Chapter 02
24 April, Korea Selatan.
Satu bulan setelah kematian Hwang Intaek.
Seorang pemuda keluar dari kamar mandi dengan mengenakan seragam SMA. Menyampirkan handuk pada sandaran kursi, pemuda itu melakukan persiapan kecil sebelum berangkat sekolah. Setelah selesai memakai sepatunya, pemuda itu meraih jas sekolah miliknya dan lantas memakainya di hadapan sebuah kaca yang memperlihatkan sosoknya.
Sebagai sentuhan akhir, pemuda itu membenahi posisi nametag yang berada pada seragamnya. Baek Hee Seung, tertulis sebagai identitas pemuda itu. Berdiri beberapa saat di depan cermin, Hee Seung memandang sosoknya yang lain di dalam cermin.
Tatapan mata yang terlihat masih menyimpan sebuah kemarahan itu lantas membuat sikapnya terkesan dingin. Sekilas melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya, Hee Seung meraih ransel miliknya dan meninggalkan ruangan itu.
HOME SWEET HOME
SMA Jusang.
Seoul, Korea Selatan.
Musim semi masih berlanjut, namun udara dingin yang tersisa dari musim dingin telah benar-benar pergi. Pagi yang cerah, pepohonan di pinggir jalan yang dipenuhi oleh bunga yang bermekaran. Aktivitas kota besar itu kembali normal setelah kegelapan terkikis.
Hee Seung memasuki halaman SMA Jusang, dan sosok asingnya itu berhasil menarik perhatian beberapa murid yang ia lewati. Bukan hanya karena ia adalah orang baru di sana, para murid tak bisa memalingkan perhatian mereka karena wajahnya yang cukup rupawan. Rahang tegas dengan tatapan tajam, aura dingin yang akan menarik hati para gadis yang ia temui.
"Siapa dia?" kalimat itu berhasil sampai ke telinga Hee Seung. Dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar.
Pelajar lainnya menyahut, "tidak tahu, aku tidak pernah melihatnya sebelum ini."
"Apakah dia murid baru?"
"Omo! Dia lumayan tampan."
"Ya! Apa yang sedang kau lakukan? Kau selalu seperti itu setiap kali melihat pria tampan."
"Benar ... hatiku memang lemah terhadap pria tampan."
"Kau sudah gila!"
"Kenapa dia tidak melihat kemari?"
"Hentikan, kau membuatku geli."
Bagai orang dungu, Hee Seung tak peduli terhadap para gadis yang tengah meributkannya. Langkah tanpa keraguan itu memasuki bangunan sekolah. Dan bukan hanya para pelajar wanita yang kini memandangnya dengan tatapan menghakimi, melainkan juga para pelajar laki-laki.
Tanpa repot-repot bertanya, Hee Seung mampu menemukan ruangan guru dengan mudah. Namun ketika ia berbelok, seorang siswa dari arah berlawanan bertabrakan dengannya.
"Aigoo!" seru pemuda itu ketika ialah yang harus mundur ketika Hee Seung tetap berdiri tegap.
"Apa yang baru saja aku tabrak? Apa aku menabrak batu?" gerutu pemuda itu sebelum melihat siapakah orang yang bertabrakan dengannya.
Son Young Jae, identitas yang ditunjukkan pemuda itu dari seragam yang ia kenakan. Dan Hee Seung melihat nama itu.
Young Jae menegakkan tubuhnya dan tertegun ketika melihat wajah asing di hadapannya saat ini.
"Siapa? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Kau dari kelas berapa?"
Hee Seung tak berniat menjawab dan melewati Young Jae begitu saja, dan tentu saja hal itu membuat kesan buruk dalam pertemuan pertamanya dengan pemuda bernama Son Young Jae tersebut.
Young Jae menatap tak percaya dan bergumam, "apa-apaan orang itu? Dia bahkan lebih dingin dari pada Lee Kyung Woo."
Merasa penasaran, Young Jae pun menyusul Hee Seung ke ruang guru. Namun Young Jae hanya mengintip dari pintu ketika melihat Hee Seung berbicara dengan salah seorang guru di sana.
"Oh! Apa kau yang bernama Baek Hee Seung?" tegur seorang guru laki-laki yang duduk di hadapan Hee Seung.
Hee Seung yang masih berdiri menjawab dengan lebih sopan, "benar, Guru."
"Aku sudah melihat catatanmu kemarin. Semoga kau bisa cepat bersosialisasi dengan lingkungan barumu."
Guru itu tak sengaja menemukan keberadaan Young Jae dan langsung menegur, "oh! Young Jae, kemarilah."
Young Jae segera berdiri dengan tegap dan terlihat gugup ketika ketahuan telah menjadi penguntit. Dan mau tidak mau pemuda itu lantas kembali ke ruang guru. Berdiri di samping Hee Seung, Young Jae sekilas mencuri pandang pada sang murid baru yang terlihat sangat misterius itu.
Young Jae lantas menegur sang guru yang sebelumnya memanggilnya, "kenapa Guru Kang memanggilku lagi? Bukankah urusan kita sudah selesai?"
"Eih ... kau memang tidak memiliki sopan santun," ucap Guru Kang sedikit kesal, namun hal itu tidak serius.
Young Jae yang melihat hal itu hanya tersenyum lebar.
Guru Kang lantas berbicara, "kenalkan, dia Baek Hee Seung. Murid baru yang akan menjadi teman kelasmu. Karena kau adalah murid yang paling tidak memiliki kesibukan, antarlah Hee Seung berkeliling."
Young Jae menatap tak terima dan lantas bergumam, "eih ... bagaimana bisa Guru membuat reputasi buruk untukku di hadapan murid baru?"
"Apa?"
"Tidak, tidak, aku tidak mengatakan apapun," Young Jae menyangkal dengan cepat, tak ingin memperpanjang masalah.
Young Jae kemudian perlahan menolehkan kepalanya ke samping, memandang Hee Seung dengan sangat berhati-hati. Dan hal itu berhasil mengusik Guru Kang.
"Apa yang sedang kau lakukan, Son Young Jae?"
Young Jae memandang Guru Kang dan diam-diam menunjuk Hee Seung seakan ingin membuat isyarat dengan Guru Kang. Namun Guru Kang tak mengerti apa maksud pemuda itu.
"Apa? Apa yang sedang kau lakukan?"
"Dasar tidak peka," cibir Young Jae kemudian.
"Apa?" Guru Kang kembali murka, tak peduli jika di depannya masih ada murid baru.
Hee Seung lantas menengahi, "kalau begitu, aku permisi."
Guru Kang tiba-tiba bersikap lembut, "ah, ya, ya. Jika membutuhkan sesuatu, kau bisa meminta bantuan Young Jae."
Hee Seung sekilas membungkukkan badannya dan meninggalkan ruang guru, sementara Young Jae kembali terlibat pertikaian kecil dengan sang wali kelas.
"Ya! Kau sengaja ingin membuatku terlihat buruk di depan murid baru?" tegur Guru Kang bernada kesal.
"Dia masih mendengarnya. Lagi pula aku tidak melakukan apapun, kenapa Guru Kang selalu berkecil hati setiap kali berbicara denganku?"
"Apa maksudmu dengan berkecil hati?"
"Murid baru itu masih bisa mendengar suara Guru."
Guru Kang segera memandang ke pintu dan tak lagi melihat keberadaan Hee Seung. Namun benar yang dikatakan oleh Young Jae bahwa Hee Seung mendengar pembicaraan mereka.
Meninggalkan keramaian, Hee Seung menapakkan kakinya di atap gedung sekolah dan tak ada siapapun sejauh mata memandang.
Berjalan menjauh dari pintu, langkah Hee Seung terhenti tepat di tepi atap gedung dan bisa membuatnya melihat aktivitas yang terjadi di halaman bangunan sekolah.
Sejenak memandang ke bawah, Hee Seung kembali merasakan kemarahan ketika ia tidak sadar bahwa tempatnya berdiri saat ini adalah tempat di mana Hwang Intaek berdiri satu bulan yang lalu.
"Kak Hee Seung, kapan kau akan pulang? Sebentar lagi hari ulang tahun ibu, temani aku membeli hadiah ulang tahun untuk ibu ..."
Sekelebat kenangan yang menyakitkan kembali menguasai ingatan Hee Seung. Suara Hwang Intaek yang ia dengarkan melalui sambungan telepon satu bulan yang lalu, tepatnya satu hari sebelum tanggal kematian Hwang Intaek.
Ada banyak hal yang Hee Seung sesali dalam hidupnya. Dan salah satu hal yang ia sesali baru-baru ini adalah ketika ia tak memberikan jawaban dengan sungguh-sungguh ketika Intaek menghubunginya waktu itu.
Meninggalkan penyesalannya di belakang punggungnya, Hee Seung mengangkat pandangannya. Menatap lurus ke depan dengan kedua tangan yang perlahan terkepal. Hee Seung menguatkan keyakinannya sebagai alasan kenapa ia harus berada di tempat itu.
"Aku di sini, Hwang Intaek. Sudah terlambat, aku sungguh minta maaf.
Selesai ditulis : 04.03.2021
Dipublikasikan : 15.03.2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro