Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

||1. Boncengan Sepulang Sekolah||

Telapak kaki berbalut sepatu hitam, mengetuk-ngetuk aspal. Punggung remaja pemilik mata bundar, bersender pada gerbang yang terbuka. Menanti kedatangan dua kakak laki-laki yang dua tahun lebih tua, dari bangunan besar di dalam sana.

Bentangan cakrawala yang di detik pertama Jungkook tiba di sana masih berwarna biru muda, telah berangsur terciprat campuran cat kuning serta merah. Hampir dua jam dan yang dinanti-nantikan belum menampakan batang hidung. Barangkali Jungkook masih bisa menoleransi hal tersebut, andaikata tiga puluh menit yang lalu—kala banyak siswa yang berhamburan ke luar—kedua kakaknya itu tergabung di sana. Namun nyatanya, mereka tak di sana.

Bibir plum Jungkook mengerucut kesal. Bila saja sepeda gayung yang selama ini dia gunakan untuk transportasi ke sekolah, tidak mendadak kempes. Jungkook tak perlu membuang waktu pada hal yang tidak pasti begini. Entah kapan dua kakaknya akan muncul. Ingin menghubungi pun dengan apa? Ponsel tak punya. Sebab aturan dalam keluarga hanya membolehkan seseorang memiliki ponsel bila setidaknya telah berada di sekolah menengah atas. Artinya butuh waktu setahun kurang bagi Jungkook untuk memilikinya.

Sesungguhnya Jungkook bisa saja memilih pulang lebih dulu dengan jalan kaki atau menumpang bus. Namun Jungkook tak bisa melakukannya. Lantaran kedua kakaknya juga telah berjanji pada Jungkook, untuk mentraktir di kedai ramen milik Bibi Oh. Sebagai pecinta makanan apa lagi yang gratisan, Jungkook jelas tak bisa melewatkan begitu saja.

Jadilah Jungkook cuma bisa menanti dalam ketidakpastian.

"JUNGKOOK-AH AWAS REMKU RUSAK!"

Seketika yang diteriaki memalingkan muka, dan menemukan Taehyung tengah meluncur cepat ke arahnya mengendarai sepeda. Namun alih-alih menyingkir, Jungkook justru tetap stagnan di tempat. Hingga Taehyung akhirnya terhenti dengan roda depan yang berjarak sesenti dari lutut Jungkook. Tak lama Jimin menyusul santai.

"Kau ini, bukannya aku suruh menyingkir."

Jungkook melipat tangan di perut. "Tidak perlu menyingkir. Kalau kau pintar, kau bisa menghentikan sepeda menggunakan dua kaki panjangmu itu." Mata bulat Jungkook menyipit, memandang silih berganti antara Taehyung dan rem sepeda. "Lagi pula remnya tidak blong tuh. Maaf saja, ya. Aku tidak semudah itu dibodohi."

"Aigoo. Adikku sudah semakin pintar ternyata."

Jungkook menepis jemari Taehyung yang mengelus-ngelus bawah dagunya. "Ke mana saja? Kenapa kalian lama sekali? Anak-anak lain sudah pulang dari tiga puluh menit yang lalu tuh. Kalian membuatku nyaris jamuran menunggu di sini."

"Aduh, maaf ya, Kook. Kami benar-benar lupa kalau hari ini harus pulang bersamamu. Jadi tadi kami main basket dulu. Beruntung aku ingat di tengah-tengah permainan."

Jimin meringis pelan, menampilkan raut penyesalan. Sementara Taehyung justru berdecak seakan Jimin baru saja melakukan kesalahan besar. "Astaga, Jim. Kenapa kau jujur sekali. Seharusnya bilang saja kalau tadi kita ada tugas sekolah mendadak."

"Sayangnya Jimin hyung bukan pembohong seperti mu, Tae." Jungkook melenggang mendekati Jimin, dan menaiki sepeda Jimin. Berboncengan di sana. "Ayo, hyung. Kita pergi. Tinggalkan saja calon penghuni kerak neraka itu. Oiya. Kita jadi makan ramen di kedai Bibi Oh, kan?"

"Tentu saja, kita meluncur sekarang!" seru Pemuda bermata sipit, lantas menekan pedal sepeda. Meninggalkan Taehyung yang berdecak kesal sebab diabaikan begitu saja.

"YA! BERANI-BERANINYA KALIAN MENINGGALKAN SEORANG KIM TAEHYUNG!"

Teriakan menggelegar tersebut hanya dibalas oleh peletan lidah Jungkook.

*

Jungkook, Taehyung, serta Jimin baru saja selesai menyantap ramen nikmat di kedai Bibi Oh. Jungkook kekenyangan dengan euforia yang luar biasa meluap-luap, sampai-sampai tidak bisa berhenti tersenyum memamerkan gigi kelincinya. Kemudian diperjalanan pulang ketika melewati sebuah minimarket, mendadak ingin membeli eskrim stroberi kesukaannya.

"Hyung-hyung, berhenti!" seru Jungkook, sambil memukul-mukul pundak Jimin.

Pemuda pendek itu segera berhenti seraya meringis dan menggerutu. "Haduh, sakit tau. Tidak pakai pukul, kan bisa. Lupa ya, tenagamu udah kayak babon?!"

Jungkook tak menghiraukan, telunjuknya lurus terarah pada minimarket dengan mata agak berbinar. "Hyung! Setelah makan ramen itu enaknya menikmati yang segar-segar. Ayo beli eskrim."

"Bagus. Siapa yang bayar?" Itu Taehyung yang bertanya.

"Kalian, lah," jawab Jungkook tanpa ragu.

"Hee. Bagus sekali. Kau ini sudah dikasih jantung minta hati. Sudah ditraktir ramen sekarang minta traktir eskrim pula. Maaf yah, Kook. Kalau kau lupa, kami juga pelajar sepertimu yang masih bergantung uang saku. Kami bukan anak sultan yang kentut saja keluar uang."

Jungkook mencebik. "Ya sudah. Kalau tidak mau bilang aja tidak mau. Tidak usah mengoceh panjang kali lebar." Merasa agak gondok, sih. Sedikit, tetapi Jungkook mengerti, kok. Dia juga tidak bersungguh-sungguh waktu minta ditraktir tadi. Cuma asal bicara saja, kalau betulan ditraktir ya syukur, kalau tidak, ya santai saja. Jungkook juga punya uang, tahu.

"Duh, maaf ya, Kook. Sepertinya sisa uangku tidak akan cukup kalau harus beli eskrim lagi."

Jungkook mengalihkan pandangan pada Jimin, lalu melompat turun dari sepeda. "Tidak apa-apa, Hyung. Aku masih ada uang, kok. Cukup untuk membeli satu eskrim. Nanti kita bagi-bagi berdua."

"Apa-apaan, berdua? Bertiga."

"Kok, aku seperti mendengar suara, ya, hyung? Hiih ngeri, kayaknya di sini ada penunggunya. Baiklah kalau gitu, aku beli eskrim dulu, supaya kita bisa pergi dari tempat ini secepat mungkin."

Setelah berkata demikian, Jungkook langsung berlari memasuki minimarket tujuannya. Mengabaikan seruan Taehyung. "Ya! Bocah tengik! Kau bilang aku apa? Hantu?! Ya!"

Lantas, tidak butuh waktu lama bagi Jungkook keluar sembari membawa sebuah eskrim rasa stroberi. Namun, baru saja ia melangkah keluar. Baru saja ia hendak menyobek kertas pembungkus eskrim, kala mendadak eskrim di genggaman lenyap di tarik begitu saja.

"Taehyung, kembalikan eskrimu!"

Taehyung menggoyang-goyangkan eskrim Jungkook, berniat menggoda yang lebih muda. "Panggil aku, Hyung, bocah nakal."

Tangan Jungkook melayang ke sisi kiri tubuh Taehyung untuk merebut jajanannya. Namun Taehyung tanggap menghindar.

"Kembalikan eskrimku sekarang, Taehyung-ah."

Taehyung menekan bibir ke dalam satu garis lurus. "Membandel rupayanya. Okay kalau begitu." Selanjutnya, pemuda itu mendadak kabur membawa eskrim Jungkook sambil berteriak heboh. "Ayo tangkap aku, kalau bisa, kelinci gembul!"

Pemuda itu berlari sambil tertawa terbahak-bahak. Merasa senang berhasil mengerjai adiknya lagi, begitu melihat Jungkook mengejar nya dari belakang.

Sementara Jimin, tak berkomentar apa pun mengenai hal tersebut. Ia terlanjur terbiasa. Karena Taehyung yang berlari meninggalkan sepedanya, terpaksa Jimin mesti membawa sepeda anak itu bersamanya. Menyusul dua adiknya pelan-pelan, sembari mengawasi dari kejauhan. Dua bocah itu seperti tak kekurangan energi, berlari secepat kilat dan tahu-tahu sudah menghilang dari pandangan Jimin.

Sementara di sisi lain, Taehyung asyik berlari. Sesungguhnya jika ditilik dari segi kebugaran, Jungkook berada di atas dirinya. Taehyung agak sangsi ia bisa lolos dari kejaran anak itu, tetapi seperkian detik berlalu Jungkook belum juga menangkapnya. Menoleh ke belakang, yang ia temukan justru anak itu tengah berlutut di atas aspal. Taehyung mendelik kaget, buru-buru menghampiri Jungkook yang tampak meringis kecil.

"Hey, kenapa bisa jatuh? Haduh makanya hati-hati dong. Mana-mana, sini coba lihat, luka tidak?"

Jungkook memberengut, bibir plumnya maju dua senti. Ia lantas mencoba bangkit dengan luka di lutut. Taehyung kontan dibikin meringis cuma dengan melihatnya. "Aku jatuh juga gara-gara mengejarmu, Tae."

"Malah menyalahkanku. Ini tuh kau kualat tahu, karena tidak sopan sama yang lebih tua." Taehyung mencolek dagu Jungkook, tetapi anak itu menempisnya. "Nih kukembalikan es krimmu."

Jungkook cuma melirik sekilas, sebelum beranjak pergi meninggalkan Taehyung sembari berkata, "Ambil saja. Aku sudah tidak selera."

Taehyung memerhatikan punggung Jungkook yang semakin menjauh darinya. "Haduh, ngambek deh, kelinci gembul ini." Tatapannya kemudian jatuh pada cara berjalan Jungkook yang berjingkat-jingkat. Hela napasnya pun lolos.

"Loh, kenapa?" Taehyung terjengit kaget begitu suara Jimin tiba-tiba datang. Pemuda bermata sipit itu sedang memandang silih berganti antara dirinya dan Jungkook seraya memegangi dua sepeda. Tanpa aba-aba, Taehyung meraih setang sepedanya. "Jimin, kau pulanglah duluan. Jungkook biar bersamaku. Oke?"

Tanpa menunggu jawaban, Taehyung mengayuh sepedanya menuju Jungkook. "Ayo naik."

"Tidak usah."

"Eiiy. Akan butuh waktu seharian sampai di rumah kalau kau berjalan begitu, Kook. Aku yakin itu pasti sakit juga, kan? Ayo naik."

"Aku bersama Jimin Hyung saja."

Taehyung menoleh ke belakang, ke arah di mana Jimin setia mengayuh sepeda lebih lambat dari dua pemuda yang lebih muda darinya itu. Taehyung lalu memainkan alis serta kepalanya. Seolah mengerti apa yang pemuda itu coba sampaikan, Jimin langsung mengayuh sepedanya dengan cepat melewati keduanya.

"Kook, Tae! Aku duluan, ya! Aku lupa, ada tugas penting yang harus segera kulakukan! Kalian hati-hati!" Jimin melambai-lambai, yang dibalas Taehyung dengan semangat.

"Jimin Hyung sepertinya tidak bisa memboncengmu tuh. Jadi ayo naik."

Jungkook tak menyahut, bahkan tak memandang Taehyung juga. Tatapannya lurus ke depan, dengan kecepatan langkah yang bertambah.

"Yaaa, Kook, ayo naik." Taehyung pantang menyerah meminta Jungkook berboncengan padanya. "Kookie. Ayo-ayo naik ke boncengan Taehyungie." Ia bahkan mencoba bertingkah menggemaskan sekarang.

"Yaaa, Kookie-ya, ayoooo."

Sepuluh menit kemudian....

"Kookie-yaaa... heung... ayo naik sepeda Taehyungieee...."

Jungkook melipat bibirnya ke dalam, lantas menghentikan langkah. Memusatkan perhatian pada Taehyung yang memerkan senyum kotak andalannya. Lelah mendengarkan rengekan pemuda itu yang tiada henti, Jungkook lantas menerima tawaran boncengan tersebut. Sebenarnya juga, lututnya terasa semakin perih disetiap langkah yang ia ambil. "Cepatlah, sebelum aku berubah pikiran."

Taehyung mengangguk patuh, tersenyum lebar tiga jari sambil bersikap hormat. "Assa! Pegangan yang erat! Captain Taehyung siap meluncur membawa Ironkook yang terluka!"

Jungkook memutar bola matanya mendengar hal tersebut, kendati demikian ia juga tidak bisa menahan tarikan di sudut bibirnya.

*

Jungkook melipat kedua tangannya bersama tampang wajah yang super masam. Ia sudah kesal dengan Taehyung dan sekarang kekesalan tersebut bertambah makin banyak. Tinggal setengah perjalanan lagi maka mereka akan sampai di rumah, tetapi tiba-tiba saja pemuda itu bilang begini,  "Kita berhenti sebentar oke. Aku lelah." Taehyung menarik napas panjang-panjang. "Berapa kali lipat porsi makanmu bertambah, Kook. Kenapa rasanya kau berat sekali. Yaa, lihat-lihat pipimu bahkan semakin melebar." Taehyung menarik-narik, pipi yang lebih muda. Jungkook berusaha melepaskannya, tetapi Taehyung tidak berhenti memainkan belah pipinya.

Kemudian, mengatakan ingin membeli sebotol mineral. Itu sudah lima menit yang lalu, dan ia belum muncul-muncul juga. Andaikata Jungkook jahat, ia sudah kabur saja duluan dengan sepeda gayung yang pemuda itu tinggalkan di situ.

"Taehyung kenapa kau benar-benar menyebalkan. Lihat saja, kalau sampai hitungan kelima kau tidak datang-datang juga, aku akan meninggalkanmu."

"Satu." Jungkook fokus melihat pada arah di mana Taehyung menghilang barusan. "Dua... tiga... empat... li—"

"Lima!" Hitungan Jungkook terinterupsi oleh seruan kencang tepat di sebelah telinga. "Untuk apa hitungan itu?"

Jungkook menatap Taehyung sengit, tak berniat membalas pertanyaannya.

"Eiiy, jangan tunjukan tatapan begitu. Itu membuatku jantungku berdebar kencang. Semakin jatuh cinta padamu. Akhh." Taehyung meremas pakaian di depan dada, berpura-pura menampilkan ekspresi meringis.

Jungkook tetap tak merespon.

"Cahh. Susu pisang segar." Taehyung menyodorkan sebotol minuman kesukaan adiknya itu. Namun Jungkook tak menggubris. "Susu pisaaang segarrrr," goda Taehyung seraya menggoyang-goyangkan minuman tersebut di depan wajah Jungkook. Detik berikutnya Jungkook merampas minuman tersebut dari genggaman Taehyung.

"Aigooo, manisnya." Taehyung mengelitiki bawah dagu Jungkook begitu anak itu menyedot susu pisang dengan tampilan wajah yang masih masam.

Tanpa dapat Jungkook duga, Taehyung lantas berjongkok di depannya. Mengeluarkan obat-obatan yang entah ia peroleh dari mana. Jungkook cuma memerhatikannya dalam diam.

"Aku tidak pandai mengobati luka, jadi aku hanya akan menutupnya sekarang, kita tidak akan tahu sebanyak apa kuman bisa menempel di sini di sisa perjalanan pulang kita. Sakit?"

Taehyung mendongak, Jungkook refleks menggeleng, masih mengigiti sedotan.

"Auhhh, julukan Ironkook sepertinya memang cocok untukmu. Bagaimana mungkin luka seperti ini tidak sakit, eoh?" Taehyung kembali fokus menutup luka Jungkook dengan plaster luka bergambar sebuah tokoh kartun. "Selesai. Dengan begini, tidak akan ada kuman yang bisa menempel di lukamu."

Taehyung meluruskan lututnya, bertepatan dengan habisnya susu pisang Jungkook. Agak lama ia terdiam menatapi Jungkook, lalu mendadak menangkup pipi Jungkook dan menggoyang-goyangkannya. "Jungkookie, maafkan aku, ya? Aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu sampai terluka begini. Kau itu hanya terlalu menggemaskan untuk tidak dikerjai."

Jungkook menepis tangan Taehyung. Berdecak sebal. "Tidak semudah itu, ya."

"Kenapa? Aku kan sudah membelikanmu susu pisang, dan mengobati lukamu," sungutnya tak terima.

"Oh jadi susu pisang tadi sogokan. Kau tidak ikhlas meminta maaf? Tidak ikhlas mengobati lukaku."

Taehyung mendelik. "Eiiyy, bukan begitu maksud—"

"Bonceng aku sampai di rumah, baru aku akan memaafkanmu."

"Sungguh?" Taehyung kelewat gembira.

Jungkook mengangguk.

"Kalau begitu ayo naik—astaga! Kook, aduuhh, kau berat sekali, turun dari punggungku sekarang!"

"Bonceng aku dengan punggungmu. Lebih nyaman, kakiku sakit harus berdiri terus."

"Haa! Yang benar saja, kita masih lumayan jauh dari rumah! Kau ingin membuat punggungku patah, ya?"

"Jangan lebay. Segini saja tidak akan patah. Ayo cepat jalan, aku sudah mengantuk."

Taehyung mendesah panjang. "Iya-iya. Tapi yang benar dulu dong posisinya."

Setelah posisi Jungkook terasa nyaman di punggungnya, Taehyung meraih sepedanya dengan sebelah tangannya.

"Jangan tertidur di punggungku nanti, ya. Kalau tidak saat itu juga kau akan kubuang ke parit."

"Hmm. Tidak janji."

[behind the scripts]

Hari sudah agak gelap ketika Taehyung tiba di rumah, berjalan terbungkuk-bungkuk sementara Jungkook tertidur pulas di situ.

"Taehyung-ah, kalian ke mana saja? Kenapa baru pulang sekarang?" seru Jimin langsung begitu melihat Taehyung di depan pintu masuk.

Taehyung mendongak susah payah. "Sssstt." Ia menaruh telunjuk di depan bibirnya, memperingati Jimin agar tak terlalu berisik sehingga bisa membangunkan Jungkook. "Ceritanya panjang. Biarkan aku mengantar Jungkook ke kamar dulu."

Jimin segera menyingkir dari jalan Taehyung. Memerhatikan dalam diam bagaimana Taehyung berjalan pelan-pelan sembari menggendong Jungkook menuju kamar mereka.

"Sepertinya aku perlu menyiapkan obat sakit punggung."

———•———

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro