Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[32] Can't See The Light

Merayu gadis yang sedang merajuk saat ini berada di daftar paling bawah yang ingin dilakukan Chiko. Bahkan, tidak masuk dalam daftar, kalau saja dia boleh memilih. Sayangnya, karena ‘keceplosan’ semalam, pagi ini dia harus berhadapan dengan Monster Velya. Meladeni Velya yang sedang merajuk sungguhan sama saja seperti harus menghadapi Hulk versi perempuan yang sedang mengalami PMS plus ambeien.

Biasanya, Chiko akan merayu Velya, berusaha membuat gadis itu berhenti merajuk padanya. Tetapi, kali ini dia tidak melakukan itu. Saat dia menghampiri gadis itu tadi, Chiko menunggu Velya menolak pergi sekolah dengannya dan bersumpah tidak akan memaksa. Ternyata, Velya tetap naik ke boncengannya meskipun dengan wajah luar biasa masam.

Tidak ada percakapan ataupun kontak fisik. Velya bahkan tidak mau memegang lipatan kemeja di bagian pinggangnya, memilih berpegangan di besi bagian belakang jok motor. Begitu tiba di sekolah, saat Chiko memelankan laju motornya dan mengantre memasuki gerbang, Velya menggunakan kesempatan itu untuk melompat turun.

Chiko balas mendiamkan Velya, hingga istirahat pertama, sengaja tidak mengajak gadis itu ke kantin seperti biasa. Di jam istirahat kedua, Chiko akhirnya menghampiri kelas Velya. Dilihatnya gadis itu tengah duduk di bangkunya, bertopang dagu sambil menatap ke luar jendela. Entah memikirkan apa. Raut wajahnya masih terlihat suram.

Perlahan, Chiko berjalan mendekat dan duduk di bangku depan Velya. Gadis itu menoleh sekilas, langsung membuang muka saat mengetahui Chiko di depannya.

“Nih ....” Chiko menyodorkan sebungkus sandwich tuna dan gelas plastik berisi es teh. Tadinya dia mau membelikan bubur ayam, tetapi dikarenakan sangat repot membawanya ke kelas, akhirnya dia memilih sandwich tuna. “Kamu belum ke kantin, kan?”

Velya tidak menanggapi, mengabaikan makanan yang diberikan Chiko.

Chiko meletakkan makanan dan minuman itu di meja Velya. “Makan, biar kuat ngambeknya,” omel cowok itu. Kemudian dia berdiri, berbalik pergi tanpa menunggu tanggapan Velya. Dia benar-benar sedang tidak mood untuk merayu sekarang. Suasana hatinya sendiri sedang tidak bagus.

Merasa malas masuk kelas, Chiko berbelok ke UKS. Dia izin pada guru piket, berkata tidak enak badan. Untung kali itu guru yang berjaga tipe yang sedikit cuek, jadi dia dibiarkan masuk ke ruang UKS, berbaring di ranjangnya, berbarengan dengan bel masuk berbunyi. Dia baru akan memejamkan mata, saat ponsel di saku celananya bergetar. Dengan malas, Chiko mengeluarkan benda itu, membaca chat yang baru masuk.

Gustiranda : Bolos lo? Kabur keluar?

Federico : Nggak. UKS. Ntar bawain tas gue.

Gusti tidak membalas lagi.

Chiko memasukkan ponselnya kembali ke saku, dan memutuskan tidur. Berharap saat bangun nanti segala hal yang memenuhi pikirannya sekarang sudah lenyap.

***

“Gus ....”

Gusti melirik Chiko yang tengah menyandarkan punggungnya di ujung kaki ranjang. Mereka sudah berada di kamar Chiko, duduk bersila di karpet, sambil memainkan PlayStation. Benar-benar bukan hal yang sepatutnya dilakukan oleh siswa kelas XII seperti mereka. Sebenarnya Gusti yang benar-benar bermain, sementara Chiko hanya menggerak-gerakkan konsol tanpa tujuan.

“Gue masih belum cerita sama Velya masalah orangtua gue.”

“Lo pengin cerita?” tanya Gusti, kembali menatap layar TV di depannya.

“Nggak tahu.”

“Ya udah, nggak usah dipaksa.”

“Tapi gue pusing ngadepin ngambeknya dia. Penginnya gue tuh dia anteng dulu. Kalau masalah sialan ini udah kelar, dia mau ngapain aja ya terserah.”

“Jadi ini kalian udah berantem lagi?”

Chiko tidak langsung mengiyakan, hanya diam.

Gusti sudah menangkap reaksi itu sebagai jawaban ‘iya’. “Gue sama Sheryl yang udah berapa bulan aja masih bisa dihitung berapa kali berantemnya. Kalian belum juga sebulan, udah gini terus.”

“Itu!” Chiko menjatuhkan konsolnya, menyerah pada permainan. Dia sudah dibantai habis oleh Gusti. “Gue sama sekali nggak lihat hubungan ini bakal sukses. Malah bikin gue puyeng banget, tahu nggak.”

Tulisan K.O memenuhi layar TV. Gusti ikut meletakkan konsolnya, memutar sedikit tubuh menghadap Chiko. “Lo kenapa tiba-tiba mau jadian sama dia?”

Chiko menggaruk kepalanya. Akhirnya, dia memutuskan menceritakan pada Gusti mengenai apa yang membuatnya memutuskan ingin menjalin hubungan dengan Velya. “Gue hancur pas Nyokap ngasih berita itu,” gumam Chiko. “Gue tahu bahagia selamanya itu bullshit. Gue juga nggak ngarep bakal lihat mereka mabuk cinta kayak ABG lagi. Tapi, seburuk apa pun keluarga gue, gue nggak pernah pengin lihat ini hancur.

“Gue selalu mikir, walaupun jarang ketemu, yang penting gue masih punya orangtua lengkap. Keluarga gue masih utuh. Jadi, pas Nyokap dengan santainya bilang kalau mau cerai, maksa gue ikut salah satu dari mereka, gue tahu semuanya udah tamat. Siapa pun yang gue pilih, gue bakal sendirian. Anggap gue milih ikut Nyokap, otomatis gue sama Bokap jauhan. Terus, Nyokap gue juga bakal tetap sibuk sama dunianya karena ngerasa jadi single parent. Gitu juga sebaliknya. Jadi gue beneran nggak ngerti kenapa gue harus ikut salah satu dari mereka? Kenapa mereka nggak biarin aja gue tetap di sini? Gue cuma punya lo sama Velya.”

Gusti menghela napas. “Karena gue udah punya pacar, lo mikir bakal beneran sendirian kalau sampai Velya juga punya pacar, makanya lo akhirnya nembak dia?”

Tepat sasaran. Tetapi, lagi-lagi Chiko tidak mengiyakan, tidak juga membantah.

“Terus, karena sekarang lo udah ngerasa hubungan kalian nggak bakal sukses, lo mau gimana? Mutusin dia?”

“Dia udah mutusin gue semalam.”

“Lo iyain?”

Chiko menggeleng. “Nggak gue tanggepin. Gue baru berantem lagi sama Nyokap semalam di telepon, nge-chat dia sekadar pengin ngobrol sambil nenangin diri, dia malah bahas tentang LDR apalah, terus ngambek.”

Gusti mendengus keras. “Lo berdua beneran harus akil baligh dulu, baru mutusin jalin hubungan. Sumpah, yang pacaran siapa, kenapa gue yang pusing sih?” dumelnya.

“Nggak tahu gue, pusing.” Chiko beranjak berdiri. “Simulasi UNBK kapan sih?” tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

Merasa obrolan serius sudah berakhir, Gusti memutuskan kembali bermain game. “Minggu depan.”

Percakapan mereka pun berganti jadi membahas tentang sekolah dan Ujian Nasional Berbasis Komputer yang sudah di depan mata, tidak lagi menyinggung tentang pacaran, Velya, ataupun masalah yang sedang dialami keluarga Chiko.

***

__________________

Borongan menuju part-part akhir...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro