Nara menempelkan pass card-nya di mesin pembeli makanan. "Aku akan membayar makan siang hari ini untuk teman baru."

Jira terkikih dan berterima kasih. "Teknologi di sini berbeda sekali dengan kantorku dulu."

"Nah, itu salah satu keberuntungan yang kau dapat sebab bekerja di sini." Nara mengoperkan nampan dan peralatan makan pada Jira. Keduanya mengantri untuk mengambil makanan.

"Kau tahu, semua orang di perusahaan ini tidak terlihat sama seperti penampilannya."

Jira mengernyitkan kening. Nara memberi arahan. "Kau lihat meja di ujung sana? Pria itu. Dia mungkin terlihat aneh dengan headphone yang menempel setiap waktu di telinganya, sebenarnya ia programmer handal. Sayang saja perusahaan ini masih mengagungkan nepotisme untuk menarik tim inti. Dia kalah suara dengan keponakan Direktur kita untuk menjadi kepala Tim Programmer."

Jira sempat menyayangkan hal itu. Nara melanjutkan. "Lalu di sana. Perempuan akuntan kantor kita. Mungkin dia terlihat seperti hamba beragama yang sangat taat, tapi sebenarnya dia cukup liar—kau tahu, dia selalu berakhir di kamar motel dengan satu pria berbeda setiap malam."

"Satu lagi—pria paruh baya itu,"

"Ah, Pak Kim juga?"

"Dulunya dia sempat membawa nama perusahaan kita melambung tinggi. Namun performanya menurun setahun terakhir sejak ia diceraikan istrinya dan menjadi alkoholik akut. Perusahaan mungkin akan segera memutuskan kerja dengannya."

Jira semakin tertarik dengan apa yang Nara informasikan. "Bagaimana dengan sekumpulan wanita di sana?"

"Ah, mereka." Nara awalnya sempat menengok atas arahan Jira, tetapi dengan segera ia mengalihkan pandangannya. "They're the bitches," sahutnya singkat.

"Maksudmu ... mereka tim yang memperkuat perusahaan?"

Nara mendengkus. "Tentu tidak. They're the real bitches. Mereka seperti pajangan manekin di perusahaan ini—tidak berguna. Hanya karena memiliki paras elok saja mereka diterima." []