Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[13] Weirdo Chiko

Velya benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Chiko. Makin hari sahabatnya itu makin terlihat aneh. Dia tidak pernah lagi menggerutu saat Velya minta diantar-jemput ke mana-mana, tidak juga mengeluh tiap kali Velya minta dibelikan makanan macam-macam, walaupun tempatnya jauh. Yang paling membuatnya bingung, sekaligus senang, Chiko tidak terlihat sedang dekat dengan gadis mana pun selain dirinya. Velya merasa seperti menemukan lagi sosok Chiko lama, sebelum terkontaminasi oleh virus-virus lawan jenis yang menjangkitnya belakangan ini.

“Lo kehabisan stok, ya?” tanya Velya, saat mereka tengah asyik menikmati mi ayam ceker sepulang sekolah.

Chiko menelan makanan di mulutnya sebelum menjawab. “Stok apaan?”

“Cewek.”

“Seorang Federico Sebastien nggak akan pernah ngalamin krisis cewek, Velyanata,” balas Chiko, penuh percaya diri.

“Terus? Kok bisa sama gue terus?”

“Lagi nggak ada yang menarik selain elo.” Chiko menaik-turunkan alisnya dengan menggoda, membuat Velya pura-pura muntah di mangkuk mi ayamnya yang tinggal berisi setengah. Chiko terkekeh. “Kenapa? Mulai bosen, ya, jalan sama gue?”

“Gue emang udah eneg sih lihat lo sama Gusti terus.”

“Makanya cari pacar, biar lihat pemandangan baru,” ledek Chiko. “Evan tuh, kelihatan banget naksir elo.”

Velya mendengus malas, memilih menghabiskan makanannya.

“Kasihan, Vel. Anak orang lo PHP gitu.”

“Lo tahu nggak sih kepanjangan PHP?”

“Pemberi Harapan Palsu?”

Velya mengangguk. “Itu menerangkan objek, bukan kata kerja. Jadi kalimat lo tuh ngaco, sama kayak orang kebanyakan. Harusnya bukan anak orang lo PHP, tapi lo jangan sampe jadi PHP.”

Chiko mencibir. “Penting banget sih.”

“Ya pentinglah,” dumel Velya. “Malu sama Raja Ali Haji.”

“Bisa aja PHP udah ngalamin perluasan makna, selain jadi objek, juga bisa jadi kata keterangan. Kayak jomlo yang arti sebenarnya perawan tua, sekarang jadi dipakai buat nyebut orang-orang single. Makanya PHP juga jadi bisa dipakai di kalimat, dia baru di-PHP gebetan.”

Perdebatan itu bukannya mereda, malah semakin panjang. Dari pembahasan seputar bahasa, hingga gosip artis yang sedang ramai.

“Jadi lo lebih milih sering ditinggal-tinggal, apa nggak diakui sebagai anak kandung?” tanya Velya.

Chiko diam sejenak, membayangkan kedua hal itu. “Milih ditinggal-tinggal deh. Walaupun rasanya hampir sama kayak nggak punya orangtua, tapi diakui. Kalau nggak diakui, berarti beneran nggak diurus, kan?”

Velya manggut-manggut. Dia menyeruput es jeruknya. “Kok ada, ya, ayah yang bisa nggak mau ngakuin anak kandungnya?”

“Cuma harimau yang nggak akan makan anak sendiri.”

“Sok bijak lo,” ejek Velya. “Udah nih, kenyang.”

Chiko menghabiskan minumannya, lalu beranjak untuk membayar hidangan mereka. Setelah itu, keduanya meninggalkan warung tenda itu, menuju motor Chiko yang terparkir di pinggir jalan.

“Eh iya, gue mau nanya ini, tapi lupa terus.” Velya memakai helm yang disodorkan Chiko, tetapi belum naik ke boncengannya. “Lo kenapa nggak deketin Sheryl lagi?”

Chiko bantu mengancingkan helm Velya dan sedikit mengencangkannya supaya tidak gampang terlepas, kemudian menepuk pelan puncak helm itu. “Udah gue bilang, lagi nggak ada cewek yang lebih menarik daripada elo.”

Velya meninju bahu Chiko geram. “Mulut lo gue sumpel kaus kaki ntar.”

Chiko hanya menyeringai tanpa dosa. Begitu Velya sudah duduk manis di belakangnya, dia mulai menjalankan motornya perlahan.

***

“Vel ...”

Velya hanya menanggapi dengan dehaman, tanpa berpaling dari buku di depannya. Dia sedang mengerjakan PR Ekonomi di ruang keluarga rumahnya, sementara Chiko duduk di sofa, mengutak-atik remote TV sejak tadi.

“Lo nyari cowok yang kayak gimana sih?”

Velya berdecak. “Gue mau lulus SMA dulu, kuliah yang bener, terus kerja, biar Mama bisa istrahat.”

Chiko tersenyum kecil mendengar jawaban itu, lalu mengacak lembut rambut Velya, membuat gadis itu menoleh sebal seraya merapikan rambutnya. “Kalau nanti lo nggak nemu cowok ideal, gue juga udah capek main-main, nikah sama gue aja, ya?”

“DIH! ENAK AJA!” semprot Velya langsung, tanpa pikir panjang. “Operasi plastik dulu sana, sampai mirip Andrew Garfield. Baru gue mau nikah sama lo.”

Senyum Chiko berubah jadi tawa lebar, sementara Velya mencak-mencak.

Velya menyelesaikan PR-nya, kemudian menutup buku dan pindah ke samping Chiko. Dia merebut remote dari tangan cowok itu. “Lo sendiri, nyari cewek gimana buat diseriusin?”

“Kayak elo.”

Velya meraih bantal sofa dan memukulnya ke kepala Chiko dengan geram.

Chiko kembali terkekeh. “Serius, Vel. Gue mau yang kayak elo. Nggak apa-apa manja, resek, nyebelin, tapi bisa ngerti gue dan bikin gue peduli sama dia. Kalau ketemu, mungkin gue beneran bakal tobat. Kayak Gusti.”

Dahi Velya berkerut. “Gusti beneran serius, ya, sama Sheryl?”

“Kayaknya,” gumam Chiko. “Lo tahu nggak, dia ternyata udah naksir Sheryl dari pas kelas X. Gila, ya?”

“Kok bisa?”

Chiko mengerdikan bahu. “Gue juga heran. Gue sendiri nggak bisa naksir cewek lebih dari dua minggu. Bosen aja, rasanya.”

Velya mendengus. “Itu karena lo playboy cap bakiak.”

“Velya Sayang, yang namanya playboy itu, ceweknya banyak, suka selingkuh, tukang bohong, dan doyan mainin cewek. Gue nggak pernah deketin lebih dari satu cewek sekaligus, kalau pacaran nggak pernah selingkuh, jarang bohong kecuali kepepet, dan nggak pernah mainin cewek. Kalau udah nggak suka, ya, gue putusin dulu, baru cari yang lain.”

“Sama aja, Kebo.”

“Beda dong ...” Chiko mengeluarkan serentet alasan pembelaan, membuat Velya memutar bola mata dan berkali-kali menyambit cowok itu dengan bantal.

Inilah susahnya memiliki sahabat laki-laki yang sadar kalau dirinya menarik. Chiko sangat tahu bagaimana para perempuan melihatnya, dan dia memanfaatkan kelebihan itu dengan baik. Dia tahu tidak ada seorang perempuan pun yang bisa menolak kalau dia dekati, padahal para perempuan itu juga tahu kalau mereka hanya menjadi ‘halte’ sementara bagi Chiko. Kadang Velya berharap Chiko dibuat jatuh cinta jungkir balik dengan seorang perempuan, yang sama sekali tidak tertarik padanya, lalu cowok itu akan mengalami patah hati dan mengerti bagaimana perasaan para perempuan yang pernah didekatinya. Sayang, hingga saat ini doa itu tidak terkabul.

Tetapi, Velya buru-buru meralat doanya dalam hati. Sejujurnya, dia senang bisa menghabisi banyak waktu bersama Chiko belakangan ini, terlepas dari segala kelakuan anehnya. Dia jadi tidak terlalu merasa kesepian, meskipun Gusti jarang terlihat. Dia berharap Chiko baru mendapatkan perempuan yang tepat, setelah Velya sendiri merasa bisa sendirian.

Mungkin terlalu jauh dipikirkan sekarang, mengingat mereka masih duduk di tahun terakhir SMA. Tetapi, semua tahu, termasuk Velya. Waktu kadang terasa bergulir terlalu cepat, tanpa rem, saat kita berharap ia melambat. Sekarang mereka masih memakai putih abu-abu. Dalam sekejap nanti, mereka tiba-tiba saja sudah harus menjalani hidup masing-masing.

Siap atau tidak, begitulah konsekuensi dari tumbuh dewasa. Semua berubah, dan mereka harus menerimanya.

***

____________________

Lagi banyak scene Velya sama Chiko nih. Hahaha

Aku juga lagi asyik sama mereka berdua. Evan sama Gusti disimpen dulu buat part selanjutnya :D

Makasih udah baca! Tetep yah, jangan lupa vote dan komennya :)

Salam,

Elsa Puspita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro