Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Spring [2]: Geng Baru

Playlist: I - Taeyeon

--------------------

Aku meletakkan tas di bangku sebelah Sayaka, gadis bertubuh jangkung yang sempat kuajak berkenalan tadi pagi. Suara cekikikan Harumi terdengar jelas di telingaku, juga suara Takeo yang sibuk menggoda Akemi hingga gadis itu mengomel. Mereka duduk di bangku belakang sebelah kiri, dekat jendela.

"Suzume-chan duduk sebelah sini," panggil Akemi dengan suara kencang, begitu aku akan mendaratkan diri di bangku. Akemi menepuk bangku kosong di sebelahnya. Takeo dan Harumi juga melambaikan tangan padaku.

Sial, padahal aku berusaha menghindar dari mereka. Tadi saja aku sangat kaget saat Harumi tahu-tahu menabrak punggung gadis bernama Haruka. Dan terang-terangan mengoloknya sebagai anak tidak mampu. Aku benar-benar harus menghindari mereka.

"Ah, aku lebih suka di depan," tolakku. "Aku duduk dengan Sayaka saja."

Akemi berdiri dari bangkunya dan berjalan ke arahku. "Suzume-chan tidak perlu malu-malu kok. Lebih seru duduk dengan kita." Akemi menarik tanganku tanpa menunggu jawaban.

Aku melirik Sayaka yang tersenyum tipis ke arahku. Bibirku mengucapkan kata maaf tanpa suara, yang dibalasnya dengan anggukan kecil. Aku jadi menyesal tadi mengajaknya duduk bersama, sekarang dia jadi tidak memiliki teman sebangku.

"Suzume-chan rajin sekali, ya? Duduk di belakang saja dengan kita, tidak perlu di depan. Kalau pintar, sih, tidak peduli di depan atau belakang, akan sama saja," ucap Harumi dengan angkuh. Nada bicara Harumi itu tidak enak didengar, tidak jelas sedang mengolok atau memang begitu.

"Huh? Iya deh," balasku.

Lagi pula, aku ini berusaha menghindari kalian tapi kenapa malah kembali lagi ke sini? Bagaimana kalau mereka tahu kebenaran soal aku yang juga anak beasiswa? Lagi pula berani sekali, sih, anak sepertiku duduk dengan mereka. Memang pasti menyenangkan kalau bisa memiliki teman seperti mereka, yah ... hanya saja ... begitulah. Aku ini tidak pantas, tidak selevel dengan mereka.

"Sini, sini, ayo duduk sini." Akemi menepuk-nepuk bangku sebelahnya yang kosong.

Aku mendaratkan diri di bangku sebelah Akemi. Takeo yang duduk di depanku menoleh ke belakang, dan memamerkan senyum yang aku tidak tahu ditujukan pada siapa.

"Ada Suzume-chan di sini, pasti membuatku jadi rajin belajar," goda Takeo sembari tertawa kecil. Ah, sial, Takeo lagi-lagi membuat wajahku terasa panas.

"Yah! Takeo-kun iseng sekali, sih! Pergi sana, jangan menoleh ke sini," usir Akemi seraya memukul kepala Takeo.

Takeo mengaduh memegang kepalanya. "Emi kasar sekali, sih?" cibirnya, "Suzume duduk denganku saja, kasihan nanti kau dipukuli Emi."

"Apa sih, Takeo-kun?" jawabku sembari menangkupkan tangan di kedua pipi. Ada apa, sih? Mengapa juga aku semalu ini?

Jangan berpikir aneh-aneh, Suzume! Takeo pasti hanya menggoda saja.

Rei ikut-ikut menoleh ke belakang dan menyahut, "Namanya juga Takeo-kun, kalau tidak mengganggu orang nanti bibirnya suka gatal-gatal. Kau harus kuat, ya?"

"Apa?!" geram Takeo, "aku hanya berkata jujur. Nanti kalian tidak boleh menumpang di mobilku, loh!"

"Loh, aku tidak ikut-ikutan, kok," teriak Shizuko yang membuat kami menoleh ke belakang. Habisnya, dari tadi Shizuko tidak bersuara sama sekali, aku sampai melupakan keberadaannya. Shizuko meletakkan ponselnya dan memasang senyum bak seorang dewi. "Aku boleh menumpang di mobilmu, 'kan, Takeo-kun?"

"Aku juga, loh." Harumi mengangkat kedua tangannya sembari terkikik. Harumi meletakkan tangannya di pundak Shizuko. Keduanya melakukan pose peace yang membuat mereka tampak imut.

"Ya, ya, kalian berdua boleh, kok." Takeo mengacungkan jempolnya ke udara.

"Aku juga boleh?" tanyaku.

Takeo meletakkan tangannya di kepalaku, lalu mengacaknya pelan. "Kalau kau sih, tentu saja boleh."

Aku mengerutkan dahi sembari berusaha melepaskan tangannya yang menempel di kepalaku. Namun, tangan Takeo terlalu kuat dan malah mengacak rambutku hingga berantakan. Aku mengerang pelan, tapi Takeo malah tertawa keras.

Rei dan Akemi berdesah menggoda hingga aku malu sekali. "So sweet sekali," goda mereka.

"Takeo-kun genit sekali, ya?" celetuk Harumi, "aku mau juga, dong, dielus-elus seperti Suzume. Harus bertingkah imut dulu, ya?"

Harumi terkikik, tapi kok malah seperti menyindirku, ya? Ya, dia pasti menyindirku, 'kan? Pasti yang dimaksud genit itu bukan Takeo, tapi aku. Aku jadi takut pada Harumi. Apa Harumi menyukai Takeo, ya? Wajar saja sih, lagi pula Takeo juga tampan. Pasti banyak yang suka.

"Aku siap-siap muntah dulu, ya? Harumi-chan tingkahnya cocok untuk om-om hidung belang," ejek Takeo yang membuat Harumi berteriak kencang. Aku sampai kaget dibuatnya.

"Yah! Takeo-kun menyebalkan sekali!"

"Dasar tukang marah!"

Suara ketukan cukup keras dari balik pintu menghentikan semua aktivitas kami. Lelaki paruh baya masuk ke kelas sembari membawa map berwarna biru tua. Pasti dia wali kelas kami, terlihat baik dari wajahnya.

"Ohayou gozaimasu," sapa lelaki itu. "Saya Takeda Ittetsu akan menjadi wali kelas 1-A."

"Ohayou gozaimasu, Sensei," balas kami serempak.

Akemi menyenggol tanganku. Aku menjawabnya dengan kerutan di alis. "Bukankah Takeda Sensei itu tampan?"

Aku membulatkan mataku, lalu memukul pelan lengan Akemi, tapi ikut menatap wajah Sensei yang memang tampan. Akemi memang tidak berbicara omong kosong. Usianya mungkin masih awal dua puluhan.

"Kalau dia bukan Sensei, aku akan memacarinya," cetus Akemi.

"Jangan mengada-ada, Akemi-chan."

Takeda Sensei memanggil nama kami satu per satu. Tak lama, Takeda Sensei menjelaskan beberapa peraturan yang ada di sekolah, seperti dilarang merokok, memakai seragam sesuai aturan, juga penjelasan tentang klub yang ada di sekolah. Aku tertarik untuk mengikuti klub majalah sekolah, tampaknya mengasikkan.

"Aku mau ikut klub menari," celetuk Akemi membuyarkan lamunanku. "Kalau Suzume?"

"Aku sepertinya akan ikut klub majalah sekolah."

"Kau pasti suka menulis, ya? Terlihat sekali dari wajahmu."

Aku terkekeh pelan menanggapi ucapan Akemi.

Takeda Sensei mengetukkan spidol di papan, membuat suasana kelas yang sempat riuh menjadi tenang kembali. "Sebelum kita akhiri pertemuan hari ini, adakah yang mengajukan diri menjadi ketua kelas?"

Hening, tidak ada yang mengangkat tangan untuk mengajukan diri. Akemi bahkan sibuk memainkan anak rambutnya untuk dikeriting-keriting di jari tangannya. Terlihat sekali kalau dia tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan Takeda Sensei.

Apa aku saja ya, yang mengajukan diri?

Tiba-tiba, Takeo menoleh ke belakang. "Suzume, sana ajukan diri," ucapnya berbisik.

"Kok aku?"

Takeo mengacungkan jempolnya. "Kau cocok jadi ketua kelas."

"Yamada-san, ada apa menoleh ke belakang? Mau menjadi ketua kelas?" tegur Takeda Sensei.

Takeo langsung kembali ke posisinya. "Ah, bukan. Suzume mau menjadi ketua kelas, tapi dia malu-malu."

"Hey!" protesku agak keras, hingga beberapa mata menatapku. Malunya.

"Sudah, sudah, kalau begitu ketua kelasnya Yamashita-san dan wakil kelasnya Yamada-san. Pertemuan hari ini, saya akhiri sampai di sini. Yamashita-san, besok temui saya sebentar di ruang guru sebelum jam pertama dimulai."

"Baik, Sensei."

Takeda Sensei menutup map biru yang dibawanya dan pergi keluar kelas, hingga suara riuh itu kembali lagi.

*Hontou no Koto Itte Kudasai*

"Di mana Pak Hideki?" tanya Akemi yang sudah berjongkok.

Sesuai rencana dadakan yang dibuat Shizuko tadi pagi, kami berniat ke rumahnya. Namun, supir Takeo belum datang juga. Memang sih baru setengah jam setelah kelas usai.

"Ada kecelakaan lalu lintas, tampaknya akan sedikit terlambat," ucap Takeo menyesal. "Bagaimana kalau kita ke taman di dekat sini? Melihat bunga sakura."

"Ayo!" jawabku terlalu bersemangat, yang malah membuatku malu sendiri.

Mereka tertawa, membuatku semakin malu. Wajahku panas sekali.

"Semangat sekali, Suzume-chan, kalau begitu kau jadi kelihatan imut sekali. Demi teman kita, ayo kita ke taman. Kasihan, nanti dia menangis," canda Harumi yang membuatku menggaruk tengkuk.

Akemi yang tadi jongkok, tahu-tahu sudah merangkul pundakku.

Kami menyusuri jalanan yang mulai sepi karena beberapa murid sudah pulang. Hanya terlihat beberapa orang yang tampaknya menunggu jemputan. Di jalanan yang kami lalui, terlihat kelopak bunga sakura memenuhi jalanan. Indahnya. Aku menengadahkan kepala, menatap sinar matahari yang masih terang. Belum begitu panas, karena jam masih menunjukkan pukul sepuluh.

"Bukankah ini indah?" tanya Shizuko. "Aku selalu suka saat musim semi tiba. Melakukan Hanami memang tidak pernah membosankan, ya?"

Aku mengangguk semangat. "Benar sekali."

"Wah, lihat! Suzume sudah tidak malu-malu lagi, ya?" goda Akemi sembari menepuk pundakku. "Ayo jadi teman baik selamanya, ya!"

"Hey! Hey! Ayo lihat sini!" Harumi meneriaki kami. Rupanya dia sedang menyalakan kamera di ponselnya. Kami semua merapat dan menatap ke arah kamera. "Satu, dua, tiga!"

Dengan jahilnya, Rei tiba-tiba melemparkan tumpukan kelopak bunga sakura ke arah kami hingga membuat Harumi, Akemi, dan Shizuko berteriak kesal. Mereka mengejar Rei yang sudah lari terbirit-birit. Aku hanya tertawa melihat tingkah lucu mereka.

Sebuah sentilan bersarang di kepalaku. "Aw, siapa sih?"

Takeo terkekeh di belakangku. "Tertawa terus sih, bagaimana kalau ada lalat masuk?"

"Takeo-kun menyebalkan," cibirku. Aku memukul lengannya, yang membuat ia mengaduh sembari tertawa.

"Habisnya, wajah Suzume imut sekali. Salah siapa?"

"Salah kamu!"

Takeo memamerkan pose peace yang membuatnya terlihat semakin tampan. Bagaimana mungkin ada lelaki setampan dia? Benar-benar tidak masuk akal.

"Eh tunggu, ada telepon."

Aku mengangguk menanggapinya.

Takeo menerima telepon yang sepertinya dari Pak Hideki. Usai menutup teleponnya, dia meneriaki Rei, Akemi, Harumi, dan Shizuko yang semakin jauh dari kami. "Hey! Ayo kemari! Pak Hideki sudah sampai."

"Pak Hideki menunggu di mana?" tanyaku.

"Di depan gerbang, tapi kusuruh ke sini. Oh ya, nanti dari rumah Shizuko mau kuantar pulang? Rumahmu di distrik mana?"

Mataku membelalak mendengar perkataannya. Rumah? Pulang? Aku harus bilang apa? Ya ampun, rumahku hanya distrik kecil, apa aku mengaku saja? Urusan mereka mau berteman deganku atau tidak bisa jadi urusan nanti. Tapi ... kalau aku harus bilang kalau rumahku cuma distrik kecil, pasti aku sudah langsung menjadi bahan bully mereka. Aku harus bagaimana?

"Di mana?" ulang Takeo.

"Hem, rumahku di ... itu ... di dekat Azabu." Tanganku berkeringat dingin, aku benar-benar bodoh. Suzume apa sih yang kau katakan?

Aku sudah tidak tahu apa yang sedang aku lakukan. Azabu? Bercanda. Rumahku hanya distrik buangan yang berada tidak jauh dari Azabu, tapi berani mengaku-ngaku tinggal di Azabu. Sudah berakhir sekarang. Suzume, kau memang penipu ulung.

"Oh, di Azabu? Aku tinggal di Toranomon, nanti biar aku antar saja. Tidak apa-apa?"

Aku mengangguk kaku. Tunggu ... dia bilang Toranomon? Toranomon yang itu? Wilayah yang dekat dengan kekaisaran itu, kan? Wah, benar-benar orang kaya. Aku tidak menyangka. Pasti Ayahnya benar-benar keluarga konglomerat. Perusahaan macam apa ya, yang dikelolanya? Bukankah dia bilang sempat membantu di Singapura selama liburan?

Tangan Takeo tiba-tiba terulur ke rambutku, aku sangat kaget. "Ada kelopak bunga sakura." Dia tersenyum.

"Di mana Pak Hideki?" tanya Akemi yang membuyarkan semua fantasiku tentang Takeo. "Jangan pacaran terus, dong!"

"Itu." Harumi menunjuk sebuah mobil putih yang mengarah ke kami.

Ada suara klakson yang dibunyikan, diikuti dengan sebuah lambaian tangan yang keluar dari jendela pengemudi.

"Pak Hideki!" seru Harumi dan Akemi girang.

"Mereka sudah akrab dari kecil, karena dulu suka dibelikan permen oleh Pak Hideki," ucap Takeo, seolah menjawab kebingunganku tentang sikap bahagia Akemi dan Harumi.

*Hontou no Koto Itte Kudasai*

Rumah Shizuko ternyata berada di distrik Denenchofu. Distrik elit yang banyak ditinggali para artis. Harumi juga tinggal di distrik yang sama dengan Shizuko. Hebatnya.

Banyak rumah-rumah bergaya Eropa lama-pagar-pagar kayu tinggi dengan dinding bernuansa putih dan cokelat, juga pilar-pilar mewah dengan patung berbagai macam bentuk, jendela panjang yang membuat ciri khas Eropa semakin terasa-cocok untuk pengambilan foto yang estetis. Eh tunggu, bukankah itu Kento Yamazaki? Wah, benar-benar! Aku terus menatap lelaki dengan yaeba yang tersembunyi di senyumnya itu. Benar-benar manis.

"Suzume-chan, ternyata kau juga melihat apa yang kulihat, ya," tegur Harumi terkikik sembari menatap Kento Yamazaki yang mulai tampak kecil karena mobil kami yang terus melaju. "Tampan sekali, 'kan? Andaikan aku bisa menjadi pacarnya."

Aku mengangguk semangat. "Benar sekali. Sangat tampan kalau dilihat langsung. Lebih daripada di televisi."

"Siapa? Siapa?" Takeo melongok dari depan. "Aku?"

Aku dan Harumi kompakan berakting akan muntah. "Berharap sekali kau. Kau tidak lihat tadi? Ada Kento Yamazaki, benar-benar tampan deh. Iya, 'kan, Suzume?"

"Benar, apalagi senyumnya. Yaeba-nya benar-benar membuat manis," sahutku riang.

"Kau kan juga punya yaeba? Lebih manis daripada si Kento Kento itu," balas Takeo.

"Apa, sih? Tidaklah, mana ada aku manis? Memangnya gula?" bantahku.

"Nah, memangnya Kento gula?"

Aku mencebik, tidak membalas ucapan Takeo. Mobil yang kami kendarai berhenti di sebuah rumah berlantai dua dengan garasi yang cukup panjang. Ada beberapa mobil yang terparkir rapi.

"Arigatou, Pak Hideki," ucap kami serempak.

"Dou ita Shima Shite." Pak Hideki tersenyum ramah. Memang benar, dia sangat baik dan menyenangkan. Tadi selama perjalanan, dia melontarkan beberapa candaan yang membuat kami tertawa terbahak-bahak.

Sebuah pintu kayu terbuka begitu kami keluar. Wanita muda-berpakaian hitam-putih mirip kostum maid yang sering kulihat di komik-menyambut kami.

"Youkoso, Nona Kudo," sambutnya, yang hanya diberi anggukan oleh Shizuko.

"Namanya Yuki," bisik Takeo sembari berjalan di sebelahku. Ah, Wajahnya manis dengan tahi lalat di dekat bibir. Dia menuntun kami ke ruang makan.

Selama melewati rumah Shizuko, aku tidak bisa berhenti terpana dengan interior yang dipamerkan. Lampu gantung kristal chandelier di ruang tengah membuat kesan yang benar-benar anggun. Foto keluarga dengan nuansa keluarga kerajaan, di sana Shizuko memakai dress putih panjang dan mahkota kecil, ternyata Shizuko memiliki dua kakak lelaki, kapan ya aku bisa berfoto seperti itu. Sofa mewah ala keluarga kerajaan Eropa dengan nuansa putih, tampak senada dengan ruangan yang berlatar putih gading.

Di ruang makan juga tak kalah klasik dan mewah. Lemari kaca di ujung ruangan memamerkan berbagai piring dan gelas antik yang katanya dibuat dari keramik khusus. Meja makannya saja berukiran emas. Di rumahku, sih, kami hanya makan dengan meja kayu kotak.

"Silakan duduk di sini." Yuki mempersilakan kami.

Beberapa set makanan dikeluarkan oleh beberapa pelayan yang berpakaian seperti Yuki. Sushi Salmon, juga ada shabu-shabu.

"Itadakimasu," ucap kami sembari menangkupkan kedua tangan.

Shizuko yang pertama mengambil makanan. Makanannya benar-benar lezat. Bagaimana bisa ya, dia memakan yang seperti ini setiap hari? Benar-benar membuat iri, deh. Aku juga ingin.

"Aku paling suka dengan sushi," kata Rei dengan mulut penuh sushi.

"Makan dulu. Dasar menjijikkan," ejek Harumi.

Kami tertawa melihat Rei yang nyaris muntah dengan makanan penuh di mulutnya.

Word: 2.249

Takeo Yamada

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro