Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 03

    Hee Seung berjalan di lorong depan kelas dan mengabaikan tatapan dari para pelajar yang ia lewati. Namun saat itu langkah Hee Seung terhenti ketika seseorang tiba-tiba merangkul bahunya dari belakang.

    Hee Seung menoleh dan mendapati Young Jae tersenyum lebar ke arahnya seakan keduanya sudah dekat meski belum berkenalan secara resmi.

    Young Jae lantas menegur, "kau ke mana saja? Aku mencarimu sejak tadi."

    "Turunkan tanganmu," ucap Hee Seung, masih dengan cara yang dingin.

    Bukannya mendengarkan ucapan Hee Seung, Young Jae justru menepuk dada Hee Seung dan tentunya membuat si murid baru sedikit terkejut.

    Young Jae kemudian berucap, "kau murid baru, sebaiknya jangan berulah jika ingin cepat mendapatkan teman. Kenapa sikapmu dingin sekali?"

    Hee Seung memalingkan wajahnya, dan saat itu seulas senyum tersungging di wajahnya. Dia tidak berniat untuk berteman dengan siapapun di sana, namun dia menyadari bahwa mungkin akan lebih sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa teman.

    "Oh!" Young Jae berseru ketika sempat melihat senyum Hee Seung. Pemuda itu kembali menepuk dada Hee Seung dan berucap, "kau tersenyum? Apa aku sudah mengucapkan sebuah lelucon?"

    Menghilangkan garis senyum di wajahnya, Hee Seung kembali memandang Young Jae. Namun cara Hee Seung memandang pemuda itu kali ini terlihat lebih ramah.

    "Siapa namamu?"

    Young Jae menunjukkan nametag miliknya sembari berucap, "Son Young Jae, kau tidak tahu?"

    "Baek Hee Seung," ucap Hee Seung dengan acuh.

    Hee Seung menurunkan tangan Young Jae dan melanjutkan langkahnya. Namun Young Jae justru mengikuti Hee Seung.

    Hee Seung kemudian menegur dengan acuh, "aku bukan ibumu, berhenti mengikutiku."

    Young Jae justru tersenyum lebar dan menyahut, "kau memiliki selera humor juga."

    Hee Seung sekilas memandang dan mengacuhkan pemuda itu. Namun saat itu wajah Young Jae memperlihatkan keterkejutan ketika pemuda itu melihat seorang siswa yang datang dari arah berlawanan.

    "Tunggu dulu," seru Young Jae.

    Young Jae mempercepat langkahnya dan menarik bahu Hee Seung, lalu mendorong Hee Seung hingga punggung pemuda itu menyentuh dinding. Hee Seung yang mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja terkejut, terlebih Young Jae menahannya.

    "Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Hee Seung, namun tak terlihat marah. Karena alih-alih marah, dia terlihat bingung.

    "Tunggu sebentar," ucap Young Jae dengan suara yang pelan tanpa memandang Hee Seung.

    Hee Seung mengikuti arah pandang Young Jae dan menemukan siswa yang diperhatikan oleh Young Jae. Siswa pemilik aura dingin itu lantas melewati keduanya dan sempat bertemu pandang dengan Hee Seung. Hee Seung mulai bertanya-tanya dalam hati tentang identitas siswa itu, karena kedatangan siswa itu cukup menarik perhatian para pelajar lainnya.

    Setelah siswa itu menjauh, Young Jae bergumam, "kenapa aku masih merasa takut setiap kali berpapasan dengannya?"

    "Minggir," tegur Hee Seung.

    Young Jae yang tersadar lantas segera menjauh dari Hee Seung. "Oh! Maaf, maaf. Aku selalu refleks melakukannya."

    Hee Seung tak peduli. "Siapa murid yang baru saja lewat itu?"

    "Lee Kyung Woo, kita akan berada di kelas yang sama dengan anak itu."

    "Lee Kyung Woo?" gumam Hee Seung, merasa tak begitu asing dengan nama itu.

    Kembali memandang Young Jae, Hee Seung kembali melontarkan pertanyaan, "seberapa besar pengaruh anak itu di sini?"

    Young Jae berucap penuh pertimbangan, "dia tidak memiliki pengaruh apapun. Tapi ... yang membuatnya menarik perhatian mungkin karena dia terlihat sangat kejam."

    "Apa dia geng perundung di sekolah?"

    "Eih ... mana mungkin," Young Jae segera menyangkal. "Dia bukan pelaku perundungan, hanya saja dia adalah orang yang paling tidak memiliki hati. Jika dia mendengar seseorang mengeluh tentang kehidupan, dia akan menyuruh orang itu untuk mati. Ucapannya sangat kejam sedingin hatinya."

    "Apakah di sekolah ini ada kelompok perundungan?"

    "Apa?" Young Jae tertegun.

    "Ada atau tidak?"

    Young Jae tersenyum lebar dengan cara yang canggung. "Apa yang sedang kau bicarakan, Murid baru? Kau bahkan baru saja datang, kenapa kau langsung menanyakan hal semacam itu?"

    "Lupakan," acuh Hee Seung yang kemudian pergi.
 
    "Eih ... dia pergi lagi. Dia anak baru, tapi kenapa terlihat sibuk sekali?" gumam Young Jae.

    Pemuda itu ingin menyusul Hee Seung, namun bel sekolah telah berbunyi dan ia pun harus segera pergi ke kelasnya.

    Dan hari itu juga Hee Seung diperkenalkan sebagai murid baru di SMA Jusang. Berada pada semester akhir dan menempati kelas yang sama dengan Young Jae dan juga Lee Kyung Woo.

    "Namaku Baek Hee Seung, sebelumnya aku bersekolah di Amerika. Mohon bantuannya," sebuah perkenalan singkat yang mengundang kebisingan di ruang kelas.

    Guru Kang lantas mempersilahkan sang murid baru untuk bergabung dengan kelasnya, "baiklah, Baek Hee Seung. Kau bisa duduk di sebelah Young Jae."

    Hee Seung sejenak menundukkan kepalanya sebelum berjalan menuju tempat Young Jae yang duduk di samping jendela. Dan tentunya murid-murid di kelas itu menjadikan Hee Seung sebagai pusat perhatian, kecuali Lee Kyung Woo yang sama sekali tak menunjukkan minatnya.

    Hee Seung menempati bangkunya dan segera disambut oleh Young Jae dengan antusias.

    "Kau benar-benar dari Amerika?"

    Hee Seung hanya memandang, tak berniat memberikan jawaban. Namun sepertinya Young Jae bukanlah tipe murid yang bisa tenang jika tidak berbicara.

    "Di mana kau tinggal? Aku dulu juga pernah tinggal di Amerika."

    "Aku tidak tertarik dengan silsilah keluargamu."

    Young Jae segera menegakkan tubuhnya dan memandang tanpa minat. Pemuda itu lantas bergumam, "aku seperti melihat dua gunung es di dalam kelas ini."

    Young Jae lantas membuka bukunya dan berhenti menginterogasi si murid baru. Sementara Hee Seung mengarahkan pandangannya pada gunung es yang dimaksud oleh Young Jae sebelumnya.

    Lee Kyung Woo, pemuda yang duduk di bangku paling belakang dan terletak di seberang tempat duduknya. Hee Seung baru mengingat di mana ia pernah melihat nama pemuda itu. Dan detik itu juga Hee Seung tertarik untuk mengenal orang seperti apa pemuda bernama Lee Kyung Woo itu.








HOME SWEET HOME





    Kelas pertama berakhir, beberapa murid membuat kegaduhan di ruang kelas ketika sang Guru meninggalkan ruang kelas. Hee Seung menjatuhkan pandangannya pada orang yang sedari tadi memandangnya tanpa berkomentar, dan orang tersebut tidak lain adalah Son Young Jae.

    "Berhenti melihatku," guman Hee Seung.

    "Kau orang asing yang duduk di sampingku, bagaimana bisa aku tidak melihatmu?"

    Hee Seung menghela napas singkat. Memalingkan wajahnya dan bergumam, "kau pasti tidak memiliki teman."

    "Kenapa?"

    "Tidak ada orang yang mau berteman dengan orang berisik sepertimu."

    Young Jae tersenyum tak percaya, terlihat tak terima dengan ucapan Hee Seung.

    "Bicara apa kau ini? Tanyakan saja pada semua penghuni bangunan ini apakah mereka mengenal Son Young Jae atau tidak. Jangan berbicara sembarangan jika kau tidak tahu seberapa terkenalnya aku di sini."

    Hee Seung hanya tersenyum tipis, tak bermaksud menyahuti Young Jae. Hee Seung lantas mengeluarkan ponselnya, mencari pengalihan di saat ia tidak tertarik dengan apapun yang berada di sana. Namun saat itu Young Jae menemukan hal menarik pada dirinya.

    Netra Young Jae memicing, menatap sinis pada jam tangan yang dikenakan oleh Hee Seung. Merasa penasaran, Young Jae mencondongkan tubuhnya dan mengamati jam tangan yang terlihat mahal tersebut. Hee Seung yang menyadari hal itu otomatis memandang Young Jae.

    Young Jae sekilas memiringkan kepalanya dan menegakkan tubuhnya. Terlihat mempertimbangkan sesuatu, Young Jae lantas mengeluarkan ponselnya. Sejenak fokus pada layar ponselnya hingga pergerakan jemarinya terhenti ketika ia menemukan apa yang tengah ia cari.

    Terdapat gambar jam tangan di layar ponsel Young Jae. Dan pemuda itu tampak membandingkan jam tangan tersebut dengan jam tangan yang saat ini dipakai oleh Hee Seung.

    Setelah beberapa saat, Young Jae bergumam tak percaya, "sulit dipercaya."

    Pandangan keduanya lantas bertemu. Young Jae mengerjapkan matanya sebelum memperbaiki posisi duduknya menghadap Hee Seung.

    Young Jae lantas menunjukkan layar ponselnya pada Hee Seung sembari berucap, "kau memakai jam tangan ini, bukan?"

    Hee Seung mengangguk, tak peka dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Young Jae.

    Young Jae tersenyum tak percaya. "Bukankah kau sedikit berlebihan, Murid baru?"

    Sebelah alis Hee Seung terangkat, tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Young Jae.

    Young Jae kemudian mengangkat tangan Hee Seung yang mengenakan jam tangan.

    "Bagaimana bisa seorang murid SMA datang ke sekolah dengan memakai jam tangan semahal ini? Kau sedang ingin memamerkan kekayaan orang tuamu?"

    Hee Seung menarik tangannya hingga terlepas dari Young Jae. Tak merasa ada yang salah, Hee Seung memperhatikan jam tangan yang ia pakai.

    "Apanya yang salah? Aku membelinya dengan uangku sendiri, aku memiliki hak untuk memakainya atau tidak."

    Jawaban sederhana itu membuat Young Jae terperangah. "Kau membelinya dengan uangmu sendiri? Memangnya apa pekerjaanmu?"

    Hee Seung tertegun selama beberapa saat dan membuat Young Jae menatapnya dengan curiga.

    Young Jae menegur, "kenapa kau tidak menjawab?"

    "Aku memiliki sponsor," jawab Hee Seung tanpa pikir panjang.

    Young Jae tersenyum tak percaya. "Aku saja tidak pernah memakai jam tangan semahal itu. Sponsor-mu itu pasti sangat kaya."

    "Tapi dari mana kau tahu jika jam tangan ini adalah barang mahal?"

    "Kau sedang menghinaku?" Young Jae tak terima.

    "Aku sedang bertanya."

    "Hanya sekali melihatnya aku sudah tahu jika itu barang mahal. Tunggu saja nanti, akan aku lihat mobil mana yang kau masuki."

    Hee Seung memalingkan wajahnya dan tersenyum tak percaya. Di hari pertamanya di sekolah baru, ia sudah bertemu dengan murid berjiwa detektif. Namun Hee Seung lebih setuju dengan sebutan penguntit dibandingkan dengan detektif.

    Saat itu Pandangan Hee Seung tak sengaja bertemu dengan tatapan dingin Lee Kyung Woo yang entah sejak kapan pemuda itu memperhatikan si murid baru. Hal itu membuat garis senyum di wajah Hee Seung memudar. Hee Seung merasakannya, ada hal yang disembunyikan dari tatapan dingin seorang Lee Kyung Woo. Dan ia memiliki tekad untuk mencari tahu apakah hal itu.

Selesai ditulis : 06.03.2021
Dipublikasikan : 15.03.2021

  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro