EGRESS
ANAK perempuan itu sedang memasuki lorong Palais Eugul yang mengarah ke kamar-kamar setelah ia keluar dari pintu rahasia. Annadher sudah lama mengetahui keberadaan pintu itu ketika ia tak sengaja menemukannya. Droid yang ia pasang sedang dalam jadwal tidur sedangkan para asisten rumah tangga sibuk di dapur.
Annadher bisa berjalan dengan tenang di sana sebelum ia mendengar derap langkah beberapa orang, terkesan berat dan terburu-buru. Dia bersembunyi ke balik pintu rahasia seraya mengintip dan terbelalak saat iringan itu lewat.
Para anggota Reserse sedang menggiring seorang wanita yang terborgol lemah. Dari arahnya, Annadher tahu tujuan mereka bukan ke bagian kamar melainkan ruang tahanan di rubanah. Dan ia tahu benar siapa yang sedang mereka bawa. Annadher menunggu sampai rombongan itu keluar dari sana sebelum ia pergi menyusul.
Kini dia berdiri di atas ubin yang bergerak turun sehingga tiba di ruang tahanan. Sudah lama Annadher mengetahui tempat mengerikan itu sejak ia tak sengaja tersasar beberapa tahun silam. Annadher kecil memang suka sekali berkeliaran dan menguping pembicaraan orang-orang dewasa.
Seiring langkah jantungnya ikut bertalu-talu. Apa yang terjadi? Pikirannya terus berkecamuk. Annadher sebenarnya memiliki akses ke sana karena dia bagian dari keluarga inti. Ketika sipir tahanan mencekalnya, Annadher berkata bahwa sipir itu dipanggil oleh ayahnya untuk penugasan lain.
"Benarkah? Kalau begitu apa yang kutunggu?" Pria itu segera pergi dari rubanah dan meninggalkan Annadher yang tersenyum geli. Aneh sekali. Dia kira ayahnya lebih pemilah sampai mustahil menugaskan seorang yang amat pandir seperti itu.
Annadher kembali menyusuri lorong di ruang tahanan sampai ia menemukan salah satu sel yang mencolok—sel di sana masih menyerupai sel penjara pada zaman dulu. Tetapi, dari para tahanan yang berpakaian lusuh, wanita dalam sel di depan Annadher sekarang justru sangat bersih dan rupawan. Hanya wajahnya saja yang semakin pucat dan rambutnya kusut masai.
Bibir Annadher bergetar. Tenggorokannya tercekat.
"Mama ...?"
Herzenova menengadah. Matanya sembab dan kemerahan setelah banyak menangis. Kemudian tangisan itu berhenti ... tetapi hatinya mulai bergemuruh kembali saat melihat putri semata wayangnya berdiri di seberang.
"Anna," lirihnya.
"Ada apa? Kenapa Mama dikurung? Ini bukan tempat Mama. Ini tempat para asisten rumah tangga yang berkhianat pada Papa."
Herzenova tidak tahu ia harus memulai dari mana. Tidak ada yang melihat aktivitasnya selama belajar di Dibistan. Tidak ada yang menyangka bahwa ia pernah mengenakan purdah dan kain-kain panjang, menutup tubuhnya. Tidak ada yang menyadari bahwa ia sudah percaya pada Tuhan. Dan di lingkungan ini, mereka yang tidak tahu tentu akan terbelalak saat mengetahuinya.
Bahkan Annadher. Dia tak pernah menceritakan apa pun pada putrinya sama sekali sehingga Annadher tak mungkin tahu tentang keyakinannya. Paling tidak Herzenova berpikir demikian.
Herzenova menelan ludah. "Jika Mama adalah salah satu dari pengkhianat itu ...."
"Pengkhianat bagaimana?" Annadher mengernyit. "Bukankah Mama justru adalah konselor di Bangsal Pemurnian? Itu adalah pengabdian yang paling besar."
"Jika sebenarnya Mama hanya berpura-pura ...."
Annadher terdiam. Dia memandangi Herzenova lamat-lamat. "Mama tidak sungguhan membantu pekerjaan Papa?"
Herzenova menggeleng.
Mereka bergeming sesaat membiarkan keheningan merebak. Tahu-tahu, Annadher menitikkan air mata. Dia bukannya marah. Justru sebuah senyum tersungging pada wajahnya yang manis. "Aku tahu itu. Aku tahu Mama adalah baik sejak awal. Mama tidak mungkin membantu pekerjaan yang buruk dengan sungguh-sungguh."
Herzenova tertegun melihat Annadher yang ternyata juga berada di sisi yang sama. Ia ingin sekali memeluknya dengan hangat, namun jeruji itu akan menyetrum siapa pun yang menyentuhnya. Kedua ibu dan anak yang terhalang jarak meskipun kini hati mereka bertautan.
"Aku berteman dengan seseorang," tutur Annadher sambil menyeka air matanya. "Seorang teman yang akan menegakkan keadilan untuk kita."
[]
Sejak pagi hingga sore menjelang malam, penduduk sudah sibuk mempersiapkan diri untuk acara besar di Prime Area Utara dan Selatan. Itu acara yang sangat meriah karena merupakan hari ulang tahun Terra Firma. Ada banyak kegiatan menarik dan festival. Semua orang bersuka ria. Banyak hansip berjaga di sana.
Tetapi, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk itu, sebuah vecl melaju mulus menuju tepian kota: Bustan Kovo. Daerah terpinggir dan terlengang di Terra Firma. Daerah yang paling dekat untuk mencapai Rich Citadel. Kannaz memarkirkan vecl di dekat Danau Poseide sebelum Roumeli, Annadher dan Hanzhal turun dari kursi tengah. Menyusul Beyaz dan Kannaz dari depan.
Beyaz telah memilih letak yang strategis untuk Hos Devleti yang kini masih berbentuk LBoard ukuran sedang. Ia mengaktifkan dan memasukkan sebuah kode sebelum benda itu kembali terbentuk ke asalnya. Sebuah transformasi mengagumkan kendaraan aneh.
"Jadi, bagaimana dia bisa melewati Rich Citadel?" tanya Annadher penasaran. Sama seperti malam-malam sebelumnya, ia berhasil menyelinap keluar Palais Eugul dengan meninggalkan droid di kamar. Kecerdasan buatan itu sangat ampuh untuk mengelabui siapa pun.
"Kalian lihat selaput ini?" Beyaz menunjuk lapisan transparan yang menyelimuti Hos Devleti. "Ini adalah teknologi yang memungkinkan benda menembus zat apa pun, tapi tidak sebaliknya."
"Dia bisa menembus tembok?" mata Hanzhal membulat. "Seperti tak terbentur?"
"Seperti tak terbentur," ulang Beyaz. Dia memandangi anak-anak muda yang telah banyak membantunya itu. "Sebelum pergi, aku hanya ingin bilang bahwa kalian mengejutkanku. Terima kasih. Kalian semua adalah pahlawan sesungguhnya."
Annadher beralih kepada Roumeli. "Jadi ... kau akan pergi?"
"Apa masih harus ditanya?" Roumeli mengulum senyum. Kedua gadis itu berpelukan melepas rindu yang akan tumbuh sebentar lagi. "Kau teman sekaligus pendebat yang hebat."
"Tak ada yang bisa menggantikan lawan debatku sekeras kepala kau," kata Annadher sambil tertawa. "Jaga dirimu, Roumeli. Dan Paman."
Beyaz mengangguk. Dia menepuk pundak Kannaz. "Kau pemuda yang tangguh. Jadilah dewasa yang selalu mengayomi mereka, Nak. Jagakan saudara-saudara kita. Bukan untukku atau dirimu, tapi untuk generasi ini."
"Saya akan berusaha," tekad Kannaz.
"Aku juga," kata Hanzhal.
Beyaz tertawa berat dan merengkuhnya. "Tentu kau juga!"
Setelah mereka berpamitan, Beyaz dan Roumeli sudah akan memasuki Hos Devleti. Namun, deru mesin-mesin mobil terdengar bagaikan mimpi buruk. Puluhan mobil patroli Reserse mendadak saja telah mengepung mereka secepat kilat. Hanzhal terbelalak. Ia yakin sekali sudah menghapus jejak mereka selama perjalanan menuju ke sini.
Annadher tercengang dan menggenggam lengan Roumeli. Kelompok kecil itu merapat di tengah lingkaran mobil-mobil Reserse. Para anggota keluar dan sebagian menetap. Tetapi, yang jelas semuanya menodongkan pistol. Salah satu pria berderap maju dengan wajah berang. Mata kelabu yang redup itu seolah memancarkan kilasan-kilasan kejadian yang menimpanya belakangan ini. Rambut pirangnya menyorot keangkuhan yang perlahan pudar akibat petaka bertubi-tubi ... dan hanya ada satu orang yang pantas disalahkan menurut dia.
"Jadi, inilah alat yang kau kerjakan sejak awal," desis Bronislav. "Bagus. Menarik. Sesuatu yang terkesan ... bisa membawa ancaman."
Keheningan menyergap cepat dan menggantung sebelum angin berembus. Tiba-tiba, Bronislav mengacungkan telunjuknya.
"Hancurkan alat itu!"
Begitu perintah diteriakkan, salah satu anggota Reserse langsung menembak Hos Devleti—kelompk itu terkejut—namun Annadher dengan gesit membalas tembakan sehingga peluru beradu. Selama ini dia memang menyelipkan pistol di balik mantel panjangnya yang feminim, tahu bahwa hidupnya tidak pernah aman. Napas Annadher menderu. Keringat dingin mengucur dari pelipis ketika tatapannya bertemu dengan Bronislav.
"Entah kesialan apa yang sedang menimpa," gumam Bronislav. "Tidak cukupkah satu saja keluargaku berkhianat dan harus semuanya? Kemari, Nak. Kau berada di sisi yang salah."
"Seharusnya Papa mengatakan itu pada diri Papa sendiri," tukas Annadher.
Roumeli ikut tegang. Ia tak menyangka bahwa orang yang meneror mereka selama ini adalah orang tua dari Annadher. Apakah gadis itu masih dapat dipercaya? Apakah jangan-jangan, semua yang dia berikan adalah palsu? Tidak. Roumeli berusaha mengenyahkan pikiran terburuk yang membuat cemas.
"Justru untuk kebaikan mereka." Bronislav melotot. "Kalau bukan karena kau yang berada di sana, tentu kami tak akan bisa mendapakan informasi apa pun tentang Beyaz Ataskeri."
"Apa?" Annadher terkesiap. "Papa memata-mataiku!?"
"Kau pikir gampang membodohi orang tuamu, hah?" Bronislav menghentakkan kakinya selangkah ke depan. "Apa kau pikir aku tidak tahu ketika kau menyusup masuk dan keluar, memasang droid sampah itu di rumah!?"
Annadher tersentak dengan bentakan itu. Kakinya serta merta gemetaran seperti tanah mereka diguncang gempa. Roumeli menggenggam tangannya lebih erat berharap saling menguatkan. Yang mereka hadapi sekarang bukan lawan biasa—ia keluarga salah satu dari mereka. Hati Roumeli menjadi amat bimbang meskipun ia juga tahu pihak mana yang berbuat tidak benar.
Bronislav memijat pangkal hidungnya dan mengangkat sebelah tangan. Anggota lain turut mengamati gerak-geriknya sambil menunggu perintah. "Mari kita akhiri ini dengan damai," tukasnya. "Serahkan diri dan kendaraan aneh kalian. Bebaskan kami dari tugas pemberantasan dan hiduplah tenang."
"Kau pikir enak memberikan hasil kerja kerasmu pada orang lain?" Beyaz mengernyit, merujuk pada Hos Devleti yang telah dimodifikasinya bertahun-tahun. "Kupikir orang-orang ekskutif bisa lebih pintar, tapi mereka tak bisa membedakan ketenangan dan kegilaan. Tidak ada kata damai dalam Kuboid. Kami tidak akan bersikap bodoh dengan menjebloskan diri ke sana. Biarkan kami pergi."
Diam-diam, Kannaz mengambil kunci vecl-nya dari saku. Hanzhal yang memergoki itu menatapnya dengan terkejut. Apa yang akan kau lakukan? Batin dia. Kannaz hanya menggeleng seolah membaca pikiran saudaranya.
"Tidak akan," pungkas Bronislav sambil mengambil ancang-ancang. "Kalau kalian ingin cara keras, kita pakai cara keras. Tangkap mereka!"
Sebuah kembang api meledak dari pusat Terra Firma disertai lagu-lagu—acara telah dimulai dengan meriah. Tetapi, pasukan Reserse merangsek maju dan pistol-pistol borgol mulai ditembakkan di Bustan Kovo. Sebuah euforia dan ketegangan yang begitu kontras menyambangi kedua belah pihak dalam semalam.
Kannaz menekan tombol pada kunci sehingga vecl melaju ke arah mereka, menabrak mobil-mobil patroli yang hendak mengepung. Annadher sempat gelagapan sebelum ia memakai pistolnya dengan benar dan menyelamatkan Roumeli yang nyaris tertembak.
"Naik!" pekik Kannaz saat vecl-nya tiba. Dia dan Hanzhal telah masuk ke dalam, tetapi seorang Reserse menyusup sehingga Kannaz terpaksa tancap gas agar musuh itu terhempas keluar. Dua gadis yang dimaksud justru terkejut dan menghindar.
Roumeli dan Annadher bersembunyi di bawah mobil patroli yang sempat terlontar setelah ditabrak vecl milik Kannaz yang kini mengemudi seperti pembalap. Jantung keduanya berdebar-debar.
"Apa yang harus kita lakukan?" bisik Annadher.
"Pergi," Roumeli tersenggal, "tetap pergi dari sini."
"Aku juga?"
"Untuk sementara kau akan bersama Hanzhal dan Kannaz. Ingat rapat urgen kita tempo hari?"
Mereka tahu jika Roumeli dan Beyaz berhasil pergi, Hanzhal dan Kannaz (bahkan Annadher kalau penyamarannya terbongkar) perlu markas yang tak terjangkau karena para Reserse pasti memburon mereka. Salah satu tempat yang terlindungi adalah Dibistan—yang meskipun diketahui sebagian pihak eksekutif Terra Firma—masih memiliki hak untuk tidak digeledah sembarangan. Itu semua berkat kemitraan mantan pendiri Dibistan dengan salah satu Kementerian. Ditambah lagi orang-orang Dibistan seperti Jiao Yin akan selalu bersedia membantu.
Annadher mengangguk. "Aku ingat."
Keduanya sepakat dengan rencana mengendap menuju Hos Devleti dan pergi dengan tujuan masing-masing. Beyaz sendiri sudah berada di dekat kendaraan itu dan bisa saja berangkat sendiri—namun tentulah tidak. Dia menunggu anak-anak didiknya pergi dengan selamat dahulu. Beyaz mengambil sebuah pistol yang tergeletak dan menyerang sebelum kembali bersembunyi di balik Hos Devleti. Napasnya terengah. Dia tahu bahwa dia tak lagi muda untuk pertempuran seperti ini dan sakit punggung bisa lebih gawat.
Dia berusaha menjaga kewaspadaan, namun sebuah serangan dari arah tak terduga berhasil menyobek bahunya. Beyaz meringis.
"Aku sudah memperingatimu agar menyerahkan diri dengan damai, tapi kau memilih ini," ketus Bronislav. Pistolnya kembali penuh dan siap ditembakkan—bukan pistol borgol melainkan berpeluru—namun Beyaz mengelak dan balas menembak. Kaki Bronislav terluka. Kini mereka hampir seimbang.
"Kau merusak segalanya. Penduduk ini. Fasilitas ini. Pekerjaanku. Putriku. Istriku. Kau merusak Terra Firma."
"Aku tidak akan membenarkan segala fitnah yang keluar dari mulutmu."
"Aku tak peduli!"
Ketika itu, sebuah mobil patroli tergelincir sehingga menabrak dan membuat mereka terpelanting. Kedua pistol kini terlepas. Beyaz dan Bronislav masih saling serang walaupun hanya berbekal tangan kosong, bergulat di tengah-tengah kecamuk itu.
Kannaz masih menyetir vecl seperti ugal-ugalan di sekitar Bustan Kovo ketika mobil patroli mengejar. Menjadi ugal-ugalan karena susah untuk menyeimbangkan vecl ketika mereka menembaki bagian belakang mesinnya. Kalau saja vecl itu memiliki ban, tentulah sudah bocor sejak tadi. Hampir seluruh kendaraan di Terra Firma sudah tak menjejak tanah secara langsung.
Terra Firma mungkin terbatas, namun mereka memang punya rencana melarikan diri dengan vecl sementara Roumeli dan Beyaz dapat menggunakan Hos Devleti. Kedua orang itu semoga saja tak perlu dirisaukan lagi karena para Reserse tidak akan berani keluar Rich Citadel. Tetapi, Annadher, Kannaz dan Hanzhal perlu sebuah tempat aman di dalam kota itu—dan mereka tahu tempatnya. Hanya saja, kini para musuh masih terus meneror tanpa mau melepas.
"Kita harus cari Annadher!" pekik Hanzhal. Suaranya kalah dengan deru kendaraan yang saling balap itu. "Berbalik!"
Kannaz membanting stirnya dengan manuver yang mengejutkan mobil patroli lain. Mobil-mobil itu oleng dan menabrak pepohonan imitasi. "Aku tak bermaksud," gumam Kannaz. "Mereka orang tua."
"Hei! Mereka itu hampir membunuh kita!" Hanzhal merotasikan mata, tak habis pikir dengan saudaranya yang masih sempat berempati.
Di sisi lain, Annadher dan Roumeli keluar dari persembunyian menuju Hos Devleti yang hendak diangkut. Kedua gadis itu menembakkan peluru mereka ke arah tuas mesin besar yang akan menarik Hos Devleti—sungguh pihak Protektorat hendak menyita dan melenyapkannya!
Beberapa Reserse yang terkejut segera mempersiapkan pistol borgol untuk menangkap mereka, namun mereka terus bertahan sampai vecl Kannaz tiba dan menyingkirkan para Reserse. Roumeli menghela napas lega dan segera memasuki Hos Devleti setelah Annadher menaiki vecl. Dia mencari-cari Beyaz yang ternyata masih bergulat dengan Bronislav di daerah yang agak jauh yang mendekati Rich Citadel. Kedua pria itu sudah babak belur dan seri jika saja mereka sedang dalam arena.
"Kau membuatku muak," desis Bronislav saat mereka bertolakkan. Dia terengah-engah sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Kau tahu, segala kegilaan ini juga menggiringku gila."
Beyaz melotot. Dia tahu dengan amat jelas benda apa yang dipegang oleh Bronslav sekarang. "Dari mana kau—"
"Terra Firma memang sempit, tapi tak menutup kemungkinan produksi persenjataan terlarangnya ada."
"Jangan bilang kau—"
"Kau tak akan pernah tahu rasanya putus asa." Bronislav mengangkat benda bulat di tangannya: sebuah bom nuklir ukuran kecil. Dalam ukuran kecil pun bom itu masih akan sangat mengerikan jika sampai aktif, tetapi Bronislav bahkan memegangnya persis mainan anak-anak. "Kau tak mengerti rasanya gila."
Sejenak, memori kehidupannya berputar seperti penuh emosi. Kala dia telah menerima jabatan di Protektorat, menjadi asisten ketua Reserse sampai naik menjadi ketua itu sendiri. Tugas yang diemban amat berat karena Dewan Tinggi menjaga privasi mereka dan kerahasiaan kotanya dengan ketat—dan Bronislav kini bertanggung jawab di dalamnya. Belum lagi ia terlibat persengketaan antara dua keluarga kaya eksekutif Terra Firma dan terpaksa menengahinya dengan menikahi wanita mereka. Bisa saja itu menjadi penyenang hatinya karena dia adalah wanita yang menarik—namun sayang sekali.
Nejra tak pernah benar-benar mencintainya. Begitu pula putrinya. Inilah yang Bronislav pikir dari sudut pandangnya yang amat tumpul dan sempit.
"Lalu kau datang seperti memperumit segalanya," gumam Bronislav. Matanya sudah semakin pudar bagaikan tak melihat ke mana-mana lagi: hanya kepada jiwanya yang akan hilang.
Ketika Bronislav mengambil ancang-ancang, waktu seolah ikut melambat. Beyaz mulai berlari menjauh secepat yang dia bisa. Dari dalam Hos Devleti, Annadher justru melompat keluar dan berlari ke arahnya. Berteriak-teriak memanggil papa. Annadher tahu sejahat apa pun Bronislav, dia tetaplah ayahnya. Ayah yang selama ini memberinya kasih sayang walaupun dengan cara yang sulit dimengerti. Ayah yang masih waras. Begitulah yang Annadher kira sebelum tuntutan-tuntutan dari Dewan Tinggi membuat jiwa Bronislav tak lagi sehat. Membuatnya dikuasai ambisi dan pandangan visi yang buram.
Beyaz menahan Annadher yang hendak menerobos, kuat-kuat ia melawan. Tetapi, segala kekacauan itu sudah terlambat. Roumeli melihat Beyaz mengayun-ayunkan tangannya, menyuruh Roumeli masuk ke dalam Hos Devleti. Mata gadis itu terbelalak saat Bronislav melemparkan bomnya.
Ledakan besar terjadi di Bustan Kovo.
Dentuman memekakkan telinga dan segera cahayanya menyilaukan mata, hampir membuat buta. Segala hal yang masuk ke dalam jangkauan bom itu terlontar bersama api termasuk tubuh-tubuh para Reserse, Bronislav, kendaraan, pepohonan ... Beyaz hampir keluar dari zona itu—namun terlambat setelah ia terkena medan sampai terlontar—punggungnya terbakar dan tubuhnya jatuh amat jauh. Annadher ikut terhempas dan terluka di mana-mana meskipun ia selamat dari jangkauan. Roumeli telah berlindung di dalam Hos Devleti yang entah bagaimana langsung aktif menutup dan terkunci—berusaha ia buka untuk menyelamatkan yang lain—tetapi nihil.
Rich Citadel meledak dan hancur di bagian bawahnya membentuk lingkaran abstrak. Roumeli melihat celah raksasa itu dengan melotot, ngeri sekaligus bertanya-tanya apa yang ada di balik sana. Namun, pandangan Roumeli terhalang air bah yang berbondong-bondong masuk dan menyerbu segala hal yang ada di hadapannya. Para Reserse yang tersisa langsung menghubungi bala bantuan dari Kementerian Teknik Sipil sambil mencari tempat berlindung.
Roumeli melakukan segala cara agar pintu Hos Devleti terbuka, namun masih tetap saja tidak bisa. Pintu itu terkunci rapat setelah air terdeteksi dan mengapung di atasnya. Tubuh Roumeli lemas menyaksikan segala bencana sedangkan hatinya terus dirundung cemas karena tak melihat keberadaan Annadher.
Air deras yang berhasil masuk kini menghanyutkan sebagian Bustan Kovo. Seluruh kendaraan terbawa arus termasuk vecl milik Kannaz yang kini tidak terdapat tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Beberapa Reserse memanjat atap gazebo apung dan salah satu anak perempuan di sana membuat Roumeli terbelalak. Annadher bertahan mati-matian dari angin deras dan percikan air yang meluluhlantakan segala hal—tetapi anehnya dia masih tersenyum ke arah Hos Devleti, memberi isyarat agar Roumeli segera berangkat.
Roumeli tak menemukan Beyaz di mana pun. Keadaannya benar-benar telah di luar kendali. Ketika para pekerja dari kementerian telah tiba dan mulai menutup celah Rich Citadel dengan bantuan robot raksasa, Roumeli menelan ludah. Dia mulai mempelajari papan kendali Hos Devleti dan menjalankannya.
Mesin berbunyi. Roumeli melihat sebuah gambar kendaraan mirip Hos Devleti yang bergerak di bawah air pada layar. Roumeli mulai mengendarainya dengan baik bersama intuisi yang cukup. Dia menarik kekuatan penuh sehingga Hos Devleti melaju di dalam banjir bah itu seperti robot ikan yang berenang. Terus menerobosnya sampai Roumeli keluar dari celah terakhir Rich Citadel yang hendak ditutup.
Dia melewati Rich Citadel.
Keluar dari Terra Firma.
Roumeli mendelik. Jantungnya berdebar-debar tanpa henti ketika ia melihat tempatnya berada saat ini. Segala tanda tanya yang selalu mengahantuinya sepanjang hidup di balik tembok sekarang luntur, lenyap begitu saja setelah jawabannya terhampar di depan mata. Apa yang ada di luar Rich Citadel? Maka matanya terpukau dan tak bisa lagi mendustai. Di hadapannya terbentang air yang tak berujung dan tak berdasar. Gelap pekat kebiruan. Tanpa secercah cahaya pun kecuali dari lampu Hos Devleti, menyorot ikan-ikan aneh yang melintas.
Roumeli meringis. Tak pernah ada jumlah air sebanyak itu di dalam Terra Firma. Sekumpulan air yang nyaris tak terbatas dan mampu menguasai dunia. Sungguh. Sungguh begitu agung.
Pandangan gelap tanpa ujung yang menyeramkan itu membuat sekujur tubuh Roumeli lemas. Napasnya seolah terkuras, dadanya sesak. Roumeli menggigil saking ketakutannya hingga air matanya menetes pelan. Hos Devleti semakin bergerak ke bawah seperti jatuh karena Roumeli belum mengemudikannya—rasa takut itu terus menjalar dan Roumeli seperti hilang akal untuk sesaat.
Namun, di antara isak tangisnya itu, Roumeli menarik napas. Dia ingat Tuhan tak akan pernah meninggalkannya. Ia ingat Tuhan akan menolongnya di saat lapang maupun sempit. Ia ingat ... bahwa ia tidak sendiri. Roumeli menggumamkan doa dan pujian kepada tuhannya sambil mengemudikan Hos Devleti perlahan.
Lalu, perlahan juga ketenangan berhasil ia dapatkan.
Roumeli membuka matanya yang sempat terpejam dan memandang lurus ke depan. Cahaya bulan samar-samar menembus permukaan dunia baru itu. Tetapi, Roumeli ada di bawah sana tanpa menemukan cahaya. Di tengah samudra gelap yang berbahaya itu, dia berkelana ....
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro