Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

||16. Sebuah Rasa Bersalah||

"Sialan! Kau bodoh Yoongi," desis pemuda berkulit pucat itu pada dirinya sendiri.

Ia mendaratkan tinjuannya pada dinding di koridor yang sepi. Tadi ia terlampau kalut, mendengar kabar dari salah satu teman dokternya yang bekerja di rumah sakit ini jika dua saudaranya baru saja mengalami kecelakaan. Yoongi yang bahkan baru selesai menjalani operasi tanpa pikir panjang bertolak ke sini. Pikirannya yang semrawut lantas menemukan Jungkook dalam keadaan demikian, mendadak membangkitkan angkaranya. Tidak, angkara itu tidak ia tujukan pada Jungkook. Namun pada sosok yang sudah berani mengusik ketenangan keluarganya, sehingga ia gagal mengontrol tindakannya.

Tatapan Jungkook yang menyorotnya gentar, kembali membayangi Yoongi. Kini perasaan bersalah tak dapat ia cegah. Seharusnya ia mampu mengendalikan dirinya tadi. Seharusnya ia bisa berpikir lebih jernih.

"Hyung," panggilan pelan itu, tanpa menoleh pun Yoongi tahu bahwa orang itu Hoseok. Pemuda yang sembilan tahun lebih muda darinya itu duduk di sebelahnya. Ia menelaah wajah Yoongi dari samping sejenak, sebelum melempar pandangan ke dinding kosong di depannya.

"Kita pasti bisa mengalahkannya, Hyung," Hoseok menarawang jauh pada kejadian sepuluh tahun silam. Kala mereka menemukan Jungkook di hutan berlari tak tentu arah dengan kondisi memprihatinkan. Kala mereka memutuskan menolong anak itu dari para bandit itu. Kala mereka memutuskan untuk terlibat lebih jauh dalam menjebloskan komplotan Jang Goeun, guna membebaskan Jungkook seutuhnya. Barangkali kala itu Hoseok memang cuma seorang remaja berusia sebelas tahun, tetapi ia sudah cukup mengerti. "Sama seperti dulu, Hyung. Apalagi Jang Goeun hanya sendiri sekarang. Tidak mungkin kita tidak bisa mengalahkannya."

Yoongi bukan Hoseok, yang senantiasa dipenuhi hal-hal positif. Ia adalah antonim pemuda itu. Sebab pikirannya selalu dipenuhi kemungkinan-kemungkinan negatif. Jang Goeun memang sendiri sekarang, tetapi bagaimana kalau hal itu justru membuatnya dapat bertindak lebih gesit? Bagaimana kalau mereka tak seberuntung dulu? Bagaimana kalau pria itu berhasil melukai Jungkook lebih parah? Merenggut anak itu dari sisinya. Yoongi mengetatkan rahang. Tidak. Ia tidak akan siap kalau harus kehilangan untuk yang kedua kalinya. Cukup orang tuanya yang pergi, meninggalkan Yoongi hingga nyaris tenggelam dalam keputusasaan. Ia tak akan membiarkan siapapun menghilang dari hidupnya lagi.

Tidak Jungkook, maupun siapapun.

"Harus," gumam Yoongi. Meskipun kecil, Hoseok dapat mendengarnya dengan jelas. Ia menengok dan menemukan tatapan pria tiga puluh tahun itu lurus menghunus dinding. "Bagaiaman pun caranya, kita harus mengalahkan pria itu lagi."

Senyum tipis Hoseok terukir.

"Maafkan tindakanku yang kelewat batas barusan. Aku hanya terlalu takut, Hoseok-ah."

"Aku paham. Hyung tidak mungkin ingin melukai Jungkook dengan sengaja, dan aku juga yakin, dengan sedikit penjelasan Jungkook pasti juga memahami hal itu."

Yoongi kembali diam, jauh di dalam hatinya ia meragukan pernyataan Hoseok yang kedua. Hoseok baru saja membuka mulutnya, ketika dering ponsel Yoongi menginterupsi. "Bagaimana keadaannya?"

Hoseok cuma diam memerhatikan. Ia paham, itu pasti panggilan dari rumah sakit tempat Yoongi bekerja.

"Baiklah. Aku akan sampai dalam waktu sepuluh menit." Yoongi kembali mengantongi ponselnya. Menoleh cepat pada pemuda di sebelahnya. "Hyung harus pergi Hoseok-ah. Jika terjadi sesuatu segera hubungi, Hyung."

Hoseok mengangguk, dan Yoongi pun berlari melewati koridor. Sejurus kemudian Hoseok bertolak menuju ruangan Seokjin dan Jungkook, yang detik itu sudah melepaskan infus di tangan bersiap pergi.

"Hoseok-ah, di mana Yoongi Hyung?" tanya Namjoon pelan.

"Yoongi Hyung harus kembali ke rumah sakit. Kalian akan pulang sekarang?"

Seokjin mengangguk. "Dokter bilang tidak apa-apa. Jungkook juga sudah memaksa ingin pulang sedari tadi."

Hoseok mengangguk paham. Pandangannya beralih ke Jungkook yang sedari tadi memerhatikannya dalam diam. Mata bulat anak itu seperti tengah mencari-cari sesuatu, dan Hoseok tahu apa yang tengah dicarinya. "Jungkookie, Yoongi Hyung tadi mendapat panggilan dari rumah sakit. Katanya maaf tidak bisa menemani lebih lama. Tidak apa-apa 'kan?"

Jungkook mengerjap pelan, tatapannya menyendu. Sembari menggigiti bibir bagian dalamnya, ia mencicit. "Yoongi Hyung pasti sangat marah padaku 'kan? Aku—"

"Tidak." Hoseok memotong. Ia mengusap lengan Jungkook. "Yoongi Hyung tidak marah sama sekali, kok. Yoongi Hyung hanya terlalu khawatir. Jungkookie tahu 'kan kalau hyungmu yang satu itu sangat payah dalam mengungkapkan emosinya?"

Jungkook mengangguk pelan. Sementara di sisi lain, Seokjin baru saja mendapat kabar dari Jongsuk kalau penyebab kecelakaannya ialah lantaran rem mobilnya yang disabotase. Kini Jongsuk tengah menyelidiknya. Rahang Seokjin mengeras, dan gerak-geriknya tidak luput dari perhatian Taehyung. "Ada apa, Hyung?"

Seokjin menjengit, lantas menggeleng. "Bukan apa-apa. Ayo kita pulang sekarang."

*

Jungkook merebahkan dirinya di sofa di ruang menonton. Sorotannya lurus pada televisi yang tak menyala, sehingga memantulkan cerminan dirinya. Para kakaknya yang lain sedang membersihkan diri saat ini, sehingga ia sendirian di sana. Pikirannya melalang buana pada kejadian beberapa jam yang lalu.

Jang Goeun. Pria itu sudah melewati batas dengan menyakiti kakaknya. Jungkook tak bisa membiarkannya begitu saja. Jungkook merasa bertanggung jawab atas apa yang sudah pria itu perbuat. Sebab jika bukan karena dirinya, para kakaknya itu tak mungkin berhubungan dengan sosok seberbahaya Goeun.

"Kook."

"Ya, Hyung?"

"Kau mau memesan apa? Hyung mau delivery makanan."

"Apa saja, Hyung. Aku memakan segalanya."

Namjoon mengangguk, kembali menghilang. Sejurus kemudian, Taehyung muncul. Ia mengangkat kaki Jungkook dan duduk di sana. Satu per satu yang lainnya lantas bergabung, menyaksikan satu acara televisi yang sesungguhnya tidak benar-benar mereka perhatikan. Jungkook memandang kakak-kakaknya satu per satu, membasahi bibirnya, bersiap membuka suara. "Hyung."

Kelima pemuda itu serempak menoleh ke arah Jungkook. Membuat anak itu gugup seketika. "Ada apa, Kook-ah?" Seokjin bertanya, melihat Jungkook yang cuma terdiam setelah memanggil mereka.

"Jang Goeun...." Jungkook memberi jeda untuk melihat reaksi kakaknya. "Apa dia kabur dari penjara?" Jungkook masih belum mengetahui kejelasan akan hal ini. Apakah pria itu memang betul kabur, atau sudah bebas dengan jaminan. Mengingat perkataan Yoongi padanya di rumah sakit beberapa jam yang lalu, besar kemungkinan para kakaknya mengetahui sesuatu.

Anggukan Seokjin pun menjawab segalanya. "Sudah dua minggu ini dia berhasil bersembunyi dari kejaran polisi, Kook," jelas Seokjin. Pemuda yang paling tua itu beringsut mendekati Jungkook yang tampak risau. "Tapi Kookie tenang saja. Tim Paman Jongsuk yang menanganinya, Jungkookie masih ingat Paman Jongsuk bukan?"

Jungkook mengangguk. Ia mengingat nama itu, yang dulu juga berperan dalam penjeblosan komplotan Jang Goeun ke penjara.

"Paman Jongsuk pasti akan segera menangkap Jang Goeun kembali. Jadi Kookie tidak perlu khawatir." Seokjin membaca raut Jungkook sejenak. "Tapi dari mana Kookie tahu kalau Jang Goeun kabur? Seingat Hyung, Hyung belum sempat memberitahu hal ini padamu."

Jungkook menarik napas dalam-dalam, kalau sudah begini ia tidak memiliki alasan untuk tetap bungkam. "Aku bertemu dengannya beberapa kali, Hyung." Air muka para kakaknya seketika dialiri kecemasan. Dari sudut matanya Jungkook melihat, kalau Taehyung tampak hendak mengatakan sesuatu tetapi Jimin mencegah pemuda itu. Mereka tetap diam menunggu kelanjutan pernyataan yang termuda. "Yang pertama di rumah sakit sewaktu aku baru sadar, lalu saat kita mampir di restoran sepulang dari rumah sakit. Yang ketiga saat aku pingsan di kamar... dia berhasil masuk dari jendela yang lupa dikunci. Lalu terakhir... saat kecelakaan itu. Sebenarnya aku sempat sadar sebentar, dan a-aku melihat dia di sana Hyung. Dia nyaris melukai Jin Hyung."

Jungkook menundukkan kepalanya, meremat ke sepuluh jemarinya. Seokjin menggenggam tangan Jungkook, menghentikan pergerakan anak itu. "Kenapa baru mengatakannya sekarang?"

Kepala Jungkook tergeleng kecil. Seokjin dapat merasakan jemari mungil di genggamannya tremor. Remaja di hadapannya tampak kesulitan mengeluarkan kata-kata. Menyaksikan reaksi Jungkook, membuat hatinya turut merasa perih. Ia mengeratkan genggamannya, lantas beralih mendekap tubuh Jungkook. "Tidak apa-apa, Jungkook-ah. Semuanya akan baik-baik saja sekarang. Hyung akan pastikan dia tidak akan bisa macam-macam padamu lagi setelah ini. Terima kasih karena sudah menceritakannya, ya. Dan maaf karena Hyung tidak bisa melindungimu saat itu."

Sementara di sisi lain, keempat pemuda yang lainnya cuma mampu terdiam. Pengakuan Jungkook barusan sukses membuat mereka merasa gagal dan bersalah di saat yang bersamaan.

"Kita harus pindah dari sini, Hyung." Kalimat yang dilontarkan oleh pemuda pucat yang ternyata sudah berdiri tidak jauh dari mereka sedari tadi, menyedot perhatian mereka. "Tempat ini tidak aman. Dia bahkan sudah berhasil menerobos masuk."

"Tapi ke mana kita akan pindah, Yoon?"

"Ke apartemenku."

"Kau yakin?"

Yoongi paham mengapa Seokjin bertanya demikian. Apartemen Yoongi, itu dulunya tempat ia tinggal bersama kedua orang tuanya sebelum mereka pergi meninggalkan pemuda itu. Yoongi tidak lagi menempatinya, sebab di sana terlalu banyak kenangan menyakitkan. "Semua itu sudah lama berlalu, Hyung, dan aku sudah baik-baik saja sekarang." Yoongi melabuhkan pandangan pada sosok Jungkook yang mengkeret dipelukan Seokjin. Baginya tidak ada yang lebih penting dari keselamatan remaja itu sekarang.

"Baiklah, kalau begitu besok kita akan pindah ke sana."


To be continued

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya^^
Cerio.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro