Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[5] She's Back

Sheryl Sabdananti. Sosok itu tiba-tiba muncul, mencuri perhatian Gusti. Tidak bisa disebut tiba-tiba juga, sebenarnya. Gusti sudah tertarik pada gadis itu sejak kelas X. Mereka beda kelas, berinteraksi langsung pertama kali saat akan mengikuti tes seleksi untuk pertukaran pelajar ke luar negeri. Dari seluruh pendaftar, akan diambil lima belas besar, lalu terakhir lima besar. Gusti gugur di lima belas besar karena terkena cacar di saat yang tidak tepat, tidak bisa mengikuti seleksi menuju lima besar. Saat dia sudah kembali sekolah, pengumuman lima besar sudah terpampang. Sheryl di peringkat pertama, akan mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika selama satu tahun, sementara empat yang lain ke Jepang selama tiga bulan.

Kedekatan mereka belum sempat terjalin, tetapi gadis itu sudah berangkat ke Amerika saat kenaikan kelas XI. Ketika melihat sosok Sheryl di perpustakaan siang ini, Gusti nyaris mati berdiri saking kagetnya.

“Sher?” sapanya.

Gadis itu menoleh, menatap Gusti beberapa saat, lalu tersenyum lebar. “Gusti, kan?”

Gusti mengangguk, menarik bangku di sebelah gadis itu dan mendudukinya. “Apa kabar?”

Sheryl menyunggingkan senyum manis, menerbitkan sepasang lesung pipi di wajah ovalnya. “Baik, sehat. Jadi adik kelas lo sih, tapi nggak apa-apa.” Dia tertawa kecil.

Gusti menyunggingkan senyum. “Gimana Amerika?”

“Seru! Mereka belajarnya beneran sistem mandiri. Kalau kita pasif, dijamin bakal ketinggalan banyak. Yang paling seru ya bisa pake baju bebas. Jadi kagok harus pake seragam lagi.”

Gantian Gusti yang tertawa kecil, berusaha tetap tidak memancing keributan yang bisa berpotensi membuat mereka diusir dari sana. Dia banyak bertanya tentang pengalaman Sheryl sebagai siswi pertukaran pelajar, yang dijawab gadis itu dengan penuh semangat.

Sheryl terlihat makin menarik bagi Gusti. Kalau dulu, setahun yang lalu, dia hanya melihat Sheryl karena kepintarannya, kali ini ada hal lain. Dia baru menyadari kalau gadis itu tidak hanya pintar, tetapi juga cantik. Sheryl bisa mematahkan mitos kalau gadis cantik dan fashionable biasanya bodoh. Cantik memang bawaan lahir, anugerah Tuhan. Tetapi untuk masalah otak, manusia sebenarnya bisa memilih dan memutuskan sendiri. Ingin menjadi bodoh atau pintar. Kuncinya hanya satu. Tekun.

Niat Gusti ke perpustakaan untuk mencari buku yang akan menjadi bahan makalahnya, seketika terlupakan. Dia terlalu asyik berbincang dengan Sheryl hingga bel masuk terdengar.

Sheryl lebih dulu berdiri. “See you,” pamitnya.

Gusti ikut berdiri. “Boleh minta nomor hape lo nggak?” tahannya.

Senyum berlesung pipi cantik milik gadis itu kembali. Dia mengangguk, membuat Gusti dengan sigap mengeluarkan ponselnya dan mencatat deretan angka yang keluar dari bibir mungil Sheryl.

***

Gusti mulai sinting. Hanya itu pemahaman yang muncul di benak Chiko. Sudah seminggu ini dia melihat sahabatnya itu tampak asyik dengan dunianya sendiri.

Persis dirinya saat sedang proses mendekati seseorang.

“Gus? Lo lagi PDKT sama siapa sih?”

Velya, yang tadinya asyik mengunyah camilan sambil membaca gosip artis di ponselnya, ikut menoleh.

“Nggak ...” Gusti menyimpan kembali ponselnya, mencomot segenggam camilan Velya.

“Halah, basi!” Chiko merebut ponsel Gusti sebelum lenyap di balik saku celana pendek cowok itu.

“Woy!” Gusti berusaha mengambil kembali benda keramat itu dari tangan Chiko, tetapi sahabatnya itu lebih gesit menghindar. “Chiko! Sialan! Privasi gue!”

“Sheryl ... anak mana nih?”

Gusti merebut ponselnya dengan wajah dongkol. “Ngerti privasi nggak? Resek lo.” Tanpa menjawab, dia memilih duduk di kursi belajar Velya, jauh dari Chiko.

“Jangan bilang anak pertukaran pelajar itu,” Velya menimpali.

Chiko langsung menoleh ke arah Velya. “Cakep?”

Velya mengerdikan bahu. “Cakepan gue,” balasnya, tak acuh, seraya kembali membaca majalah dan melahap camilannya.

Chiko mendengus, memilih kembali merongrong Gusti. “Yang mana sih anaknya?”

Gusti tidak menjawab.

“Yaelah, Gus. Nggak bakal gue embat juga, suer!” Chiko mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya membentuk huruf V.

“Besok gue tunjukin deh,” ujar Velya, tanpa berpaling dari majalahnya.

Meskipun penasaran, Chiko memutuskan untuk bersabar. Tidak biasanya Gusti bertingkah sok penuh rahasia saat sedang melakukan pendekatan. Mereka biasa berbagi cerita, sekaligus pengalaman, demi kelancaran kencan masing-masing. Kadang obrolan antar-cowok seperti itu membuat Velya sebal setengah mati karena merasa diabaikan. Yang pasti, tidak pernah menyimpan rahasia apa pun.

Itu membuat Chiko berpikir kalau cewek yang didekati Gusti kali ini berbeda dari biasa. Mungkin lebih cantik? Dia menggeleng. Gusti bukan dirinya yang hanya hobi menilai tampang. Pasti lebih dari itu. Kalau tebakan Velya benar, berarti Sheryl-Sheryl ini manusia sejenis Gusti. Kutu buku. Seketika, bayangan gadis culun dengan rambut dikepang dua dan kacamata tebal muncul di benak Chiko, membuatnya terkikik sendiri. Yang seperti itu benar-benar cocok untuk Gusti.

“Mikir apaan lo, senyam-senyum nggak jelas gitu?”

Chiko menoleh pada Gusti, lalu mencibir. “Nggak usah kepoin gue, kalau lo aja udah mulai sok rahasiaan.”

Velya mengernyit. “Gue nggak kaget kalau nanti-nanti dapat undangan lo berdua kawin. Kedekatan kalian mulai mengkhawatirkan, tahu nggak.”

Belum sempat menanggapi, Chiko merasakan ponselnya bergetar. Sebuah WhatsApp masuk, membuatnya melompat turun dari ranjang yang didudukinya.

Amanda Alexandria: Babe, jd mw jmpt g’ sich? Aku udh cape nich nunggu kmu :(

Federico: Iya, ini lg di jln. Macet nih, beb. Tunggu y.

“Gue cabut dulu. Ada panggilan alam,” gumam Chiko, seraya melesat keluar dari kamar Velya. Dia bisa mencari tahu tentang Sheryl nanti. Sekarang dia harus menyiapkan diri untuk menerima omelan sepanjang jalur pantura karena terlambat menjemput seorang gadis untuk kencan mereka.

***

____________________

Halo,

Aku ketawa-ketawa sendiri ngetik bagian chat singkat Chiko sama gebetan barunya. Masih gitu gak sih gaya chat anak SMA sekarang? Aku sendiri udah gak pernah nyingkat-nyingkat gitu kalau chat. Hahaha

Jadi kangen masa SMA tiap kali nulis teenlit gini. Jiwa mudanya keluar :))

Ikutin terus yaa... masih ditunggu juga komentarnya. Yang mau ngasih kritik dan saran juga boleh banget kok :D

Makasih banyak yang udah mampir :)

Salam,

Elsa Puspita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro