EKUITAS
WAKTU persidangan telah ditentukan.
Roumeli kembali pergi ke Halls, gedung pengadilan di kemagistratan Terra Firma yang kini agak lebih ramai ketimbang tempo hari. Dia hanya bertemu dengan Kannaz yang telah penuh persiapan. Annadher mengabarkan belum bisa bergabung karena suatu urusan sementara Hanzhal akan menyusul. Roumeli heran sekaligus tidak senang. Mengapa harus selalu tinggal kami saja?
Kannaz menangkap gelagat Roumeli yang sedikit asing. "Apa kau gugup?" tanyanya. "Persidangan memang akan selalu penuh ketegangan."
Roumeli hanya mengangguk. Ia terus memikirkan keadaan Beyaz selama masa penahanan sementara itu. Apa yang para Reserse lakukan kepadanya? Apa dia baik-baik saja? Roumeli tampak amat gelisah terutama ketika ia ingat perkataan Nine tentang sifat kemagistratan di Terra Firma. Berlawanan dengan pihak yang rela membenarkan-segala-hal-bahkan-dalam-cara-yang-salah, tentu akan cukup pelik.
"Tenanglah," tutur Kannaz saat mereka memasuki ruang G72 di lantai kedua. Sekarang pukul tujuh tiga puluh. Persidangan dimulai setengah jam lagi. "Kau tahu 'kan? Hanya dengan mengingat Tuhan hati kita menjadi tenang."
Roumeli tertegun. Segala pikiran yang berkecamuk itu sampai membuatnya lupa tentang keberadaan penguasa langit dan bumi. Apa yang mustahil bagi Dia jika berkehendak? Roumeli seharusnya tidak tenggelam terlalu jauh. Dia tak seharusnya menjadi sebatas manusia yang gampang terpengaruh lantaran manusia yang kuat dan penuh keyakinan.
"Terima kasih," kata Roumeli.
Mereka mengambil posisi yang telah ditentukan saat pendataan anggota sidang. Bangku Hanzhal dan Annadher masih kosong, bisa-bisa tempat itu diduduki orang lain jika mereka tak kunjung datang.
"Bukan bermaksud menakut-nakuti, tapi coba kita pikirkan segala kemungkinan yang ada. Andaikan persidangan ini tidak berjalan sesuai harapan kita, apa yang menurutmu akan kau lakukan?" tanya Kannaz.
"Apa pun akan kulakukan agar Paman bebas."
"Magistrat tidak menerima persidangan sesi kedua. Dan apa kau lihat juri-juri di sana? Jelas sekali bahwa mereka orang-orang yang terpilih."
"Ya, aku bisa melihat itu. Makanya. Kita tak akan mengandalkan ini lagi jika jalan diplomasi gagal."
Alis Kannaz bertautan. "Apa maksudmu, Roumeli?"
"Mari kita tunggu," tukas Roumeli misterius.
[]
Hanzhal agak terburu-buru di lorong menuju ruang sidang karena sebentar lagi jam delapan. Ia bahkan sampai bertabrakkan dengan seseorang yang juga sedang bergegas. "Ah, maaf. Apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik," kata gadis itu. "Tampaknya kau juga baru datang." Nada bicaranya yang terkesan akrab itu membuat Hanzhal sedikit heran. Dia memperjelas pandangannya.
"Oh, apa aku mengenalmu?" Hanzhal sedang berhadapan dengan seorang gadis berambut hitam lurus yang memakai syal dan kacamata. Mantelnya panjang selutut dengan bot hitam di bawah.
"Aku Annadher," bisik gadis itu. Matanya melirik ke kanan dan kiri seolah-olah ia sedang diawasi oleh sesuatu. "Tapi, jangan memanggilku. Anggap saja kita baru bertemu."
Hanzhal tak mengerti kenapa Annadher sampai harus menyamar seperti itu. Dia hanya mengangguk sehingga mereka kembali pergi menuju ruangan. Mereka berpapasan dengan sekelompok hansip di tengah jalan, yang dari seragamnya lebih terlihat berat, Hanzhal tahu mereka bukan hansip biasa. Terutama seorang pria yang berjalan paling depan dengan wajah garang dan berambut pirang keriting. Mata kelabunya tampak begitu kelam.
Mereka adalah kelompok Reserse.
"Bukankah tim itu yang menangkap pamannya Roumeli?" bisik Hanzhal ketika rombongan sudah menjauh, sementara Annadher hanya menunduk sedari tadi karena tenggelam dalam lamunan.
"Hei," panggil Hanzhal. "Kau dengar?"
"Ah, iya. Ada apa?"
"Hm, lupakan saja."
Kedua anak muda itu memasuki ruangan dari pintu belakang. Annadher melihat Roumeli dan Kannaz di barisan kursi bagian kanan. Keduanya segera bergabung dengan mereka dan beruntung karena kursi itu belum diambil alih orang lain.
"Roumeli," bisik Annadher. "Ini aku."
"Mengapa kau berpakaian seperti itu?" Roumeli agak terkejut. "Sampai mengecat rambut?"
"Tidak apa-apa. Ini pertama kalinya aku ikut persidangan. Harus punya penampilan baru 'kan?"
Roumeli hanya menggelengkan kepala.
Akhirnya, persidangan pun dimulai. Seperti biasa, hakim memasuki ruangan dengan jubah kebesarannya. Ia membuka persidangan dengan beberapa kalimat sebelum pengacara oposisi dipersilakan maju. Mereka adalah pihak yang menyetujui bahwa Beyaz bersalah atas tudingan percobaan kudeta Dewan Tinggi.
Pria itu dipanggil Tuan P. Dia beranjak dengan pongah, menjelaskan berbagai informasi yang ia jadikan senjata ampuh. Mulai dari tangkapan layar perubahan data buku-buku terlarang di Hedgegrow sampai kegiatan Beyaz di Dibistan. Sesungguhnya, pengacara itu hanya lebih banyak membual dan menyudutkan Beyaz dengan bukti yang buram.
Kemudian, hakim mempersilakan pengacara afirmasi untuk memberikan pembelaan. Kannaz menarik napas dalam dan menggumamkan pujian pada tuhannya. Ia memasuki tengah ruangan dan menayangkan sebuah layar hologram lebar.
Kannaz menjelaskan tidak ada bukti konkret bahwa Beyaz telah melakukan percobaan kudeta Dewan Tinggi. Tuan P menarik-narik kemungkinan yang dicocokkan sesuka hati dan membuat kesimpulan. Pada kenyataannya, Beyaz hanya melakukan haknya sebagai penduduk: bekerja. Ia mengelola toko pandai besi dan mengajar di Dibistan. Tak satu pun yang menandakan percobaan kudeta.
Diberikan sesi rehat dua puluh menit.
Kannaz meminum air mineralnya dan menghela napas. Ia mengetahui setiap tatapan orang-orang yang berjajar di bangku atas maupun bawah, nyaris semuanya merendahkan. Golongan senior itu seperti tak bisa menerima keberadaan anak muda yang bicara lantang seperti Kannaz bahkan jika pembicaraan itu untuk membela kebenaran.
"Kau sudah hebat," kata Hanzhal. "Aku saja belum tentu bisa tegak di tengah tatapan intimidasi mereka."
"Masih ada banyak kekurangan, maaf," tutur Kannaz, bermaksud merujuk pada Roumeli. "Setelah ini aku akan mencoba lebih baik."
Roumeli mendengarkannya. Ia mengulum bibir. "Tidak apa. Sejauh ini saja aku sudah sangat berterima kasih. Bisakah kita bicara dengan Paman?"
"Tentu." Kannaz bangkit dan menuntun Roumeli turun. Hanzhal dan Annadher akan tetap tinggal untuk membicarakan bagaimana sesi persidangan selanjutnya. Perihal ini memang tercantum dalam kurikulum TF-Institute meskipun amat jarang dibahas dan hanya punya sedikit porsi. Roumeli sendiri sudah pernah tahu karena ia membaca buku-buku tentang sistem persidangan beberapa abad silam yang tidak banyak berubah.
"Assalamualaikum," sapa Roumeli. Beberapa hansip yang berjaga di sisi Beyaz langsung menoleh sambil menatapnya intens seolah Roumeli telah melakukan kesalahan besar.
"Waalaikumsalam warahmatullah," jawab Beyaz. Ia memandang keponakan dan pengacaranya itu bergantian. "Terima kasih."
Kannaz mengangguk. "Saya akan terus mempertahankan posisi Tuan yang bersih. Tuduhan dari pihak Reserse ini sungguh tidak kuat. Yang menguatkan hanyalah cara penyampaiannya."
Sorot mata Beyaz menyiratkan sesuatu, namun Kannaz masih belum bisa membacanya. Beyaz berdeham. "Tapi, aku tak akan memaksamu. Tak apa jika nanti keputusan akan condong kepada mereka. Kita hanya harus berserah diri kepada Tuhan, mau ataupun tidak."
"Saya akan berusaha," tekad Kannaz sekali lagi.
Kini, Beyaz beralih kepada Roumeli. Ada banyak hal yang perlu mereka bahas. Namun, pengawasan para hansip sungguh mengancam. Kelompok Roumeli tidak akan bisa bicara bebas di ruangan yang penuh kendali mereka ini.
"Kita akan mengobrol setelah sidang," kata Beyaz.
Sesi istirahat telah usai ketika Alabama John, sang hakim, mengetuk palunya. Setiap orang yang penuh kepentingan berbeda itu kembali ke posisi masing-masing. Kini giliran Beyaz yang bicara. Di turun ke depan dengan langkah tegap dan tangguh.
"Saya tidak akan mengatakan diri saya bebas dari tuduhan. Tetapi, jika memang para Reserse telah mematai cukup lama dan tersinggung, saya tidak menanggungnya. Terra Firma memiliki hak kebebasan aktivitas bagi penduduk sehingga tak ada larangan yang dilanggar. Justru saya khawatir kalau sebenarnya Eksekutif yang telah menyimpang."
"Tidak ada Eksekutif yang menyimpang," sanggah Tuan P. "Betapa lancangnya!"
Beyaz tak terlalu menggubris suara sumbang itu. Dia kembali bicara beberapa patah kata yang ringkas dan cukup berbobot. Dia berusaha mengatakan bahwa segala kejadian ini adalah bukti perbedaan perspektif yang tidak bisa dikelola dengan baik. Buktinya, salah satu pihak yang merasa lebih superior bisa mengantarkannya menuju sidang seperti saat ini sedangkan ia tidak bisa melawan. Gerakannya sangat terbatas.
Ketika giliran Tuan P maju ke depan, Roumeli menjadi gelisah. Cara persuasif Tuan P tampak sangat merepotkan sehingga sidang itu bisa berlarut-larut tanpa keputusan jelas. Kecuali jika Alabama John adalah hakim sungguhan dan bukan lagi salah satu pion dari Dewan Tinggi meskipun pangkatnya memang paling senior di antara pegawai Magistrat lain.
Sidang itu telah berlangsung selama beberapa jam hingga menjelang sore. Para juri juga sudah memiliki pihak mana yang mereka percayai dan itu sungguh mengecewakan. Sama seperti keputusan sang hakim ketika palu diketuk.
Pada akhirnya, Beyaz Ataskeri akan tetap dipenjara atas tuduhan yang dibenarkan.
Benar apa kata Nine. Kini Roumeli menyaksikan sendiri dengan amat gamblang bagaimana sistem kerja Magistrat Terra Firma yang begitu licik. Tanpa rasa empati menjebloskan penduduk tak bersalah ke dalam Kuboid, penjara kubus yang mengerikan di bagian timur kawasan Magistrat.
Roumeli terbelalak saat pamannya digiring oleh para hansip dan hendak menyusul, namun Annadher menahannya. Gadis itu menggeleng pada Roumeli yang hatinya kembali sesak.
Kannaz membaca-baca ulang seluruh berkasnya, tak satu pun serumpang bukti ganjil yang Tuan P tunjukkan. Memang sejak awal tak ada yang salah darinya. Orang-orang terlalu sering memandangnya sebagai seorang anak baru yang awam selama persidangan. Hal itu mengikis kepercayaan mereka terhadap Kannaz dan supremasi memang tidak terletak pada tangannya yang bersih.
Roumeli terduduk lagi, kini menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya. Berpikir keras. Apa dia hanya akan mengikuti perintah Beyaz dengan pergi dari Terra Firma? Meninggalkannya di balik jeruji yang penuh hina? Tidak, selamanya tidak akan pernah. Roumeli akan pergi bersamanya.
Dia menengadah. "Kita harus menyelamatkan Paman. Dengan atau tanpa cara diplomasi yang legal."
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro