EKSEKUTIF
SELAMA beberapa detik yang melintas kilat, semuanya amat cepat sampai-sampai otak Roumeli keteteran untuk merekam kejadian.
Ketika itu, satu titik di bulevar menuju TF-Institute Timur agak padat oleh penduduk yang memelankan kendaraan mereka. Kelompok hansip membekuk dua pria dengan gerakan halus yang bahkan nyaris tidak sempat dilihat orang-orang: mendadak saja area itu telah bersih selain dari kendaraan patroli yang hendak berangkat. Di sisinya, seorang hansip berdiri dengan tenang dan tersenyum kepada setiap penduduk yang lewat.
Dia berkata, "Jangan khawatir. Silakan Anda sekalian kembali beraktivitas." Sehingga mereka hanya mengangguk maklum dan berangsur pergi meskipun lebih banyak yang tidak peduli sejak awal.
Berbeda, Roumeli tidak.
Di atas LBoard-nya, cukup jauh dari tempat kejadian, dia tegak dengan sorot mata tajam dan bergairah untuk penjelasan. Bahkan hingga kendaraan patroli itu telah melesat jauh ke pusat Terra Firma, tempat seluruh kegiatan Eksekutif berada. Roumeli menaikkan kecepatan LBoard-nya dan berbalik ke arah Prime Area Selatan untuk menemui Beyaz di toko pandai besi. Tetapi, dia tak mengira akan langsung bertemu dengan Beyaz di gerbang Delta Residence ketika pria itu justru hendak menyusulnya ke TF-Institute.
"Paman," Roumeli menahan napas karena tegang, "aku melihat sesuatu."
"Kau baik-baik saja? Tidak ada yang berkontak denganmu?"
"Tidak. Kenapa tiba-tiba menanyakan itu?"
Beyaz menggeleng, mengeluarkan gadget dan membuka situs Terra Reform. "Apa yang tadi kau lihat?"
"Tak yakin. Ada yang ditangkap. Rasanya aneh sekali karena selama ini tidak ada tindakan kriminal sekecil apa pun—kecuali waktu itu."
"Waktu itu yang mana?"
"Akhir pekan saat aku dan Everest akan piknik di Bustan Kovo. Seseorang merampoknya, Paman! Apa Paman percaya itu?"
"Tentu, kenapa tidak? Entah kapan kota ini aman."
"Bukankah kata orang-orang, kota ini selalu aman sepanjang berdirinya?"
"Oh, memang begitu pemikiran penduduk yang diinginkan Dewan Tinggi."
"Seolah-olah mereka mengatur segalanya, Paman?"
Beyaz mengedikkan bahu. "Memang, memang begitulah tugas mereka dan para jajaran Dewan Tinggi. Mengontrol kedamaian kota dari segala sisi. Infrastruktur, sistem sosial hingga otak penduduknya. Perhatikan ini: halaman yang selalu memuat berita terbaru."
"Renovasi stasiun belanja di Grand Pals, pembangunan simulasi bioma, grafik peningkatan kesejahteraan Terra Firma ...."
"Apa yang tidak kau temukan?"
"Berita tentang kejadian itu. Aku yakin banyak yang bertanya-tanya kenapa dua orang masuk ke dalam mobil patroli—sangat janggal."
"Tak yakin akan banyak. Orang-orang ini sudah terlalu lama membiarkan budaya apatis." Beyaz menyimpan gadgetnya ke balik saku mantel. "Tapi, memang amat janggal jika kejadian itu tidak muncul di Terra Reform. Setiap kejadian apa pun yang baru sedetik terjadi akan selalu muncul di sana tanpa berandanya disegarkan. "
"Bahkan tentang Cat-Bot yang lepas!"
Beyaz mengangguk. "Tapi, perampokan anak kecil yang kau sebut?"
"Tidak ada," Roumeli menepuk kepalanya seperti tersadar dari sesuatu, "bahkan Protektorat tidak menepati janjinya saat aku menelepon: berkata akan segera ke tempat kejadian dan melacak penjahat itu. Tapi, kantor cabang Protektorat Delta Residence malah tidak membenarkan telepon apa pun."
"Kita tak bisa mengandalkan mereka." Beyaz bersedekap. "Dan kau tahu apa artinya? Kinerja para eksekutif Terra Firma semakin menurun. Kejahatan bisa lebih kontras. Tapi, di lain sisi, mereka juga akan berusaha menyembunyikan ini dengan mengurangi informasi untuk penduduk. Mendapatkannya bisa jadi tidak sebebas kemarin."
"Apa yang harus kita perbuat?"
"Kau akan tahu." Beyaz kembali menyalakan mesin motor udaranya, mengaktifkan helm transparan yang melindungi kepala. "Dan lebih baik kau bergegas sebelum terlambat ke sekolah. Mulai sekarang berhati-hatilah saat mencari informasi."
"Oh iya, Paman. Untuk apa buku perpustakaan yang kupinjam itu Paman pinjam?"
"Lebih baik tidak membicarakan hal itu di sini. Sekarang, cepatlah. Kau akan terlambat!"
[]
Serambi-serambi gedung B2 sedang ramai. Para siswa beriringan menuju bus udara untuk berangkat menghadiri kunjungan sekolah. Adalah program tahunan untuk para pelajar TF-Institute Timur pergi ke Barat—dan sebaliknya pada waktu lain—untuk studi banding sistem sekaligus menjalin relasi. Hari ini giliran jenjang B sehingga Annadher menjadi sangat antusias.
"Kata mereka, anak-anak cowok di sana lebih keren. Banyak yang sudah jadi aktor muda. Aku tidak sabar."
"Jangan terlalu berharap. Belum tentu mereka menantikanmu seperti kau menantikan mereka." Roumeli memasuki otobus udara dari belakang dan duduk jauh dari geng anak laki-laki di depan. "Ingat, kunjungan ini bukan wisata alam."
"Aku tahu." Annadher menyelipkan rambutnya ke balik telinga. "Hanya memperkirakan bonus-bonusnya saja. Oh, Roumeli! Lihat."
Roumeli mengerling ke jendela di sebelah Annadher, tempat anak perempuan itu melambai pada seseorang dari otobus udara kelas lain. Di seberang sana ada Hanzhal yang juga duduk di sebelah jendela sambil tersenyum pada Annadher, sebelum seorang gadis menutup gorden mereka.
Serta merta Annadher memberengut. "Lihat 'kan, Roumeli? Gadis yang menemani Hanzhal sangat menyebalkan. Bisa-bisanya menganggu kebahagiaanku. Ingin sekali aku mendorongnya ke kandang gorila."
"Gorila sudah punah, Ann."
"Apa saja yang penting gadis itu harus lenyap!"
"Oh yah, dia akan lenyap pada waktunya."
"Sungguh? Dari mana kau tahu?"
"Setiap jiwa mempunyai ajal."
Perjalanan udara berjalan tenang dengan hembusan pendingin dari atapnya, membawa mereka pada sebagian waktu hingga mendarat di pekarangan ubin batu TF-Institute Barat yang megah. Beberapa petinggi sekolah telah hadir untuk menyambut, sedang para perwakilan siswa turun berjabat-jabatan dengan sesama duta sekolah.
"Perempuan yang baik bisa menjaga pandangannya, kau tahu? Itu lebih baik daripada dia melirik ke sana ke mari." Roumeli beriringan di sebelah Annadher yang terus mempercantik rambutnya yang sudah indah. Bagaimanapun juga, Annadher masih seorang remaja awal yang kadang kekanak-kanakan.
"Oh ayolah. Apa salahnya?"
"Kau bisa sangat mudah tertarik pada seseorang dengan melihat. Pernah dengar kutipan ... segalanya berawal dari mata? Lagipula, kau sudah punya seseorang yang disukai."
"Yah. Memang benar."
"Apa menurutmu, jika kalian menikah dan kau terbiasa melirik yang lain, dia terjamin tidak melakukan hal serupa?"
"Oh tidak! Jangan sampai."
"Kalau begitu, kau berlatihlah untuk setia."
Roumeli dan Annadher bersisian menuju selasar gedung B3 TF-Institute Barat di belakang rombongan. Setelah perjalanan resmi, anak-anak dipersilakan bergaul dengan teman baru mereka dan menjelajah bebas. Roumeli sejak tadi sudah memperhatikan sesuatu yang jauh di belakang gedung sekolah: bangunan tua dan pucat menjulang kokoh hampir mendekati perbatasan Rich Citadel.
Bangunan itu memang tidak terlalu mendapat perhatian dari Kementerian. Atau mungkin para eksekutif Terra Firma dan pegawai madya sudah terlalu sibuk dengan urusan pribadi mereka. Selama Dewan Tinggi tak memerintahkan apa pun, mereka tak akan bergerak untuk merenovasinya menjadi lebih elit.
Perpustakaan Hedgegrow akan jadi destinasi Roumeli. Dia segera menaiki LBoard yang dibawa sejak dari sekolah dan hendak berangkat sebelum Annadher menahannya.
"Hei, kau mau ke mana?"
"Hedgegrow."
"Tempat apa itu?"
"Sumber pengetahuan. Kau ikut?"
"Entahlah." Annadher mencari seorang anak lelaki dan menemukannya sedang berkelakar bersama geng di dekat kolam kaca. "Aku ingin tahu apa yang dilakukan Hanzhal."
"Sampai jumpa."
"Ah, tunggu." Annadher buru-buru mengaktifkan mode roda dashkate-nya. "Aku ikut denganmu."
[]
Wanita tanggung itu menerka-nerka kapan dia bisa keluar dari sana, dijemput pebisnis swasta tampan dengan limosin dan hidup bergelimpangan harta. Tapi, profesinya tidak akan berubah sampai kapan pun. Dia hanya akan duduk di sana melayani pengunjung yang bahkan tidak ada. Paling hanya anak-anak TF-Institute Barat yang bolos kelas dan tidur di kursi malas, bergosip tentang skandal artis mereka atau film yang baru rilis.
Jarang sekali ada yang datang untuk benar-benar membaca seperti gadis misterius itu. Sudah beberapa kali dia datang ke mari, mengambil buku dan membaca di ceruk dudukan jendela lantai teratas. Bahkan kali ini dia membawa teman. Yang jadi masalah—dan sangat dikhawatirkan—adalah tentang buku-buku yang dia pinjam.
"Lihat, Ann. Tidak ada teknologi yang bisa menggantikan struktur buku seperti ini. Kertas kayu, sampul tebal, dan tentu saja bibliosmia. Di dalam sini ada seluruh pengetahuan di luar kurikulum TF-Institute."
"Aku tak mengerti." Annadher membolak-balik halaman buku yang diambilnya dari rak. "Bagaimana kau tahan membaca tulisan sebanyak ini? Pengetikkannya kuno dan kecil sekali."
"Kau bisa jika kau terbiasa."
"Baiklah, Roumeli-yang-selalu-benar. Apa yang kau baca?"
"Sebuah kehidupan luar biasa. Perhatikan ini, Annadher. Dahulu ketika benua kita masih ada, orang-orang punya suku, bangsa dan ras mereka sendiri. Bahkan ada enam ribuan bahasa yang terverifikasi!" kata Roumeli. Selanjutnya ia lebih bergumam. "Ternyata, Arab termasuk salah satu nama bangsa di bagian Asia Timur." Roumeli mencatat itu dalam gadgetnya agar tidak lupa untuk mengabari Herzenova.
"Bukankah merepotkan? Keberagaman bisa membuat mereka bentrok. Baguslah kita memiliki satu bahasa persatuan di Terra Firma dan meninggalkan budaya-budaya nenek moyang."
"Keberagaman mereka adalah ciri khas dan keunggulan tersendiri, Ann. Tidak seharusnya dilupakan begitu saja—apalagi dengan mengeneralisir seluruh manusia. Lihat. Ada banyak jenis ras yang tersebar di setiap benua. Kaukasoid, melanesoid ...."
Roumeli terus membaca danp mengalir tenang seperti sungai musim semi. "Kalau ditelusuri, kau adalah keturunan orang Eropa yang paling mirip dengan bangsa Rusia."
"Wow. Aku tidak tahu apa itu, tapi terdengar bagus." Annadher mengintip dari balik pundak Roumeli. "Bagaimana dengan Hanzhal?"
"Dari ciri fisiknya, dia seperti orang Timur Tengah. Penulis buku ini tidak menjelaskan bagian Timur Tengah yang mana. Kurasa itu bukan negara seperti Rusia, melainkan sebutan untuk wilayah tertentu yang penduduknya memiliki karakteristik sendiri."
Annadher tertawa senang. "Mungkin orang-orang keturunan di sana memang sangat tampan dan cantik."
"Paras seseorang itu relatif, Ann. Tidak tergantung kebangsaannya." Roumeli menggelengkan kepala dan tersenyum geli, mengambil buku lain dari meja. "Kalau yang ini membahas tentang perkembangan manusia dalam teknologi. Dulu, mereka telah menciptakan berbagai kecerdasan buatan dan industri canggih, tapi hal itu justru berbalik membahayakan. Ada peperangan dan kerusakan alam yang semakin parah."
"Omong-omong aku ingin tahu kapan buku ini dibuat." Annadher menelitinya dengan cermat. "Seperti dari zaman kuno—tapi sangat awet."
"Cetakannya tertulis beberapa abad lalu. Padahal di tengah-tengah abad itu mereka sudah menciptakan buku tanpa kertas untuk pengurangan deforestasi. Sayang sekali proyek itu gagal dan mereka kembali pada cara konvensional—tentu saja dengan teknik pengawetan yang lebih maju."
Terdengar suara hentakan yang keras dan gerutuan seseorang. Si Pustakawati ternyata sedang menguping pembicaraan mereka sejak tadi, sebelum kakinya tersandung lemari. Perhatian Roumeli dan Annadher segera teralihkan.
"Oh, kau tidak apa-apa?" tanya Annadher.
"Yah." Perempuan muda itu merapikan sedikit helai rambutnya.
"Bergabunglah, Nona ..." Annadher membaca tanda pengenal di dadanya, "... Nyonya Alessa Ben."
"Panggil Aless saja." Dia mendekat sambil agak sangsi dan duduk. Berdeham dengan harapan menghilangkan rasa canggung sebelum melirik Roumeli. "Kau datang lagi, ya? Masih tidak bosan."
"Tidak akan pernah." Roumeli tersenyum. "Aku yakin kau juga tidak akan selama kau menyukainya. Hanya tentang melihat dari sisi positif."
Alessa mengulum senyum. Tak habis pikir. Dia kira Roumeli seorang penceramah ulung di sekolah atau apa. "Yah, mungkin pola pikir seseorang berbeda tergantung posisinya. Omong-omong, apa yang kalian bahas tampaknya menarik. Tentang bangsa dan hal-hal lain. Aku juga pernah dengar tentang itu dari kakekku. Dia rajin membaca—sepertimu—sebelum menjadi buta."
"Wawasannya pasti luas," puji Roumeli kagum. "Dari gadget kita bisa dapat apa pun, tapi kolom pencarian selalu mendesak pada sesuatu yang populer atau terkait itu. Adakah kesempatan mencari informasi seputar ilmu? Kupikir tidak karena hiburan-hiburan adalah distraksi terparah. Ya, Annadher?"
"Kau tahu." Annadher terkekeh penuh ironi karena merasa disindir. "Tapi, jujur saja aku tidak akan membuka video-video itu kalau iklannya tidak muncul."
"Sebentar." Roumeli mengingat sesuatu. "Terutama informasi yang berkenaan dengan sejarah. Tidak ada 'kan?"
"Memang benar. Itu karena Protektorat tidak membuka akses untuk sejarah selain dari buku-buku tua di sini," tutur Alessa. "Dan tidak masalah seandainya ada hal buruk di sana. Toh, tanpa perpustakaan ini dihilangkan, tetap tidak akan ada yang mencarinya."
"Kecuali ...." Annadher melirik gadis yang membuka halaman buku di sebelahnya.
"Nah, gara-gara itu." Alessa menghela napas. "Sebenarnya aku khawatir pada ... siapa namamu tadi?"
"Roumeli."
"Roumeli," ulang Alessa. "Seperti yang kalian tahu, sejarah adalah hal sensitif di sini. Aku yakin pihak Dewan Tinggi dan jajarannya tidak bakal senang kalau ada penduduk yang mencari-cari sejarah. Itu seperti mengorek luka masa lalu."
Roumeli terkejut. "Luka masa lalu?"
"Yah," Alessa memelankan suaranya hingga nyaris berbisik, "kalau kau tahu Kejadian yang Tiga. Dan kejadian yang ketiga sungguh-sungguh menyakitkan. Kerugian terparah sepanjang hidup keturunan anak Adam."
"Wow. Kejadian yang Tiga ... bukankah ini yang diceritakan pamanmu itu, Rou?" tanya Annadher. Roumeli hanya mengangguk, kembali mendengarkan Alessa.
"Karena sepertinya kalian sudah tahu banyak, aku tak akan menahan cerita ini. Dunia benar-benar kacau setelah banjir bah melanda seluruh daratan. Pemulihan hanya bisa dilakukan dengan biaya yang besar sedangkan tak semua orang punya harta. Hanya segelintir yang masih punya kekayaan. Di antaranya adalah tiga pemimpin negara adikuasa itu yang sekarang kita sebut Dewan Tinggi."
"Bagaimana maksud banjir bah itu?" Annadher bertopang dagu.
"Air. Sekumpulan air yang sangat banyak dan ganas," kata Alessa.
"Lebih banyak dari air di kolam renang? Atau di danau Poseide?"
"Berkali-kali lipat."
Roumeli terpekur. "Dari mana ada air sebanyak itu?"
"Ya," imbuh Annadher. "Setahuku, Terra Firma tak punya dam. Kita punya mesin yang mengalirkan air dengan praktis saja."
Alessa hanya mampu menggeleng. "Ada banyak hal yang kita tidak tahu sejak riwayat dunia ditutup. Walau Dewan Tinggi juga pasti punya alasan untuk hal itu."
"Kupikir orang-orang tetap harus tahu meskipun menyakitkan," tukas Roumeli. "Kutebak, setelah tragedi itulah mereka membangun Terra Firma."
"Ah ... seingatku tidak. Mereka tidak langsung membangun Terra Firma."
"Lalu?" desak Annadher yang ternyata juga penasaran.
"Aku lupa. Saat bagian ini aku pergi meninggalkan Kakek karena dia tertidur!" Alessa menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga. "Tapi, kalian tetaplah jauh-jauh dari sejarah. Jangan terlalu—" Alessa berdeham, "—terang-terangan menekuninya. Itu saja."
"Kalau ini adalah nasihat, terima kasih." Roumeli mengangguk.
Dia dan Annadher pamit ketika muncul notifikasi himbauan berkumpul dari gadget mereka. Alessa hanya kembali berpesan agar Roumeli dan Annadher berhati-hati. Kalian masih terlalu muda untuk berurusan dengan Dewan Tinggi, katanya sebelum melihat punggung mereka keluar dari pintu otodinamis Hedgegrow. Alessa telah bicara pada Roumeli mengenai buku pinjaman itu yang sebenarnya tak boleh dipinjam. Roumeli pikir itu agak aneh meskipun ia tetap berjanji akan segera mengembalikannya jika Beyaz selesai.
Ketika Roumeli dan Annadher sedang dalam perjalanan, gadget Roumeli bergetar lagi. Ternyata panggilan masuk dari Beyaz.
"Ah!" Roumeli melotot saking kagetnya hingga LBoard berhenti mendadak.
Annadher mengerem dashkate dan meluncur mundur. "Ada apa? Kau membuatku kaget."
"Paman Beyaz jadi sering meneleponku belakangan ini. Itu sudah menjelaskan semua keanehan." Roumeli menekan tombol biru sehingga hologram terbuka. Wajah Beyaz hadir di sana, rahangnya keras dan tatapannya tajam.
"Ingat, Roumeli. Kalau kau pulang dan tidak menemukanku, masuk saja ke ruang tengah. Di balik wajahku ada kunci. Berhati-hatilah."
Telepon terputus.
"Sepertinya itu rekaman," timpal Annadher. "Rekaman yang akan masuk sebagai telepon pada waktu tertentu. Kau tahu itu fitur baru perusahaan gadget Terra Firma."
Lutut Roumeli seperti diberi pelumas, dia bahkan tidak lagi berdiri tegap di atas LBoard yang melayang sejengkal dari tanah. Otaknya sibuk berpikir.
"Simpan dulu," Annadher mendorong pelan gadget Roumeli ke dalam sakunya, "kita sedang ditunggu rombongan sekarang. Ayo."
"Tunggu." Roumeli mendengar bunyi notifikasi Terra Reform yang sengaja dia pasang. Dia bergegas membuka laman kabar itu dan terbelalak. Muncul sebuah berita paling menggentarkan seumur hidup Roumeli. Ditulis oleh seorang jurnalis, Jiao Yin.
Annadher mengernyitkan kening dan membuka gadgetnya sendiri. Mulutnya langsung menganga. "Seorang pandai besi di Prime Area Selatan ditahan! Bukankah ini Paman Bey—astaga! Beritanya hilang? Apakah hansip siber menghapusnya secepat—hei! Roumeli! Kau mau ke mana!?"
Gadis itu telah melesat cepat dengan LBoard-nya—dan bukan ke arah TF-Institute Barat—melainkan kembali ke jalanan kota. Ke Prime Area Selatan tempat toko Beyaz berada. Annadher gemetar di tempat dalam kebimbangan. Sedetik kemudian, dia merapatkan mantelnya dan bergegas menyusul Roumeli. Barangkali ultimatum kepala sekolah sudah kalah penting saat ini.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro