[1] Party Pooper
Chiko melirik ponselnya yang berkedip, menampilkan pop up Line dari orang yang sedang sangat tidak ingin diurusinya. Setidaknya sekarang, saat dia sedang asyik mendengarkan cerita dari Cindy, adik kelasnya yang menjadi incarannya saat ini. Semakin lama dia mengabaikan Line yang masuk, ponselnya semakin ramai. Membuat Cindy yang sedang asyik cerita tentang lomba cheerleader yang akan timnya ikuti bulan depan, seketika diam, melempar tatapan bertanya pada Chiko.
"Bentar, ya. Nyokap." Chiko melempar senyum tidak enak, seraya meraih ponselnya dan membuka aplikasi chat itu.
Velyanata: ko...
Velyanata: kodok...
Velyanata: Chikooo...
Velyanata: Chikkkkkk... dmn?
Velyanata: DI MANA SIH!?
Velyanata: FEDRICO SAPI AYAM KAMBING! KALO GAK BALES JUGA KITA MUSUHAN!!!!
Fedrico: apaan sih? Gangguin Gusti aja sana! Gue sibuk.
Velyanata: Gusti lagi sama Sabri katanya. Jemput gue dong...
Fedrico: gue juga lagi sama Cindy. Udah ah, gak usah ganggu. Nanti gue beliin es dungdung. Bye!
Usai membalas yang terakhir, Chiko mematikan ponselnya dan menyimpan benda itu di dalam ranselnya.
"Mamanya Kakak gaul juga ya, pake Line."
Teguran itu membuat Chiko gelagapan. "Eh... itu pake hapenya adek gue kok."
Cindy tidak menanggapi, memilih menghabiskan makanannya. Suasana menyenangkan yang tadinya terasa, seketika berubah mengheningkan cipta. Chiko mengutuk Velya dalam hati. Kalau bertemu nanti, dia akan mencekik leher sahabatnya itu sampai putus. Kebiasaannya menganggu kesenangan orang benar-benar harus mulai diatasi.
Ini bukan kali pertama gadis itu mengacaukan acara kencannya. Seolah penyihir dengan kekuatan telepati, Velya selalu tahu saat dia atau Gusti sedang bersama pacar atau gebetan mereka, dan gadis itu tiba-tiba mengacau. Entah hanya lewat sambungan ponsel, atau muncul secara langsung seperti hantu. Benar-benar mengesalkan.
Hingga Chiko mengantarnya pulang, Cindy masih tidak bersuara. Baru saat turun dari motornya, gadis itu mengucapkan terima kasih seraya mengembalikan helmnya.
"Besok mau dijemput nggak? Berangkat sekolah bareng?" tawar Chiko, setengah berharap Cindy tidak akan menolak.
"Rumah Kakak sama rumahku, kan, jauhan. Nanti muter jauh dong..."
Tanggapan itu membuat Chiko menahan senyumnya. "Nggak apa-apa. Muter dikit doang. Mau, ya?"
Cindy tersenyum kecil. "Oke," jawabnya. Kemudian dia melambai singkat dan berbalik masuk ke dalam rumahnya.
Chiko kembali menjalankan motornya pulang dengan perasaan yang jauh lebih baik. Setidaknya, dia tidak harus mencekik Velya sekarang.Saat memasuki komplek perumahannya, dia melihat sosok gadis dengan ransel pink dan gantungan kepala Hello Kitty sebesar kepalan tangan berjalan dengan langkah pelan di depannya. Chiko memelankan laju motornya, sengaja berhenti di depan gadis itu sambil menyunggingkan senyum manis yang memperlihatkan gingsul di kanan atas deretan gigi putihnya.
Gadis itu membuang muka, melewati Chiko begitu saja. Chiko menjalankan motornya perlahan, menyejajari langkah gadis itu.
"Vel, jangan ngambek dong..."
"Bodo."
"Gue jajanin coki-coki deh..."
"Ogah."
"Lo minta apa? Gue jajanin, beneran."
Velya, gadis itu, berhenti berjalan dan mengentakkan kakinya. Dia mendelik sebal pada Chiko dengan wajah cemberut. "Urusin aja cewek lo. Nggak usah lagi sok peduliin gue."
"Gimana bisa gue nggak peduli sama lo? Kan, gue sayang."
Velya mengernyit jijik, seraya kembali berjalan menuju rumahnya.Chiko masih mengikuti hingga gadis itu membuka pagar. Baru akan memasukkan motornya, Velya menghadangnya.
"Mau ngapain lo?"
Chiko menyeringai. "Ya udah, besok sekolahnya bareng gue, ya. Jangan ngambek lagi."
"Nggak mau." Tanpa memberi kesempatan Chiko untuk menggombal tidak penting lagi, Velya memilih mengunci pagar rumahnya dan berbalik masuk.
Chiko menghela napas, membiarkan Velya masuk. Dia yakin besok pagi gadis itu akan lupakalau dia sedang merajuk dengannya. Velya selalu seperti itu. Chiko memundurkan motornya, lalu melaju pelan menuju rumahnya yang berada tepat di depan rumah Velya.
***
"Velya tuh siapa kamu sih?"
Gusti mengangkat kepala dari buku pelajaran di depannya, menatap Sabri yang sekarang sedang melipat tangan di depan dada.
"Adik. Kenapa?"
"Adik ketemu gede?" semprotnya. "Dia tuh resek banget, tahu nggak."
Gusti menggaruk alisnya, lalu menaikan kacamatanya yang sedikit melorot karena terlalu lama menunduk. "Dia ngapain kamu?"
Sabri menarik napas, seolah bersiap mengeluarkan semua uneg-uneg luar biasa yang dirasakannya, lalu mengembuskannya kasar. Dia mulai menyerocos dengan tingkah menyebalkan Velya padanya sejak dia dan Gusti resmi berpacaran minggu lalu. Mulai dari meng-upload foto berdua Gusti dengan pose menempel dan sengaja menge-tag-nya, lengkap dengan caption yang bisa membuat pacar mana pun naik darah. Sering merusak acara kencan mereka, mengklaim Gusti seolah miliknya, membuat Sabri kesal setengah mati.
Barusan, gadis itu berulah lagi. Menelepon Gusti dan merengek minta dijemput entah dari mana. Gusti sudah mengiyakan, sampai Sabri mengancam putus kalau sekali lagi dia memilih Velya dibanding dirinya. Pacar mana yang mau selalu dijadikan yang kedua? Akhirnya Gusti menelepon Velya balik dan meminta anak itu menghubungi Chiko saja karena dia sedang membantu Sabri menyelesaikan PR untuk besok, tidak bisa diganggu.
Gusti hanya mengangguk-angguk mendengarkan omelan Sabri. Dia sudah memaklumi dan pasrah atas tingkah Velya. Gadis itu tetangganya sejak kecil, sangat menempel dengannya. Hubungan mereka bertiga, termasuk Chiko, sudah seperti saudara, bukan hanya tetangga yang bersahabat. Gusti mengambil peran sebagai kakak pertama yang dewasa, Chiko si tengah yang sering usil, dan Velya adik bungsu super manja, yang kadang menyebalkan, tetapi tetap disayang.
Sejak dia dan Chiko mulai mengenal pacaran, saat itulah sisi manja Velya bertambah berkali-kali lipat. Tetapi, Gusti mengerti. Velya terbiasa menjadi pusat perhatian. Kapan pun dia butuh teman, Gusti dan Chiko akan selalu siap menemani. Kapan pun ada yang menganggunya, mereka berdua yang akan menghajar pengganggu itu. Tetapi, sejak gadis-gadis masuk ke kehidupan mereka, Velya sepertinya merasa tersingkir. Yah, mau bagaimana lagi? Dia dan Chiko sudah menginjak remaja, masa puber. Memiliki gejolak rasa tertarik pada lawan jenis. Mungkin Velya memang lambat tumbuh, meskipun mereka sebaya, jadi belum mengerti dengan apa yang dialami Chiko dan Gusti.
"Pokoknya aku nggak mau, ya, kencan kita diganggu-ganggu lagi sama dia."
"Iya," balas Gusti, singkat. Dia memilih melanjutkan mengerjakan PR, demi mengalihkan perhatian Sabri. Untungnya berhasil. Gadis itu tidak lagi mengomel tentang Velya, ganti fokus pada soal-soal di depan mereka.
Menjelang sore, Gusti pamit pulang. Dia menjalankan motornya menuju rumah. Begitu melewati kediaman Velya, dia melihat gadis itu sedang menyirami tanaman. Gusti menghentikan motornya, membunyikan klakson untuk memanggil gadis itu.
Velya menoleh. Saat melihat Gusti, dia langsung membuang muka. Gusti terkekeh, melepas helmnya, kemudian turun dari motor setelah menurunkan standar-nya.
"Nggak dijemput Chiko, ya?" tebaknya.
Velya melempar tatapan kesal. "Lo sama dia tuh sama aja. Punya cewek, lupa sama sahabat. Nyebelin."
Gusti menumpukan kedua lengannya di atas pagar rumah Velya. "Makanya, lo juga cari cowok dong..."
Velya mengernyit. "Kalau semua cowok bentuknya kayak kalian berdua, nggak deh ya. Makasih banyak. Gue mendingan single."
"Baek-baek jadi perawan tua lo kalau mikir gitu terus, Vel."
Velya memelotot. Dengan dongkol, dia mengarahkan selang airnya pada Gusti, menyiram cowok itu. Gusti melompat mundur dengan gesit, menghindari semburan air, lalu tertawa keras.
"Pergi sana!" usir Velya.
Masih sambil tertawa, Gusti kembali menaiki motornya, tetapi hanya menyangkutkan helmnya di siku. Setelah melempar kecup jauh, yang dibalas Velya dengan berlagak pura-pura muntah, Gusti menjalankan motornya menuju rumah yang berada tepat di samping kiri rumah gadis itu. Sambil memasukan motornya ke pekarangan, Gusti memikirkan apa yang harus diberikannya supaya Velya tidak merajuk terlalu lama. Gadis itu bisa berubah makin menyebalkan saat bad mood.
Memutuskan memikirkannya nanti, sambil berdiskusi dengan Chiko yang pasti juga sedang menjadi sasaran merajuk Velya, Gusti melangkah masuk ke kamarnya dan bersiap mandi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro