Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 3

Bagi Taksa, hidup tidak terlalu menyenangkan. Selama hidup, ia hanya terus-menerus mendapatkan hal yang buruk. Berbagai kemalangan menimpanya dari segala sisi. Yang membuat Taksa merasa bahwa hidup panjang sendiri juga merupakan hukuman.

Taksa yang sehari-hari dipukuli oleh ayah tirinya karena begitu membenci sosok keberadaannya. Tanpa alasan dan tanpa henti pula menyiksanya. Membuat hari-harinya tak pernah sebahagia itu.

Bahkan ibu kandungnya sendiri hanya menatap ketika pukulan-pukulan itu melayang ke tubuhnya tanpa ampun. Tanpa sedikit pun rasa kasihan atau iba melihat darah dagingnya diperlakukan seperti hewan hina.

Selama hidup, Taksa tidak pernah berteman dengan siapapun. Bahkan tidak tahu caranya sekadar bergaul atau mencari teman. Baginya yang hidup dengan penuh siksa, tak pantas mendapatkan satu pun teman setia.

Kalau pun bisa berharap. Mungkin saja, Taksa hanya ingin bisa sekali saja merasakan apa itu rasa nyaman dan tenang. Tidak melulu rasa takut dan gelisah hingga rasanya ingin meloncat dari atas jembatan.

Mungkin karena itulah Taksa pada akhirnya jadi sering pergi ke tempat ini. Walau pun ia hanya bisa tenang sebentar saja, itu sedikit lebih baik daripada tidak tenang sama sekali.

Teras rumah pria tua yang sejuk ketika malam. Satu buah kursi goyang dan satu meja kecil yang menjadi ciri khas. Dilingkari dengan tumbuhan asri berwarna hijau yang membuat tempat ini nyaman untuk sekadar bersantai.

Tiap Taksa dimarahi atau dipukuli. Taksa pasti akan pergi ke tempat ini sampai emosi ayah tirinya mereda. Dan ia bisa pulang ke rumah.

"Oh, kamu kemari lagi."

Sambutan ramah tanpa curiga dari sang pemilik rumah yang sudah tua. Ia duduk di kursi goyangnya ditemani secangkir teh hangat dan piring berisi kue kering.

"Kemarilah, Kakek punya kue."

Taksa masuk ke halaman rumah tersebut setelah membuka pagar. Tak lupa ia menutup kembali pagar tersebut. Ia melangkah perlahan-lahan dan duduk disamping meja. "Apa aku boleh ambil kuenya?"

"Tentu saja, semua kuenya untukmu," ujar sang Kakek dengan senyum lembutnya.

Taksa mengintip dari bawah meja. Lalu tangan kanannya ia gunakan untuk mengambil satu kue dan memakannya.

Diam-diam si Kakek tersenyum. Merasa terhibur dengan kehadiran Taksa yang membuat dirinya tidak begitu kesepian.

"Taksa, apa kamu tahu kenapa matahari dan bulan dipisahkan sangat jauh dan hanya bisa bertemu beberapa tahun sekali?" Lagi-lagi pertanyaan aneh dari Kakek. Dan Taksa tentu hanya menjawab pertanyaan tersebut asal-asalan karena ia tidak mengerti.

Taksa menelan kuenya yang ada di mulut. Ia menoleh ke Kakek, lalu berpikir. "Karena bulan takut silau?"

Kakek tertawa. Ia selalu terhibur dengan jawaban-jawaban bocah itu. Selalu dengan jawaban unik dan polosnya yang orang dewasa saja tidak terpikirkan.

Tapi dibanding menjelaskannya dengan ilmiah. Tentu saja Kakek menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dipahami. "Karena jika mereka dekat dan selalu bertemu, gerhana matahari tidak akan terasa spesial lagi."

"Kenapa? Bukankah orang-orang selalu kagum dan menunggu gerhana?"

Kakek memandang langit dan menyeruput teh hangat miliknya. Setelah menaruhnya lagi di atas meja, ia membuka suara. "Apa Taksa juga kagum dengan gerhana matahari?"

Taksa menggeleng. "Tidak."

"Kalau begitu, apa yang bisa membuat Taksa kagum?"

Matahari mulai tenggelam, menandakan bahwa hari telah sore. Jalanan terasa sepi. Meski begitu, angin masih berhembus dengan tenang. Membuat tanda bahwa Taksa juga tidak bisa berlama-lama berada di sini.

Tapi sebelum itu, ia masih berkeinginan untuk menjawab pertanyaan Kakek sebelum pulang.

"Tempat ini saja sudah membuatku kagum."

Sebenarnya Kakek sudah tahu soal keadaan Taksa. Awal pertemuan mereka adalah saat dimana ketika hujan turun di malam hari. Ketika Kakek menemukan Taksa meringkuk di dekat meja miliknya dengan penuh luka.

Semenjak hari itu, Taksa selalu ke tempatnya dan menunggu dengan tenang. Mau membantu pun, Kakek tidak punya kuasa apa-apa. Ia hanyalah seorang pria tua yang menunggu ajalnya tiba.

"Apa kamu sudah memutuskan untuk mendapatkan alasan bertahan hidup?"

Taksa hanya diam dengan sorot mata menatap ke bawah. Terlalu ragu untuk memutuskan, tapi Kakek tahu bahwa Taksa datang kembali kemari dengan alasan tersebut.

"Sebenarnya Kakek hidup lebih lama dengan sebuah alasan. Namun, Kakek sadar bahwa umur tidak mengizinkan Kakek untuk terus hidup." Kakek itu mengeluarkan sebuah liontin perak dengan permata biru kecil. Menunjukkannya ke Taksa.

"Taksa, apa kamu mau melanjutkan alasan Kakek bertahan hidup?"

Mau dilihat dari sisi manapun. Taksa tahu bahwa tidak ada keuntungan apapun yang bisa ia dapatkan dari melanjutkan impian seorang kakek-kakek asing. Namun, bagi Taksa yang tidak memiliki satupun alasan untuk bertahan hidup, ini bisa menjadi satu-satunya hal yang Taksa punya.

Mungkin tidak ada salahnya.

"Ya."

Seorang bocah berumur sembilan tahun itu. Membuat perjanjian dengan kakek tua.

"Taksa, pemilik liontin ini adalah alasan kamu untuk bertahan hidup."

Taksa mengerutkan dahinya. "Siapa pemiliknya?"

"Sirius."

Rafandra melamun menatap cermin yang ada di hadapannya. Namun bukan untuk menatap visualnya, pikirannya malah berlabuh kemana-mana.

Kemarin, saat Taksa menyebut Sirius sambil melihat ke dirinya. Entah kenapa ia mengingat sesuatu yang familiar.

Dan hal yang familiar itu malah menyebabkan denyut sakit di pikirannya.

"Mungkin itu hanya kebetulan." Ia menampik pikirannya sendiri. Berpikir bisa saja Taksa menyebutkan Sirius secara spontan karena melihat liontinnya yang berbentuk bintang. Taksa kan memang suka hal-hal berbau astronomi.

Penuturan itu membuat Rafandra agak sedih juga. Sewaktu kecil, ia juga menyukai hal-hal berbau luar angkasa dan bercita-cita menjadi seorang astronot yang hebat. Namun, ia sudah mengubur harapan itu dalam-dalam karena ayahnya tidak setuju.

Penolakan yang kuat membuat Rafandra yang lebih dulu mengibar bendera putih.

"Taksa mungkin mau jadi astronot," gumamnya.

Setelah merapikan pakaiannya. Rafandra memilih untuk kembali ke kelas. Selagi hendak duduk di bangkunya, ia malah melihat Taksa yang tidur di bangku yang tepat berada di belakangnya.

"Umm ..."

"Taksa memaksa pindah duduk di situ. Jadi Alven mengalah dan mereka bertukar tempat duduk." Rasha tiba-tiba saja muncul dan menjelaskan situasi. Padahal Rafandra belum bertanya apa-apa sama sekali.

"Kenapa pindah?"

"Engga tahu, mungkin mau merasakan suasana baru?" Rasha cuma bisa angkat bahu. Mana dia tahu alasan Taksa tiba-tiba maksa minta pindah tempat duduk. Beruntung mereka tidak bertengkar karena rebutan bangku.

Rasha menepuk bahu Rafandra. "Mana tahu dia mau berteman denganmu."

"Aku? Kenapa?"

"Mana kutahu."

Percakapan mereka berakhir dengan kekehan penuh ejek dari Rasha. Perempuan berkulit sawo matang itu pergi lagi dan memilih untuk mengusik ketua kelas.

Rafandra memilih duduk. Lalu memainkan ponsel miliknya karena bosan.

Diam-diam rupanya sedari tadi Taksa tidaklah tertidur. Pemuda itu hanya diam dan mendengar semua percakapan yang barusan terjadi.

Taksa memilih bangkit dari posisinya. Kini duduk menghadap punggung Rafandra yang sibuk berkutat dengan ponsel.

Tidak dipungkiri bahwa alasan Taksa memaksa pindah tempat duduk adalah karena Rafandra. Sudah berapa tahun lamanya ia mencari. Kini janjinya bisa ia tepati.

Janjinya dengan seorang pria tua yang sudah tiada.

Baginya sekarang, hal yang paling penting adalah tetap membuat Sirius ada dalam pandangannya.

Takdir seorang Rafandra dan Taksa yang kusut bagai untaian benang. Berbagai alasan dan kondisi yang membuat hal-hal rumit terus terjadi. Dan mengapa mereka baru bisa bertemu sekarang dari banyaknya waktu.

Juga fakta sebenarnya dari seorang pria tua yang mempercayakan cucunya pada bocah berumur sembilan tahun.

Jika diibaratkan bagai matahari dan bulan. Maka, pertemuan mereka kini bagai gerhana.

Taksa tidak pernah kagum dengan gerhana. Tapi untuk kali ini adalah gerhana yang ia tunggu-tunggu sepanjang hidupnya.

BAB 3 》Clear

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro