Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[4] Wrong Move

Velya berderap menuju rumah Chiko dengan wajah ditekuk. Seperti biasa, rumah besar itu tampak sepi. Begitu ART keluarga Sebastien sudah membuka pintu untuknya, langkah Velya langsung mengarah ke kamar Chiko yang berada di Lantai 2. Dengan dongkol, dia menggedor pintu kamar di depannya.

“CHIKOOO!!”

Pintu dibuka dari dalam, menampilkan sosok cowok yang membuatnya dongkol setengah mati hingga nekat berlari ke sini begitu turun dari taksi.

Sama sekali tidak menyadari suasana hati Velya, Chiko malah menyunggingkan senyum menggodanya. “Ciee... semangat banget mau sharing pengalaman first date sama gue.”

First date muke lo butek!” Velya meninju dada Chiko, keras. “Gue benci sama lo! Pokoknya, nggak usah macem-macem mau cariin gue pacar, ngatur-ngatur kencan buat gue lagi. Gue nggak mau!”

Sepanjang mengomel, kepalan tinju mungil Velya tidak berhenti menyerang dada sahabatnya itu, membuat Chiko meringis kesakitan dan berusaha menghindar.

“Vel, ngucap kek lo!” Chiko akhirnya berhasil menahan tangan gadis itu. “Kerasukan apa kenapa sih? Dateng-dateng main hajar.”

Satu tendangan keras Velya terarah mantap ke lutut kiri Chiko, membuat cowok itu mengumpat kesakitan, membungkuk memeganggi lututnya. Dia memelototi Velya. “Kurang obat ya lo?” omelnya.

“Lo sama Evan tuh sama aja, tahu nggak! Tega banget lo bikin gue kencan sama makhluk sejenis lo!”

“Sama dari mana?!” protes Chiko. “Itu udah lolos screening gue, tahu! Gue nggak mungkinlah ngasih elo ke cowok sejenis gue. Selain karena lo bukan tipe cowok-cowok kayak kami, gue juga nggak tegalah!”

Velya kembali memukul bahu Chiko.

Chiko meringis. “Udah, oke? Kita ngomong baik-baik. Lo masuk dulu, duduk, tenangin diri, terus cerita ini kenapa sampe lo dateng kayak orang kerasukan gini?”

Sambil tetap mendelik sebal pada Chiko, Velya melangkah masuk ke kamar cowok itu, sengaja menabrakkan bahunya ke bahu Chiko dengan keras. Tanpa menutup pintu kamarnya, Chiko bergabung dengan Velya yang sudah duduk bersila di tengah springbed-nya dengan wajah cemberut.

“Jadi, Evan ngapain elo?”

Velya melirik sebal. “Pegang-pegang tangan gue! Emang dia pikir gue cewek apaan bisa main dipegang-pegang, hah?! Lo bilang apa ke dia? Kencan sama gue, bebas pegang, gitu?!”

Chiko melongo. “Gitu doang?” tanyanya. “Lo ngamuk kayak orang kerasukan kehabisan dukun, cuma gara-gara dia pegang tangan lo?”

“IHH!” Velya memukul-mukul dada Chiko. “Gue nggak mau! Nggak sudi! Nggak rela! Nggak ikhlas!”

Why?” Chiko benar-benar tidak mengerti. Sekadar pegangan tangan, seharusnya tidak membuat Velya semurka ini. Lain cerita jika di kencan pertama Evan langsung main nyosor, tanpa perlu penjelasan lebar juga Chiko sendiri yang akan duluan menghajar cowok itu.

“Nggak sopan, tahu! Mentang-mentang gue iyain pas dia bilang mau ajak gue jalan lagi kapan-kapan, tiba-tiba udah main grepe!”

Chiko menggaruk kepalanya yang tidak gatal, benar-benar bingung bagaimana harus menjelaskan pada Velya kalau ‘menggandeng tangan’ itu tidak sama dengan ‘grepe’. “Gini ya, cintaku, sayangku, kasihku...”

“Najis lo!”

Chiko mengabaikannya. “Skinship itu nggak semuanya berarti grepe. Kayak gue atau Gusti, pas lagi jalan sama lo, lihat ada cowok ganjen jelalatan ngelihatin elo, gue atau dia otomatis bakal jalan lebih dekat, sampai gandeng elo dengan maksud ngasih isyarat ke cowok itu buat nggak macem-macem. Sekaligus juga tanda melindungi.”

“Bedalah! Gue kenal lo sama Gusti dari orok! Lah ... si Evan?”

“Dengerin dulu,” omel Chiko. “Di kasus Evan, itu mungkin gerak reflek, ungkapan terima kasih, bisa juga gambarin kalau dia nyaman jalan sama lo, makanya dia gandeng. Cuma gandeng, kan? Nggak pake cium tangan?”

“Emang gue emaknya pake dicium tangan?!”

Chiko berdecak. “Intinya ... gue yakin Evan nggak bermaksud buat nggak sopan. Itu naluri alami cowok kali, Vel. Apalagi ke cewek yang bikin dia tertarik.”

“Tetep aja gue nggak suka.” Nada suara Velya mulai memelan.

“Ya, lo bilang aja ke dia kalau lo nggak suka. Dia anak baik gitu, pasti nerima deh,” Chiko meyakinkan. “Kalau pas lo udah bilang, dia masih ngebandel, lo bilang aja ke gue. Itu baru beneran kurang ajar. Nanti gue sendiri yang kubur dia hidup-hidup.”

Velya memeluk guling Chiko, menumpukan dagunya di sana. “Nggak deh, nggak lagi.”

Mata gelap Chiko menyipit. “Lo ngapain dia?”

“Nggak gue apa-apain, ih! Cuma gue sentak aja tadi tangan yang dia pegang, terus gue pergi.”

“Minta maaf deh besok, di sekolah.”

“Nggak ah.” Velya merebahkan dirinya di kasur. “Gue juga males mau gitu lagi. Nggak asyik. Mending gue nge-mall sendirian.”

“Nge-mall sendirian versi lo itu, berangkat sendiri, pas nyampe sana nelepon gue atau Gusti buat maksa nemenin lo.”

Velya mengerdikan bahu tanpa dosa. “Kayak kata Bruno Mars, kan, ‘cause that’s what friends are supposed to do, oh yeaahh ....

Sambitan bantal dari Chiko menghentikan nyanyian Velya. Saat gadis itu mendelik, Chiko beranjak turun dari kasur, memilih duduk bersila di karpet kamarnya dan menyalakan TV. “Suara lo cempreng banget, tahu nggak?”

Balasan bantal melayang dari Velya mendarat sempurna di belakang kepala Chiko sebagai tanggapan.

***

__________________________________

Halo,

Sebelumnya, aku mau minta maaf banget karena telat. 2x lagi telatnya :’(

Ada self-problem yang lagi butuh diatasi, bikin aku gak fokus mau ngelanjut ini, jadi blank gitu. Bukan cuma ini sih, nulis yang lain juga banyakan bengongnya. Coba nulis gak dapet-dapet feel-nya. Stuck aja. Akhirnya menjauh dulu dari laptop sampe masalahnya kelar. Ini pas lagi bisa nulis, langsung deh ngebut. Utang satu part lagi diusahakan soon, ya. Habis itu ngikutin jadwal semua... *maaf curhat* *sungkeman sama para pembaca dan pengurus BWM*

Masih pada baca, kan? Hehehe

Makasih banyak ya buat yang udah mampir, nyempetin buat baca, vote, apalagi ninggalin komen.

Thank you very much :)

Salam,

Elsa Puspita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro