsyat di timur dan barat dunia, bersamaan dengan kebakaran besar sepanjang tahun yang memicu persengketaan antar negara hingga perang dunia ketiga.

Kejadian Dua adalah munculnya Deghala, manusia yang mengaku Tuhan dan menebar tipu daya di seluruh bumi untuk mengumpulkan pengikut, yang kemudian terbunuh di tangan Mesias. Dalam masa yang tidak terlalu jauh, terbebaslah Gog Magog untuk meluluhlantakkan seisi bumi. Namun, bangsa itu berhasil ditaklukan karena doa dari Mesias.

Kejadian Tiga adalah setelah Masa Kemakmuran, masa ketika manusia sejahtera di bawah pimpinan Mesias. Setelah Mesias wafat, manusia kembali lalai. Dan masih dalam jangka waktu yang dapat dihitung, air bah dari kutub yang meluap menerjang mereka. Roumeli mencari-cari apa arti air bah dari kutub. Apa yang sangat mengerikan dari terjangan air sampai-sampai menghancurkan umat manusia?

Ada deskripsi yang cukup panjang dan detail, namun Roumeli tak bisa membacanya karena telah sobek, berjamur atau terhalang bercak air. Gadis itu menutup bukunya sebelum menghela napas menatap keluar.

Antara nyata dan tidak. Tidak akan pernah ada yang tahu.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro