Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BLACKSMITH

ACAP KALI, anak perempuan itu merasa seperti putri raja. Tinggal di Beta Residence, di kediaman mewah yang mereka sebut Palais Eugul. Begitulah sebutan rumah khusus yang disediakan Dewan Tinggi bagi para eksekutif Terra Firma: orang-orang yang bekerja di lembaga Magistrat dan Protektorat. Pekerja di Kementerian tidak termasuk eksekutif Terra Firma lantaran disebut pegawai madya.

Annadher bisa bebas berlari di lorong-lorong megah Palais Eugul, dengan karpet merah anggun di sepanjang lantai dan kandelir kristal yang cahayanya tak pernah padam. Atau istal dengan kuda-kuda terbaik yang siap Annadher kendarai di pekarangan berumput belakang. Itu adalah jenis kuda yang tersisa setelah sebagian besarnya punah. Annadher bisa bermain puas-puas.

Tapi, ternyata tidak.

Anak perempuan itu malah kabur saat bodigar menjemput di depan gedung B TF-Institute. Ia justru mengikuti Roumeli ke sepanjang rute aneh yang belum dikenalnya. Semakin penasaran. Annadher menyetel sepatunya ke mode dashkate, beroda dengan motor listrik, untuk meluncur di belakang Roumeli diam-diam.

"Kau tidak capek sembunyi-sembunyi begitu padahal aku tahu?" Roumeli turun dari Lboard dan masuk ke pekarangan toko besi, menemui seorang lelaki paruh baya yang hampir seluruh rambut dan cambangnya putih seperti salju.

"Tidak, tubuhku atletis," sanggah Annadher. Ia menonaktifkan roda di bawah sol sepatu sebelum ikut masuk dan tegak di sisi Roumeli. Dia memperhatikan bahwa teras mirip garasi super luas itu memiliki interior yang tidak dikenalnya. Setiap bangunan perumahan biasa didominasi beton putih, keramik monokrom dan kaca-kaca besar. Sedangkan toko pandai besi itu seperti rumah kuno dengan sirap kelabu pupus, lantai tembikar dan perkakas.

"Assalamualaikum, Paman," sapa Roumeli.

"Waalaikumsalam warahmatullah." Pria itu menaikkan penutup wajah besinya dan melemaskan pundak. "Oh ... ini dia anak serba ingin tahu yang akan menyibukkanku."

Roumeli hanya menyengir. "Apa yang terjadi setelah gempa dahsyat itu?" Tiba-tiba ia bertanya. Beyaz mungkin langsung paham, tapi Annadher yang baru bergabung tak bisa konek dengan ucapannya.

"Perlu diingat bahwa gempa ada di bagian timur dan barat dunia, serta semenanjung Arab. Kerusakannya bukan main-main, Nak." Paman Beyaz melepas segala peralatan. Dimatikannya sebuah agregat di atas meja kayu lantas mengambil kursi besi. Dia menadahkan mug kaca di bawah dispenser yang mengucurkan kopi.

"Seolah-olah korban tak terhitung lagi saking banyaknya. Tapi, yah, kita tahu manusia tidak akan berhenti mempertahankan hidup mereka. Berbagai negara saling berebut tempat perlindungan pada zamannya. Mereka yang selamat itulah nenek moyang kita."

Annadher berkerut bingung. Dia tidak suka ketinggalan sesuatu. "Tak pernah ada gempa di Terra Firma."

"Bukan Terra Firma," sanggah Roumeli. Dia mengeluarkan sebuah kertas licin dari laci meja, membuka lipatannya hingga terbentanglah peta yang sangat besar. Peta itu memang tidak berwarna selain hitam dan putih. Di sana tergambar daratan-daratan yang luas dan terpencar, dipisahkan oleh entah apa.

"Ini, Annadher, adalah bumi kita."

Annadher terperangah. "Kenapa kau menyimpan peta? Kita punya navigasi digital. Seluruh wilayah Terra Firma bisa tampak sampai ada penduduk yang diketahui koordinatnya."

"Tapi, pernahkah wilayah ini terlihat?"

Annadher menggeleng. "Bukankah ini hanya fiksi?"

"Tidak! Paman, perlihatkan pada kami tabloid konvensional itu."

Beyaz melihat pancaran semangat dari mata Roumeli yang cemerlang. Sebuah semangat untuk mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan. Memang setiap manusia mempunyai hak untuk tahu tentang tempat hidupnya. Tapi, kebanyakan mengira bahwa hak itu seperti angin lalu yang tidak perlu ditelusuri lebih jauh. Tentu selama mereka hidup dalam kemakmuran.

"Entah yang ke berapa kalinya," gumam Beyaz. Dia menjangkau sebuah kotak timah tipis dari rak yang ketika diusap langsung menampakkan layar hologram.

"Benda apa itu?" Tanya Annadher.

"Itu tabloid orang zaman dahulu. Seperti gadget khusus untuk berita-berita terbaru. Lihat." Roumeli menunjuk layar yang bergeser menampakkan potret-potret alam ketika Bezay sentuh. "Dulu, manusia hidup di daratan luas. Daratan-daratan itu terbagi menjadi pulau, sedangkan yang besar dan sambung-menyambung disebut benua. Benua Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antarktika,Eropa dan Australia. Tiap benua punya negara, tiap negara punya provinsi, kota, dan seterusnya ke bawah."

"Manusia tidak tinggal di kontinen kecil yang dilindungi benteng, Annadher. Tidak seolah-olah ada di surga," tambahnya.

"Ini tidak ada dalam pelajaran geografi," sanggah Annadher. "Seberapa besar keakuratan faktanya?"

"Geografi di sekolah hanya membahas Terra Firma," kata Roumeli. "Selalu tentang keindahan Terra Firma sampai-sampai kita wajib mencintainya. Tabloid ini adalah sumber berita terpercaya di zaman dulu. Hal-hal yang masuk ke sana akan melalui filterisasi hoaks."

"Kalau ini dari zaman dahulu, kenapa kita masih bisa mengakses ilustrasinya?"

"Potret yang kita lihat sekarang adalah hasil unduhan."

Annadher mengangguk saja sebelum dia beralih pada Beyaz. "Darimana Paman menemukannya?"

"Aku seorang pengoleksi."

"Aku bertanya darimana menemukannya, bukan profesi Paman."

"Kau tak akan percaya."

"Bagaimana mungkin Paman tahu apa yang terjadi sebelum terjadi?"

"Karena aku tahu watak kalian, orang-orang kota!"

Annadher menekur dengan mata membulat. Pernyataan Beyaz seolah-olah menyiratkan bahwa dia bukan berasal dari kota. Tapi, pria itu memperbaiki duduknya dan berkata dengan tenang, "Karena aku pun orang kota dan paham betul bagaimana tabiat kita: sulit mempercayai hal yang tidak tampak langsung di depan mata."

"Barangkali tidak semua, Paman," tutur Roumeli. "Seperti Paman. Sepertiku. Bahkan seperti Annadher. Aku tahu dia seorang realistis yang masih punya kepercayaan besar."

"Oh iya, tentu saja kau lebih berpengalaman daripadaku."

"Bukan begitu, Paman."

"Berapa usiamu?"

"Lima belas lebih tujuh bulan sembilan hari."

"Lihat? Barangkali kau lebih tua."

Roumeli memikirkan pernyataan Beyaz untuk sebuah kesimpulan yang jika ditelaah lebih jauh punya probabilitas tersendiri. Meskipun disertai lebih banyak tanda tanya. Memang ada kemungkinan usia Roumeli lebih tua, tetapi dalam artian usianya mendiami kota. Bukan usia hidup.

Beyaz menunjuk bangku yang tak jauh dari mereka. "Kalian duduklah. Kenapa tahan sekali berdiri lama-lama?"

"Ketika upacara Persatuan Terra Firma, kami berdiri nyaris dua jam," Annadher tertawa getir.

Roumeli menyahut, "Mungkin kau tidak tahu bahwa anak-anak lain mengutus droid untuk menggantikan mereka."

"Apa? Bukankah robot peniru manusia itu ilegal?"

"Ilegal bagi anak di bawah dua puluh satu tahun dan tanpa kepentingan. Bukankah itu peraturan yang—maaf—bodoh sekali? Anak kecil pun bisa mengakses internet dan memalsukan identitas."

Kedua anak muda itu duduk di bangku dan kembali menyimak cerita yang akan dilanjutkan Beyaz. Dengan potret-potret dari hologram tabloid, seakan-akan mereka sedang melakukan perjalanan lintas zaman. Terus ... menuju silih berganti kegemilangan dan kegelapan masa lalu yang tak pernah terbayangkan.

Tapi, mereka tidak tahu. Dari kejauhan, dari sebuah tempat rahasia, seseorang tengah memata-matai mereka melalui kamera mikro pengintai. Rahangnya mengeras dan sebuah rencana licik menggelenyar dalam benaknya.

[]

Sudah menjelang sore. Cahaya matahari mengias di Danau Poseide yang jernih sehingga berkilau keemasan. Danau Poseide tidak terlalu besar, hanya mirip kubangan lebar dan dangkal. Di pinggirannya ada seorang pria tua yang sedang tidur meskipun daerah itu terlarang untuk dimasuki.

Roumeli tegak di belakang pagar kaca yang mengitarinya dan memberi batas bagi pengunjung agar tidak tergelincir ke sana. Sebab danau itu bekas tambang beracun yang entah bagaimana terbentuk sedemikian rupa menjadi indah. Bening dan berganti warna setiap waktu tertentu. Seperti kristal ajaib.

"Kau sudah mau pulang?" tanya Annadher.

Roumeli menggeleng. Kerudungnya berayun pelan dibelai angin sore yang dingin. Cuaca memang bisa ekstrem setiap mendekati pergantian musim. Sebentar lagi musim gugur akan menjemput mereka.

"Apa kau pernah membaca buku tentang danau ini, Annadher?"

"Tidak ada yang membaca buku di zaman sekarang kecuali—mungkin—segelintir lansia." Annadher tertawa geli. "Tulisan akan terbaca otomatis. Kita punya visual dan audio digital, kau lupa?"

"Tapi, apakah aplikasi itu pernah memberitahumu tentang danau ini? Beberapa tahun silam, para penambang masih menggali hasil bumi. Belum ada situs Logam Mulia sehingga orang-orang bisa menambang dari rumah secara jejaring dengan mengendalikan mesin mereka. Padahal, puluhan abad dahulu, leluhur kita sudah kapok karena tanah-tanah penting di bumi mereka sudah hancur sampai mereka kesusahan sendiri. Tapi, orang-orang kita justru sempat mengulang kesalahan yang sama."

"Lucu sekali, bukan?" Roumeli menaiki LBoard dan meluncur ke jalanan pualam yang lengang.

Annadher menyusul dengan dashkate-nya hingga sejajar. Bagian pinggiran kota memang akan selalu sepi karena tak banyak gedung hiburan untuk didatangi—Bustan Kovo terletak di pojok wilayah TF-Institute Timur. Jarang ada yang tertarik pada danau atau tempat-tempat lama yang tidak bersentuhan dengan teknologi.

Langit beranjak gelap kebiruan ketika matahari sudah lenyap. Sebentar lagi Roumeli tiba di rumah. Dia masih mengingat percakapannya yang terakhir bersama Annadher.

"Roumeli, sebenarnya ada banyak perspektif untuk melihat sesuatu. Bukankah bagus kalau kita mengambil yang positif? Tapi, kuperhatikan kau selalu menentang kota kita seakan-akan berada di kubu oposisi dari acara debat."

"Aku tidak menentang," tukas Roumeli. "Hanya saja kalau kota ini adalah papan puzzle, ada banyak sekali bagian yang bolong. Tidakkah kau ingin tahu ke mana kepingan-kepingan yang hilang itu?"

Dari buku sejarah yang Roumeli baca, Terra Firma tidak terdapat dalam bagian mana pun dari peta. Ia bukan sesuatu yang telah berdiri sejak awal. Roumeli belum mengetahui bagaimana asal-usul kota mereka bisa terbentuk. Dan seakan memang tak ada yang peduli kecuali Roumeli.

Sejak kapan mereka berdiri? Ke mana hilangnya benua-benua lain? Dari buku sejarah yang penulisnya telah meninggal ratusan tahun lalu, Roumeli mengerti bahwa keberadaan tempat mereka menjadi resmi setelah para Dewan Tinggi mendeklarasikannya.

Andaikan Roumeli hidup pada zaman itu dan menyaksikannya sendiri. Dia akan menyerobot para Dewan Tinggi dengan berjuta-juta pertanyaan yang tak terbendung lagi.

Namun, orang-orang ini jika diberikan sesuatu akan langsung dikelola menjadi yang paling baik dari yang terbaik. Tentang asal usul atau alasan mereka bisa berada di sana, tidak perlu dicari tahu. Kalau ada yang mencari tahu katanya buang-buang waktu. Untuk apa mengusut sesuatu yang hasilnya sudah bisa dirasakan dengan nikmat?

"Aku tahu hal-hal yang hilang itu memang aneh. Tapi, tidak bisakah kita lupakan saja dan manfaatkan apa yang ada? Aku ingin kita main seperti anak-anak lain."

"Aku yakin kau cerdas, Annadher, dan bisa memilah mana yang seharusnya kau pilih. Hidup mungkin seperti permainan. Tapi bukan berarti hanya main-main saja."

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro