Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Spring [10]: Kencan dengan Takeo

Playlist: I Like You - Day6

-----------------------

Aku menunggu Takeo di samping lapangan, latihan hari ini bisa berakhir lebih cepat. Bagusnya lagi, Senpai satu itu tidak terlalu merusak mood-ku hari ini. Meski memang dia masih suka mengomel, tapi aku tidak banyak membuat masalah bagi dia.

Anak-anak tim futsal tampak sedang asyik beristirahat; ada yang meregangkan tubuh, ada yang asyik minum, ada juga yang masih bermain-main dengan bola futsal, ada juga yang meneriaki untuk segera pulang.

Takeo dan Rei sedang asyik saling serang dengan menyiramkan air dari botol minum mereka. Mirip anak kecil. Aku tertawa pelan melihat mereka. Mataku tidak sengaja bertemu dengan Rei yang langsung berteriak, "Kekasih siapa, tuh?"

Takeo mengikuti arah pandangan Rei dan ada senyum samar yang terbentuk di bibirnya. Mereka berdua berlari menghampiriku.

"Sudah selesai latihan?" tanya Takeo.

"Ya sudahlah! Kalau belum masa di sini!" jawab Rei sembari menoyor kepala Takeo.

Takeo menghadiahi Rei sebuah tatapan tajam, tanda dia tidak suka diganggu. Rei tertawa sembari menyiramkan kembali air di botol minumnya. Aku sedikit memekik begitu ada yang mengenaiku.

"Yah! Jangan bermain seperti itu. Dasar bocah-bocah," ledekku.

"Aku tidak, itu Rei, tuh. Menyebalkan memang anak satu ini." Takeo membela diri sembari berusaha menyembunyikan diri di belakang punggungku. "Kau tidak apa?" tanyanya sembari mengusap wajahnya yang terkena cipratan air Rei.

Aku kembali memekik begitu menyadari tubuh Takeo yang penuh peluh keringat dan basah. "Ih, minggir. Keringatmu banyak sekali!"

Rei terbahak-bahak melihat adegan Takeo yang mencicit sembari menjauhiku. "Ditolak, deh!" ledeknya gembira.

"Kau juga, tuh. Sana kalian ganti baju. Bau sekali keringatnya!"

"Siap, Tuan Putri." Rei mengacungkan jari jempol, kemudian berlari sembari melompat-lompat.

"Tunggu, ya." kata Takeo sembari mengusap rambutku dan mengikuti tingkah konyol Rei. Astaga, apa-apaan ini? Takeo selalu berhasil mengacaukan semuanya, semua isi hatiku.

Aku duduk di tangga dekat lapangan sembari menunggu Rei dan Takeo. Kepalaku menengok ke arah gerbang, dan menemukan Akira Senpai yang sedang menuntun sepedanya keluar gerbang. Tiba-tiba aku teringat akan mengatakan sesuatu.

"Senpai," teriakku, "Tungu! Aku mau bicara."

Akira Senpai menoleh dan menatapku dengan datar, tidak berniat membalas tapi dia menghentikan sepedanya. Aku berlari menghampiri, hingga sedikit terengah-engah.

"Aku nanti tidak bisa ke perpustakaan, aku bolos hari ini, ya?" mohonku, meski aku tahu tidak akan meluluhkan hatinya yang sekeras baja.

Akira Senpai menatapku dalam diam. Apa dia tidak tahu kalau dia begini jantungku semakin berdebar-debar? Dia mengedikkan bahunya sembari berkata, "Terserah. Aku juga tidak butuh kau."

Tubuhku terasa lemas mendengar ucapannya yang tajam itu. Dia melajukan sepedanya, tidak menyadari aku yang masih terkejut dengan ucapan dinginnya itu. Astaga, kejam sekali. Jadi itu tanda dia mengizinkan atau tidak, sih?

Apa lebih baik aku datang saja ya nanti? Aku takut sekali dia akan mengamuk seperti orang gila. Lebih baik kuminta Takeo untuk menonton di jam yang awal saja.

"Hey!" Seseorang menepuk pundakku cukup keras, hingga aku terlonjak. "Sedang apa di sini?" Takeo menyembulkan kepalanya tepat dari balik punggungku. Dia menoleh kanan-kiri seolah mencari sesuatu yang membuat aku berada di sini.

"Tidak apa-apa, tadi aku tanya ke Akira Senpai kalau aku mau membolos, tapi tampaknya dia tidak setuju. Nanti kita menonton jam awal saja, ya? Jam sepuluh aku harus ke perpustakaan."

Takeo memasang raut wajah kecewa.

"Aduh, jangan pacaran di sekolah, dong!" goda Rei yang sedang berjalan bersama tim futsal. Aku bisa melihat tatapan mereka seperti ikut-ikutan menggodaku. Beberapa mengeluarkan siulan. Aku menutup wajahku dengan malu.

"Kami pulang dulu, ya! Jangan mesra-mesraan saja!" pamit lelaki botak di belakang Rei yang membuat Takeo mengejar dan menendangnya. Aku tertawa melihat adegan di mana anak-anak futsal berlari terbirit-birit menghindari Takeo.

Takeo menghampiriku dengan seringai nakal di wajahnya. Dia menggandeng tanganku yang membuat jantungku berteriak-teriak. Sial, Takeo ini sedang apa, sih. Aku menarik tangan, yang membuatnya menoleh.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa." Aku mengedikkan bahu. Aku tidak mau mati karena terlalu berdebar-debar, orang di sebelahku ini memang tahu cara membunuh.

Pak Hideki yang memarkirkan mobilnya di seberang gerbang, melambaikan tangan menyapaku dan Takeo. Aku membalasnya dengan lambaian tangan.

"Halo, Pak Hideki," sapaku.

Takeo masuk ke dalam mobil dan memanggil-manggil aku untuk segera masuk. Aku duduk di sebelah Takeo yang sudah asyik memainkan ponselnya.

Diam-diam, aku meliriknya penasaran apa yang sedang dilakukan. Takeo membuka Instalook dan sedang asyik membalas pesan akun yang bernama @Dore21. Foto profilnya sih perempuan sedang selfie, siapa itu?

Aku berusaha mengintip isi pesannya, tapi Takeo sudah menoleh dan membuat aku tertangkap basah. Memalukan. Aku memalingkan wajah, pura-pura tidak tertarik dengan kegiatannya.

"Wah! Kau mengintip ponsel orang lain," ledek Takeo.

"Tidak."

Kenapa aku tiba-tiba merasa kesal, ya? Siapa juga @Dore21 itu? Menyebalkan sekali, deh. Apa dia perempuan yang sedang dekat dengan Takeo? Aku ingin mengeceknya sendiri di ponsel, tapi bagaimana kalau Takeo melihat. Kan memalukan.

"Kau cemburu?"

"Buat apa?" balasku sewot. Aku tidak cemburu, aku hanya kesal.

"Kau cemburu!" tegasnya.

"Tidak!" Aku melipat tangan di dada.

Takeo menarik daguku hingga aku terpekik pelan. "Dia itu sepupuku."

"Aku tidak tanya!" ucapku berpura-pura tidak peduli. Padahal hatiku mendadak merasa lega, tanpa alasan.

"Aku hanya mau bilang, kok. Aku hanya tidak suka ada yang salah paham."

Aku mencebik kesal. Tangan Takeo mencubit pipiku, yang membuat kata-kata protes dari bibirku. Sayangnya, Takeo seolah tidak terganggu dengan protesku dan mencubitnya lebih keras.

"Lepasin."

"Gak mau. Harus dihukum karena sudah salah paham."

"A-aku tidak salah paham, kok. Tidak mau juga!"

Tanganku memukul lengan Takeo yang tidak segera melepaskan cubitannya, hingga dia meringis karena tidak sengaja kukuku menggores kulitnya. Aku memamerkan lidah, melihatnya yang sibuk mengusap-usap lengannya.

"Sakit," rengeknya manja. Aku mengedikkan bahu tidak peduli. "Kau mau makan dulu? Aku mau coba restoran rooftop di daerah Shibuya. Cuacanya juga sedang bagus, nih. Kapan lagi bulan Juni ada angin sejuk begini?"

Aku mengangguk saja, masih asyik memainkan ponselku. Membaca pesan di grup chat Glass Squad. Shizuko sedang memohon minta dibelikan sepatu keluaran terbaru di Onitsuka Tiger, karena dia malas untuk keluar rumah. Sedangkan, Harumi dan Akemi sibuk menggodanya. Harumi mengatakan jika dia akan membeli untuk dirinya sendiri.

"Kau tidak mendengarkanku?" Aku terkejut begitu ponselku ditarik Takeo dan berpindah ke tangannya. "Kau sibuk apa, sih?"

"Aku dengar, kok. Kau mau makan dulu, kan? Aku membaca pesan di grup chat." Takeo memasukkan ponselku ke dalam tasnya, yang membuat bibirku langsung menyerukan protes. "Kau kenapa, sih? Kembalikan!"

"Dengarkan aku."

"Sudah!" bentakku kesal.

"Jangan main ponsel," rajuknya dengan bibir dimajukan.

Aku berdeham kecil, malah menyahutinya. Ada apa juga dia bertingkah kekanakkan begini? Lagi pula aku mendengarkan apa yang dia bicarakan, kok.

"Aku mau mengajakmu ke Hacienda Del Cielo."

Aku berdeham lagi. Tidak tahu juga apa itu Hacienda Del Cielo, mungkin itu restoran rooftop yang dia maksud. Aku memandang lagit melalui kaca mobil. Benar kata Takeo, sedang tidak hujan, pohon-pohon yang kami lewati sedang asyik menggoyangkan dahannya dengan lembut.

"Harumi tanya ukuran bajumu," kata Takeo, tangannya sibuk memainkan ponsel.

Aku mencebik kesal. "Kalau aku tidak boleh main ponsel, tapi kau malah bermain ponsel. Curang. Kenapa tanya ukuranku?"

Takeo mengedikkan bahu. "Mereka sih membahas kaus di Onitsuka Tiger, mungkin mau kembaran. Kesukaan para perempuan, kan?"

"Belikan saja ukuran paling kecil."

"Tidak boleh, kusuruh belikan ukuran M." Takeo mengetik sesuatu di ponselnya.

Reflek aku memukul kepala Takeo hingga dia mengaduh. "Kau ini apa-apaan, sih? Tadi bertanya, tapi sesukanya sendiri. Lagi pula, nanti mereka tahu dong kalau kita pergi bersama."

"Aku tidak suka kau memakai baju yang terlalu ketat," jawabnya. Wajahnya memerah hingga pipi, mataku mendelik melihatnya. Apa maksudnya? Takeo melirikku lewat sudut matanya. "Memang tidak boleh ya kalau mereka tahu kita pergi berdua?"

Aku menggigit bibirku hingga merasakan ada rasa darah, tampaknya kulitku terkelupas cukup dalam. "Terserahmu."

Takeo menyodorkan ponsel milikku. "Maaf," katanya dengan memamerkan senyum kecil. Selalu pamer senyum. Dia mengacak-acak rambutnya sendiri, yang entah kenapa membuat jantungku berdetak tak karuan. Apa aku sedang melihat seorang model di sini?

Aku mengambil ponsel tanpa mengatakan apa pun. Jantung tolong berhenti berdetak terlalu kencang, bagaimana kalau Takeo mendengarnya?

Aku membuka grup chat dan terkejut karena Takeo menjawab pertanyaan Harumi. Bahkan Rei sudah membocorkan kalau aku dan Takeo pergi bersama. Astaga, grup chat menjadi ribut sekali. Akemi dan Harumi sudah memanggil-manggil namaku.

"Ish, Takeo menyebalkan. Semua jadi ribut nih. Mereka kira kita pacaran," omelku.

Takeo hanya memasang senyum jahil di wajahnya. "Biarkan mereka bergosip."

Aku menoleh dan menemukan wajah Takeo sangat dekat denganku. Matanya menatap jelas kedua mataku. Kalau begini, aku harus bagaimana? Aku bahkan terlalu takut untuk bernapas. Wajahnya seolah memaksaku untuk terus menatapnya.

Dia memasang sebuah senyum. Sial, dia menggodaku. Aku memukul kepalanya, hingga dia mengaduh kesakitan.

 Word: 1.374

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro