:: pernah ::
Pernah kalian merasa bersalah dan kesal dalam waktu bersamaan? Saat ini aku mengalaminya.
Aku merasa bersalah meninggalkan Cheonsa sendirian, tapi aku kesal karena dia menipuku.
"Ah dia pasti sudah pulang, iya kan?" Aku mengacak rambutku tak karuan. Pikiranku buyar kemana-mana. Bagaimana jika gadis itu masih menunggu temannya?
"Dia seharusnya pulang, dia tidak mungkin membahayai dirinya sendiri, ya aku yakin."
Tapi bagaimana jika ia tidak punya uang untuk naik taksi?
"Ah gila! Harus sekali ya aku kembali?"
Sekarang kalian bicara apa saja tentangku. Ya, aku memang plin plan. Aku berlari kembali ke arah halte itu. Aku sudah berjalan cukup jauh dan udara semakin dingin. Ya Tuhan dia pasti kedinginan.
Kakiku berhenti di belakang Cheonsa. Aku masih mengatur napasku yang terengah-engah. Gadis itu tidak menyadarinya dan dia... um, menangis?
"Huee kenapa berbohong pada diri sendiri itu menyakitkan? Kenapa kau begitu jahat Taehyung-ah? Oemma... Appa... dia jahat! Aku mencintainya dan itu menyakitiku!"
Gadis gila itu berteriak. Aku sedikit terlonjak kaget mendengar suara nyaringnya. Dia gangguan jiwa atau bagaimana sih? Teriak seperti ini dan menyeret namaku di dalam kalimatnya?
Aku terdiam. Aku memerhatikan Cheonsa yang semakin menjadi.
"Aku hanya tidak ingin memaksanya, tapi aku tidak bisa berhenti. Taehyung-ah... apakah kau akan terus begitu? Berjalan di depanku dan meninggalkanku seperti ini? Tidakkah kau tahu aku berkata jujur padamu? Aku tidak berbohong padamu, huhuhu kenapa semuanya harus terjadi padaku?!"
Eh? Jujur katanya? Bukankah ia tadi bersandiwara? Apa-apaan gadis ini? Dia sudah benar-benar gila!
"Aish, udaranya begitu dingin! Aku mau mati saja! Angin dingin cepat bekukan tubuhku! Taehyung membenciku, Yoongi selalu aku repotkan, apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku ini hanya beban. Tuhan kau cabut saja nyawaku aku tidak peduli, huhuhu."
Apa katanya tadi? Ia mau nengakhiri hidupnya? Tidak tidak, hal itu tidak boleh terjadi!
"Ya! Kau bodoh Cheonsa!" Tak sadar aku berteriak di belakangnya. Ia menoleh ke arahku, ia masih sesenggukan menahan tangisnya.
"Kenapa kau di sini?" tanyanya padaku. Entah kenapa nada bicaranya begitu dingin.
Bukankah aku baru saja tertangkap basah memerhatikannya? Harus jawab apa aku?!
"Eh? A-aku hanya menjalani tugas dari Hana noona. Jangan berpikir lebih," balasku cepat.
Ia menganggukan kepalanya lalu memutar tubuhnya lagi membelakangiku. "Aku tahu, temanku akan segera datang. Pergi saja. Katakan pada kakakmu kalau aku berterima kasih sungguh banyak padanya," ucapnya tanpa melihat ke arahku.
Aku melihat tubuh mungilnya yang mulai menggigil. Dengan cepat aku membuka jaket hitamku dan menaruhnya di atas punggung Cheonsa. "Pakailah," kataku.
Sudah cukup. Sudah cukup banyak aku menyakitinya. Tapi tolong catat, aku tidak bermaksud memberikannya harapan lagi. Aku hanya memberikan jaketku karena udara begitu dingin dan dia berniat membekukan dirinya dan mati.
"Taehyung-ah?" Cheonsa membuka suaranya. Aku pikir ia mau mengatakan terima kasih?
"Bolehkah aku berjuang sekali lagi? Bolehkah aku menaruh harapan padamu?"
Aku menghela napasku. Ini gila! Dia benar-benar memegang ucapannya. Dia tidak bisa membenciku.
Parahnya, dia masih memiliki perasaan untukku. Padahal rasanya aku sudah jahat padanya.
Bukan jahat dalam artian aku berlaku kasar atau semacamnya. Yang aku lakukan sungguh lebih kejam dari itu.
Sikap baik dan perhatianku yang ia salah artikan justru membuatnya semakin sakit. Jungkook benar, ketidaktegasan perasaanku padanya itu membuatnya sakit.
Apakah aku harus mencari tahu masa laluku? Mengatakan kalau aku sudah memiliki orang yang kusuka? Haruskah aku menunjukkan padanya?
Gadis itu. Iya, dia adalah kuncinya. Mungkin jika aku mengatakan kalau aku menyukai teman masa kecilku Cheonsa akan merelakan perasaannya?
Aku jelas tahu. Cheonsa bukan orang yang akan merusak hubungan seseorang. Gadis itu terlalu naif dan bodoh.
"Jangan salahkan aku jika kau akan sakit hati nantinya. Aku sudah mengatakan padamu kalau aku menyukai orang lain." Aku memantapkan hatiku. Ya! Aku mengatakannya, akhirnya.
"Aku juga sudah bilang kalau aku bukan orang lain."
Oh rupanya dia masih ingin berjuang?
"Kau tidak mungkin bisa menggantikannya. Dia teman masa kecilku, dia manis dan tidak agresif seperti dirimu. Dia lembut, banyak bicara namun menggemaskan. Dia segalanya dan aku mencintainya. Kau? Kau hanya--"
"Ya, aku hanya gadis naif dan bodoh yang terus mengikutimu."
Iya begitu! Kau seharusnya sadar akan hal itu. Aku tidak mau melukaimu terlalu jauh lagi, Cheonsa.
"Kalau kau memintaku untuk menyerah, aku akan lebih sakit lagi Taehyung-ah. Biarkan aku memiliki perasaan ini. Bolehkah aku terus berjuang? Aku tidak berharap lebih, kau tahu itu." Cheonsa menatapku penuh harap.
Apakah ia benar-benar serius? Cheonsa tidak sekalipun bisa membenciku?
Cheonsa adalah definisi untuk gadis unik yang tak sering bisa kau temukan. Dan perasaan Cheonsa padaku adalah makna lain dari kata cinta bisa membuatmu gila. Dan ohya, dia juga sukses membuat orang yang disukainya ikut terseret dalam kegilaannya.
Entah kenapa, perasaan itu begitu melankolis dan penuh dengan drama. Tetapi menenangkan dan mendebarkan dalam waktu yang bersamaan.
Aku tahu sekarang, yang lebih jahat dari yang aku lakukan sekarang; memaksa Cheonsa menghapus perasaannya.
Hey, kalau aku ada di posisi Cheonsa, aku pasti akan membiarkan perasaanku mengalir begitu saja. Bukankah menerima penolakan seperti ini sangat sakit?
Yah, setidaknya aku sudah berkata jujur padanya. Sudah, aku tidak mau menyakiti orang-orang di sekitarku lagi.
"Kau harus janji padaku Cheonsa. Lakukan sesukamu, tapi jangan akhiri hidupmu." Aku memajukan kelingkingku di depan wajahnya. Ia sedikit tersentak dan pipinya memerah.
Namun detik setelahnya ia mengaitkan jari kelingkingnya itu pada milikku. Senyum tipis terukir di wajah manisnya. Pipinya yang merona membuatku terus menatapnya lamat.
Ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, dia memakai kontak lens? Warna hitam? Bukankah warna biru laut miliknya itu begitu indah? Kenapa harus ia tutupi?
Ah masa bodo, intinya saat ini adalah, aku merasakan kembali perasaan hangat dan jengkel yang bercampur bagai obat bius yang memantrai diriku untuk mengukir senyumku.
Semuanya terangkum jadi satu dalam momen yang sangat dramatisir dan so cheesy. Kalau Jungkook ada di sini, aku yakin ia sudah merusaknya.
Kalian harus tau bahwa ini terjadi di bawah setengah kesadaranku.
Dan ya, semua momen itu buyar! Bukan karena Jungkook, tapi karena sebuah teriakan dari laki-laki bersurai oranye yang memanggil nama Cheonsa dari dalam mobilnya. Uh sepertinya itu temannya.
Apakah aku harus bahagia karena laki-aki itu menyeretku kembali ke alam sadarku atau aku harus kesal karena ia merusaknya?
"Cheonsa-ya!" Suara teriakannya tersirat rasa cemas dan kekhawatiran yang mendalam. Laki-laki itu langsung keluar dengan ekspresi panik. Ya, aku tahu dia sangat panik.
Bahkan dia membiarkan mobilnya masih menyala di pinggir jalan yang sepi! Hey! Memangnya kau pikir membeli mobil itu semudah membalikkan telapak tangan?!
Aku kenapa lagi? Kenapa aku masih sempat membicarakan mobil itu?
Omong-omong soal Cheonsa, saat ini apa yang bisa aku lakukan? Kalian tahu kan ketika suasana yang oh begitu... apa ya? Ah pokoknya seolah aku sangat terhipnotis, lalu seketika semuanya buyar.
Sekarang yang ada hanyalah sisa memori tentang momen itu yang aku harap tidak pernah terjadi karena sangat menggelikan, dan suasana canggung yang tercipta setelahnya.
Yang aku lakukan sudah pasti hal mendasar yang umumnya dilakukan orang-orang ketika suasana canggung menyerang; berdehem dan memalingkan tatapan dari seseorang yang ada di hadapanku.
Oh satu lagi! Asking her with a lame question like, "Oh Cheonsa kau sudah dijemput?"
Well, there's one fun fact about this shitty moment, aku tidak pernah menyesal itu terjadi.
❀ psychoxls 21 Des '16 ❀
***
Happy reading all :)))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro